t w e n t y t w o

3.5K 373 50
                                    


Semenjak Hyungmin melewati usia satu tahun dan dirasa telah cukup besar, Jimin menimbang-nimbang untuk meminta izin sang suami untuk kembali turun tangan dalam mengurusi butiknya. Meski sempat menolak, akhirnya Taehyung memberikan izinnya mengingat suami manisnya itu masih suka sedikit keras kepala.

Jimin kembali menapakkan kakinya di butik pada awal bulan Desember, dengan Hyungmin di depannya, tertidur manis di kereta dorong miliknya. Kedatangannya disambut hangat dan meriah oleh para pekerjanya, juga kedatangan Hyungmin yang sudah sangat lama dinantikan.

Suasananya一posisi barang-barang yang diletakkan, masih sama seperti sejak terakhir Jimin berkunjung, hanya koleksi pakaian saja yang berubah. Tentu selalu diperbaharui karena mode dan bentuk yang terus disesuaikan perkembangan.

Begitu selesai dengan reuni kecil-kecilan dan melepas rindu bersama para pegawainya, Jimin membawa Hyungmin ke dalam ruangan pribadinya. Sehari sebelumnya, dia telah meminta Jennie一si asisten, untuk membeli dan menempatkan box tidur beserta beberapa mainan di sana, agar anaknya bisa tetap nyaman selama berada di kantor.

Menghela nafas setelah merebahkan si kecil, dia kemudian mendudukkan diri di kursinya. Jari-jarinya mulai digerakkan untuk menyusuri permukaan kertas yang telah lama ditinggalkan. Rasanya telah sangat lama Jimin tidak menyentuh dunianya. Ya, dunianya, karena butik inilah yang sempat menjadi pusat kehidupan Jimin sebelum tergantikan oleh Taehyung dan Hyungmin. Dua orang yang kini menjadi kesayangannya mengalahkan apapun.

Tok. Tok.

"Masuk."

Pintu terbuka, menampilkan Jennie yang tersenyum ke arahnya.

"Boleh masuk, kak?"

"Ya, sini."

Senyuman gadis itu semakin lebar. Gangguan kecilnya diterima atasannya dengan terbuka.

"Ada apa?"

"Gapapa, kangen aja. Hehe." Alih-alih duduk di sofa, Jennie malah berjalan mendekati box tidur Hyungmin. Tangannya terulur mengusap pipi mulus bayi berumur empat belas bulan itu. "Nyesel aku gak pernah main ke rumah kakak."

Jimin menaikkan sebelah alisnya begitu mendengar pernyataan asistennya, diiringi bibir yang mengerucut maju. "Kenapa?"

"Hyungmin lucu banget. Ganteng, gemes." Jennie mengepalkan kedua tangannya di samping wajah, menahan gemas untuk tidak mencubit bayi yang sedang tidur di depannya. "Tapi salah kakak juga, sih."

"Loh?" Ekspresi keheranan muncul di wajah si manis ketika dituding seperti itu. "Kok aku?"

"Iya. Abis kakak ninggalin kerjaan banyak banget."

Jennie masih cemberut ketika menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, sedangkan Jimin tertawa pelan dan menyelipkan kata maaf beberapa kali disela-sela tawanya.

Untuk memberi keringanan pada pekerjaan Jennie sebagai permintaan maafnya, Jimin membiarkan gadis itu bersantai dan bermain bersama Hyungmin di dalam ruangannya, sementara dirinya memeriksa berkas-berkas yang sudah lama ditelantarkan. Hingga waktu makan siang tiba, dia sengaja menolak ajakan sang suami dengan halus untuk mengajak asistennya makan siang bersama. Agar waktu bermainnya bersama Hyungmin bertambah, menggantikan satu tahun yang tersia-siakan.

"Makasih banyak, ya, kak. Sekarang malah aku yang gak enak udah ngerepotin."

"Tapi makanannya tetep enak, kan?"

"Iya, hehe."

Semburat merah muncul di pipi gadis itu. Membuat Jimin mendengus lucu dan meledeknya sembari bercanda. Jimin masih terkesan dingin bagi para pekerjanya, tapi tidak seperti sebelum dirinya menikah dengan Taehyung. Diam-diam, mereka bersyukur karena Taehyung telah berhasil merubah Jimin menjadi orang yang lebih hangat dan terbuka, meski tidak sepenuhnya.

elated by you • kth × pjmWhere stories live. Discover now