Hiroki merasakan kepalanya sulit digerakkan. Ia mencoba membuka matanya dan menggerak-gerakkan kepalanya, tapi agak sulit. Mungkin itu gara-gara ia tidur terlalu lama. Dengan susah payah ia membuka matanya.
Tak ada seorang pun di dekatnya. Mungkin bunda dan papanya sedang istirahat. Hiroki mengedarkan pandangannya, ia sadar jika ia saat ini berada di rumah sakit. Entah untuk keberapa kalinya Hiroki harus terbangun di ruangan bercat putih itu.
"Hei, jagoannya papa udah bangun?" Taka menghampirinya bahagia. Hiroki hanya tersenyum membalasnya.
Senyuman itu sirna kala ia melihat wajah lelah papanya. Sang papa mungkin harus bolak-balik studio dan rumah sakit selama ia dirawat. Walaupun ada bundanya yang ikut bergantian menjaganya, tapi Hiroki tau papanya tak pernah benar-benar beristirahat.
Tubuhnya mungkin berbaring, mata dan mulutnya tertutup rapat, tetapi boleh jadi otaknya terus berpikir. Mencari titik terang, dimana ada kesembuhan untuk putra kesayangannya.
"Kok diem? Ada yang sakit?" nada bicaranya penuh dengan kekhawatiran.
Hiroki hanya menggeleng pelan. Ia sedang merasa bersalah pada papanya.
"Hiro kangen papa." Taka tersenyum lebar mendengar kalimat yang di ucapkan anaknya barusan.
Hiroki menggeser duduknya, menyisakan ruang kosong di sampingnya. Taka mengerti maksud anaknya, langsung ikut merebahkan tubuhnya pada ruang kosong itu. Taka menyandarkan punggungnya di ranjang tersebut, lalu sedetik kemudian Hiroki tiba-tiba menyandarkan kepalanya pada dada pria kurus itu.
"Hiro pengen manja-manjaan sama papa, boleh kan?"
Sejak dulu Hiroki memang tak pernah bermanja-manja pada papanya, ia lebih suka melakukan hal itu dengan daddy-nya. Namun untuk hari ini, ia ingin melakukan itu dengan papanya. Untuk yang pertama dan mungkin terakhir kalinya.
Taka mengusap puncak kepala anaknya. Meskipun rambut itu terasa lepek dan sedikit lengket di tangannya, tapi Taka tetap melakukannya. Karena ia menyayangi si pemilik rambut hitam legam itu.
"Pa, Hiro ingin pulang. Boleh ya?" lagi-lagi. Permintaan itu keluar dari mulut Hiroki dan tentu saja membuat Taka sedikit geram.
"Kamu kenapa gak bisa sabar sedikit buat di rawat disini, sih?"
"Hiro inget mama terus, pa." Hiroki diam sejenak.
"Hiro selalu keinget sama mama yang gak bisa di selametin dan akhirnya meninggal disini, pa." Lirih Hiroki.
Taka bergeming. Ia tak tau apa yang harus ia katakan pada anaknya. Ia tidak tahu jika Hiroki selalu teringat dengan Naomi.
"Besok ya, besok kita pulang, oke?" jadi itulah yang bisa di ucapkan Taka, sekedar untuk menenangkan anaknya.
"Janji?" Hiroki mendongakkan kepalanya menatap Taka
"Iya, papa janji sayang."
"Pa.." Panggil Hiroki lembut.
"Apa nak?"
"Kemaren-kemaren Hiro mimpi ketemu mama, mama cantik ya, pa? Hiro gak nyangka mama mau sama papa, padahal kan papa buluk." Hiro terkekeh di akhir ucapannya.
"Baahh.. ganteng gini di bilang buluk!? Kalo papa buluk, kamu juga buluk dong? Kamu kan anaknya papa!?"
"Hiro anaknya daddy, bukan anaknya papa." Ucapan itu di hadiahi satu jitakan dari papanya, Hiroki tertawa.
"Kemaren mama ngajakin Hiro pergi, pa. Hiro kangen mama." Lirih Hiroki.
"Mungkin mama juga kangen Hiro, makanya kemaren dia dateng nyamperin Hiro. Mungkin mama nyuruh Hiro pulang ya, pa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 03)
FanfictionTak peduli seperti apa hidupmu, kamu selalu punya pilihan untuk melihat dari sisi baik atau buruknya.