Sebut saja Kidz norak, tapi memang begitu kenyataannya. Saat Kaoru tanpa sengaja menarik jemari tangannya―mengajaknya berlari menuju tempat lain―jantung pemuda itu jadi berdebar heboh. Bahkan Kidz merasa jika bunyi detak jantungnya merambat sampai telinga. Ckck. Yang begini saja dia sudah heboh, bagaimana jika lebih? Duh.
Ngomong-ngomong, mereka sedang berada di taman kota sekarang. Malam mingguan seperti sepasang remaja pada umumnya.
Taman kota setiap malam minggu memang tidak pernah sepi pengunjung. Tempat ini menjadi sarana hiburan paling dekat dan murah untuk warga sekitar. Pasar malam dan beberapa wahana permainan sederhana seperti komedi putar dan bianglala tentu yang paling diminati. Diantara banyak pengunjung yang memadati area taman kota itu, Kidz dan Kaoru adalah sepasang remaja yang baru saja turun dari bianglala. Ini mungkin bukan pertama kalinya bagi mereka, tapi bagi Kaoru, naik bianglala masih selalu jadi cara yang menyenangkan untuk melepas penat.
“Seneng?” tanya Kidz yang berjalan beriringan dengan kekasihnya itu.
Kaoru mengangguk cepat. “Seneng bangetttt,” jawabnya sumringah. Bagi Kaoru, ada rasa senang tersendiri saat tengah menaiki roda raksasa itu. Ketika dia berada di puncak ketinggian, dia bisa melihat lampu-lampu kota yang seperti kunang-kunang. Kecil sekali. Tapi tak bisa dilewatkan begitu saja keindahannya. Sesederhana itu, tapi gadis itu menyukainya.
“Kamu nggak bosen kan kalau misal aku bisanya cuma ngajakin kesini doang?” tanya Kidz lagi.
Kaoru menghentikan langkahnya, yang otomatis Kidz ikut berhenti juga. “Ck, kalau gue bo―”
“Aku,” potong Kidz membenarkan.
Sedikit meringis, Kaoru melanjutkan ucapannya, “Kalau aku bosen diajakin kesini, waktu kamu dateng ke rumahku tadi aku udah pasti pura-pura tidur kali,” jawabnya kemudian. Iya, sejak mereka resmi pacaran, panggilan diantara mereka memang berubah menjadi aku-kamu. Entah bagaimana, tapi itu terjadi dengan sendirinya. Ya, sekalian biar terdengar lebih manis kan.
Kidz menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Hehe. Iya juga sih ya. Tapi kan maksudku aku nggak bisa kayak Teru yang bis―”
“Kamu itu Sapri, bukan Teru. Dan aku suka kamu karena kamu Sapri, bukan Teru. Jadi nggak usah banding-bandingin sama Teru atau yang lainnya,” jawab Kaoru tegas sebagai upaya agar Kidz berhenti merasa rendah diri. Karena terkadang jika sedang kumat, pemuda itu merasa sedikit minder dengan teman-temannya. “Udah ah ayo beli minum dulu. Aku haus.”
Diam-diam Kidz tersenyum malu mendengar penuturan Kaoru. “Nggak sekalian makan sekarang aja?” tanyanya kemudian. Mereka berdua lanjut berjalan. Sedikit menyingkir dari lalu lalang orang-orang yang berjalan di sekeliling mereka.
Kaoru terlihat berpikir. “Nggak, nanti aja kalau udah mau pulang,” ucapnya kemudian.
Kidz menurut saja. Lagipula dia juga belum terlalu lapar. Sembari berjalan, mereka berbincang ringan. Hingga kemudian Kidz mendengar kekasihnya itu memekik karena terkejut. Tidak sampai kedengaran orang-orang, tapi Kidz yang bersisihan dekat dengannya mendengar dengan jelas bahwa Kaoru baru saja memekik kaget.
“Kao, kenapa? Ada apa?” Kidz menoleh demi melihat raut wajah kekasihnya yang tiba-tiba terlihat kesal.
Sementara Kaoru celingukan ke kanan dan ke kiri, entah sedang mencari apa―atau siapa. “Ck, nyebelin banget tuh orang!”
Kidz ikut menolehkan kepalanya ke segala arah. Namun toh dia tidak tahu juga apa yang sedang dia cari. “Siapa, sih? Kenapa? Ada apa?”
“Masa ada orang yang tiba-tiba megang tanganku?” cerita Kaoru dengan wajah memberengut kesal bercampur takut. “Tapi pas aku noleh, orangnya udah pergi. Kurang ajar banget, sih! Coba tadi kelihatan, udah kudorong orangnya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 03)
FanfictionTak peduli seperti apa hidupmu, kamu selalu punya pilihan untuk melihat dari sisi baik atau buruknya.