Senin pagi masih sangat sepi di sekolah. Sepertinya aku berangkat terlalu pagi. Aku berjalan dengan santai menuju kelasku. Kupikir kelas masih kosong, ternyata ketika aku membuka pintu kelas sudah ada Jun yang sedang duduk di tempat duduknya. Ia pun melihatku sambil membelalakkan matanya. Ia kemudian berlari ke arahku. Refleks, aku juga berlari keluar lagi dari kelas, dan akhirnya kami malah berkejaran di sekolah sampai aku berhenti di taman belakang sekolah karena lelah.
"Kau ini, mengapa malah lari??" Ujar Jun sambil menghampiriku dengan terengah-engah kelelahan.
"Kau berlari ke arahku duluan" balasku.
"Ya! Aku bukan ingin berkejaran denganmu, dasar lucu!"
"Lalu maumu apa?" Tanyaku dingin.
"Maafkan aku soal kemarin, biar aku jelaskan dulu" ujarnya.
"Tidak perlu dijelaskan, yang penting makalahnya sudah selesai, itukan yang kau inginkan? Kau hanya membutuhkan nilaimu jadi tidak perlu capek-capek menjelaskan kepadaku. Aku memang bodoh menunggumu selama dua jam di cafe tersebut dan bahkan kau tidak datang, aku menahan laparku menunggu sampai kau datang karena aku merasa tidak enak jika harus makan duluan, dan ternyata kau tak datang juga. Aku tahu kau hanya memanfaatkan ku. Bukankah itu yang dilakukan oleh 'geng' mu, Wen Junhui?" Ucapku panjang lebar lalu pergi meninggalkannya yang terdiam disana.
Aku kembali ke kelas dan duduk di tempat duduk ku, membenamkan wajahku di tangan yang aku lipat di atas meja.
'Apakah aku terlalu berlebihan padanya?' Pikirku.
Jun kembali ke kelas dengan wajah yang lesu. Sejujurnya aku merasa kasihan, namun gengsiku terlalu besar untuk meminta maaf kepadanya, atau bahkan mendengarkannya.
***
Hari itu Jun tidak terlihat seperti biasanya. Ia lebih diam.
Sesekali aku melirik ke arahnya. Entah mengapa aku merasa sangat bersalah sekarang.
***
Sepulang sekolah, aku mulai membuka notifikasi dari Jun di ponselku.
9 panggilan tak terjawab dan 7 pesan.
'Maafkan aku'
'Aku sungguh menyesal'
'Aku tidak enak sekarang'
'Apa makalahnya benar-benar sudah selesai? Jika belum aku akan mengerjakannya'
'Maafkan aku tidak bertanggung jawab'
'Apa kelompok berpasangan ini dibuat hingga akhir semester?'
'Tugas kelompok selanjutnya biar aku yang mengerjakan ya?'
Aku sedikit terkejut dengannya yang begitu serius meminta maaf padahal ini hanya soal makalah. Maksudku tentu dia harus meminta maaf, tapi seseorang seperti dia kupikir tidak akan peduli dengan hal sepele seperti ini.
'Tak masalah' balasku dan langsung mengirimnya.
***
Keesokan harinya.
Ini sudah tiga puluh menit sejak bel masuk berbunyi dan Jun belum masuk ke kelas.
Tidak tidak, aku tidak memikirkan lelaki itu tapi aku kebetulan dengan tidak sengaja melihat ke bangkunya yang kosong.
Brak
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kelas dengan keras, memperlihatkan seorang lelaki dengan keadaan kacau. Wajahnya babak belur terlihat seperti habis dipukuli. Ia berjalan pincang ke dalam kelas.