Bab XVII - Surga Yang Hilang

8.6K 1.1K 422
                                    

Silahkan baca pelan-pelan dan di cermati
Lalu cocokkan dengan jawaban kalian kemarin
Semoga ada yang benar kkk~~~

Sorry for typo

Adekk lelahh!!Pengen di timang😌😌😌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adekk lelahh!!
Pengen di timang
😌😌😌








Saat terasa dunia ini berputar dengan indahnya, maka yang terjadi adalah bahagia tiada tara. Ketika berjumpa dengan yang namanya sumber dari rasa sakit, maka dunia akan menerima semua limpahan kesalahan. Dari sebentuk hati yang mungkin tidak akan pernah menyadari, siapa yang sebenarnya bersalah.

Mengumpat pada takdir yang hanya sebatas menjalankan tugasnya. Mengumpat pada ketidak adilan yang sudah menjadi hukum dunia fana. Memaki pada hati yang terlalu banyak ambisi. Tanpa mau tahu, apakah yang sebenarnya terjadi. Lantas kepada siapa keadilan akan di dapatkan.

Keterdiaman hati yang masih menjadi puing kehancuran adalah luka yang tak terungkap. Keterdiaman dalam bisu yang membiarkan sakit semakin pilu. Keterdiaman menghantarkan pada satu bait kehidupan baru yang sendu.

Tak ada suara selain kesunyian. Tak ada perbincangan hangat selain keheningan. Ada manusia tapi serasa hidup di pemakaman. Hening dan hanya ada senyap tersisa, di deretan kursi yang memanjang di meja makan.

“Habiskan makan mu jangan ada yang tersisa, mencari sepiring nasi tidak semudah meneteskan airmata,” Ucap sosok laki-laki pada sosok pemuda yang berkutat dengan alat makannya.

Setelah hening yang menjalar menusuk rongga dada, barulah terdengar suara lain. Masih ada kehidupan di sana. Masih ada desau nafas lelah yang menderu penuh penyesalan. Terlarut dalam pedihnya keheningan.

Kehidupan tetap berjalan, walaupun pijakan akan semakin terjal. Nafas masih terdesah pelan, ketika jantung terus berdetak. Kenyataan yang ada tidak menyurutkan hasrat hidup mereka. Kenyataan yang membuat sesuatu indah itu berubah menjadi malapetaka.

Daun Maple berguguran dalam diam, memendam kerinduan. Pada angin yang selalu membuatnya kedinginan. Juga pada rembulan yang bersinar terang di langit malam. Pohon Maple lantunkan bait-bait rindu yang tak terungkapkan. Seolah tertawa menyaksikan jalan takdir yang terjungkal.

Rumah itu masih berdiri kokoh dan asri seperti yang dulu. Walau sekarang nampak lebih sunyi dari saat keluarga itu masih utuh. Rumah yang menyimpan ribuan kenangan rindu. Akan canda dan tawa riang sendu. Lalu seulas senyum indah yang tak palsu, tergantung di wajah lugu. Kenangan yang menyakitkan tentang si bungsu.

“Ayah, ayo jemput Ibu dan Kakak,”

Airmata itu meleleh lolos tanpa pertahanan. Lengannya menahan langkah seseorang yang hendak pergi keluar. Hari sudah malam dan keheningan akan menjadi bagian dari sakitnya penghukuman.

“Sepi sekali rumah ini tanpa mereka,”

Airmatanya semakin menderas, tatkala yang diajak bicara hanya terbungkam. Memandang pun enggan. Hanya tersisa bidang punggungnya yang sedikit bergetar.

Serenade ( vkook / Brothership )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang