Bab I - Kakak Sulung ku

13K 1.2K 392
                                    

Jika kalian bertanya, apa hal yang paling membahagiakan ketika masa remaja, pastinya ada banyak hal yang harusnya bisa sebutkan, iya?

Punya banyak teman dan masuk dalam satu perkumpulan, melakukan banyak kegiatan yang seru dan mengasyikan di luar rumah. Punya seperangkat video game, playstation lengkap, atau bahkan sampai punya laptop gaming yang harganya fantastis.

Bebas bermain bola di lapangan ketika hujan turun dengan deras, bermain lumpur dan membuat lapangan berumput elok jadi berantakan. Mencetak goal yang cantik, saat akselerasi berlawanan dengan gravitasi angin dan serbuan rintik hujan.

Atau menjadi Prince Charming yang digilai banyak siswi-siswi centil di sekolah. Menjadi pusat perhatian karena paras yang tampan, dompet tebal dan style cool sok asik. Modal utama menjadi seorang Selebgram, atau Youtuber terkenal, salah satunya tampang yang menawan.

Terdengar menyenangkan sekali, hanya sekedar membayangkan saja hati rasanya sudah sangat berbunga. Apalagi sampai bisa memiliki semuanya. Oh, satu klausa saja tidak masalah, punya kamar yang lengkap dengan seperangkat Playstation misal. Sayangnya, aku tidak punya satupun yang ku sebutkan diatas.

Kalian benar, jika menebak itu hanya hayalan ku. Wait! Aku hanya sebatas berhayal, karena hanya itu yang bisa ku lakukan sembari membersihkan pekarangan rumah dari dedaunan Maple kering yang berserakan.

Aku tidak tau, mengapa di halaman rumah ku harus ada pohon Maple. Pohon yang tidak umum untuk negara ku, setahu ku. Satu hal yang pasti aku tahu, setiap pagi dan sore adalah tugas ku untuk membersihkan guguran daun dari pohon itu. Terdengar aneh kan?

Usia pohon jelas lebih tua dari pada diriku. Karena seingat ku, ketika aku belajar berjalan, di pekarangan ini, aku sudah melihat pohon itu tumbuh besar, lebih tinggi dan lebih gagah dari pada diriku. Itu jawabannya, pohon ini lebih tua dari ku.

Terkadang, aku ingin memanggil pohon ini dengan sebutan Kakak. Entah mengapa berada di bawahnya saat terik matahari, terasa sejuk dan nyaman. Harapan yang sama ketika aku menatap Kakak sulung yang masih berkutat dengan 'Gadisnya'. So, kenapa aku jadi membahas pohon?

Dan yang lebih heran lagi aku tak pernah ada keberanian untuk menanyakan kepada Ayah atau Ibu, tentang satu hal dasar yang harusnya aku tahu. Mengapa aku harus memegang gagang sapu ketika Kakak asik menekan tuts pianonya dengan lembut dan penuh penghayatan.

Heran lagi ketika Ibu atau Ayah yang tak sengaja melihat permainan piano Kakak bersorak gembira dan tepuk tangan, dengan tatapan bangga. Mereka tidak pernah melakukan itu untuk ku, setelah aku susah payah berkeringat banyak demi membuat pekarangan rumah ini bersih dan rapi. Lebih bermanfaat mana sebenarnya, permainan piano Kakak atau aku yang membantu mereka menyelesaikan pekerjaan rumah?

"Adek Kookie jjang!! Kamu berhasil mengalahkan ribuan pasukan penjahat daun kering semuanya!"

Aku hampir lupa, aku masih punya satu Kakak yang tak akan segan memujiku dengan ucapan lembutnya dan senyum manisnya, ketika aku berhasil dengan baik menyelesaikan tugas dari Ibu.

Kakak kedua ku yang duduk manis memperhatikan ku dari beranda rumah. Walaupun ini terdengar menyebalkan, karena dia hanya duduk diam dan tersenyum menonton ku susah payah mengumpulkan daun kering. Setidaknya aku masih punya teman.

Belum lagi ketika angin mendadak menjadi sangat menyebalkan. Memporak-porandakan gunungan sampah yang berhasil ku kumpulkan susah payah. Lalu Kakak Jimin akan tertawa terpingkal-pingkal, merasa lucu dengan polah tingkah ku.

Apakah dia menganggap aku tengah melawak? Well, setidaknya aku masih berguna. Bisa membuat seseorang tertawa bahagia. Terimakasih Tuhan, keluarga ini sempurna.

Serenade ( vkook / Brothership )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang