Bab 3

1.4K 98 4
                                    

Kiki sedang di perpustakaan.

Kiki tetaplah Kiki. Dia akan berusaha keras agar nilai akademiknya tidak turun, agar tidak dilempar ke laut oleh ayahnya.

Selama duduk di bangku kuliah, Kiki lebih sering ke perpustakaan. Berbeda dengan masa SMA dulu, yang ke perpustakaan hanya ketika butuh saja.

Ponsel Kiki bergetar.

Aston.

Sebuah nama muncul di layar benda pipih itu.

“Halo?” Suara Kiki sedikit berbisik.

“Pasti di perpustakaan.” Suara seorang lelaki terdengar dari seberang.

“Ada apa?”

“Ke sekre sekarang, ya.”

“Penting tidak? Kalau tidak, Kiki nggak mau.”

“Penting banget.”

“…”

“Keey? Beneran ini penting banget.”

“10menit.” Kiki mematikan telepon sepihak.

Kiki beranjak, keluar dari perpustakaan. Hanya satu tujuannya, kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Prodi Kimia. Basecamp yang sudah menjadi rumah kedua bagi Kiki.
Teman-teman sehimpunan tampak riuh di dalam. Ruangan yang terbilang kecil itu penuh. Kiki memutuskan duduk di luar saja. Di bawah pohon rambutan di depan sekre. Sekre itu bersebelahan dengan sekre HMP Fisika, Biologi, dan sekre-sekre prodi di Fakultas MIPA lainnya.

“Agam?” Panggil Kiki.

Pemilik nama menoleh.

“Aston, mana?”

“Aston di dalam, Ki. Mau kupanggilkan?”

“Boleh. Tolong, ya.” Kiki tersenyum.

“Aston! Ditunggu Kiki di luar.” Teriak Agam cukup nyaring.

“Kenapa harus berteriak?” Kiki sedikit kesal karena Agam sangat berisik.

“Biar Aston dengar. Kenapa nggak kamu sendiri yang berteriak?”

“Kiki wanita berkelas, Agam.”

Kemayu.” Agam memilih berlalu.

Kiki hanya tergelak.

“Ayo.” Aston meraih tangan Kiki ketika tiba di sampingnya.

“Ke mana?”

“Ke kantin.”

“Aston menelepon, menyuruh Kiki buru-buru ke sini, hanya untuk ke kantin?”

Aston mengangkat bahunya acuh.

“Katanya bilang penting,”

“Ini penting. Masalah perut selalu penting, Keey.”

“Menurut Kiki nggak sepenting itu.”

“Itu karena kamu tidak peduli dengan dirimu sendiri. Ayo, aku sudah kelaparan.”

Setibanya di kantin, Aston memesan nasi sayur dengan porsi luar biasa, seperti biasanya. Kiki sendiri hanya menyantap Pop Mie karena tidak begitu lapar.

Aston, dia adalah teman satu himpunan Kiki. Mantan ketua himpunan periode sebelumnya. Totalitas Aston dalam berorganisasi tidak perlu diragukan lagi. Dia mengikuti banyak organisasi dengan jabatan yang bisa dibilang cukup penting disetiap organisasinya.

Aston sangat tengil, dia cukup friendly dan menyenangkan, tapi tidak jarang dia menyebalkan. Aston satu angkatan dengan Kiki dan Innayah, hanya saja dia tidak satu kelas. Aston asli Jogja, di Solo dia mengontrak sebuah rumah yang dihuni dengan anak-anak sehimpunan, termasuk Agam.

“Aston mau lihat novel yang kemarin Kiki beli, tidak?” Tanya Kiki disela-sela makannya.

“Nggak. Males.”

Kiki mencibir.

“Besok temani aku ke Busri, ya?”

“Nggak mau. Males.” Balas Kiki.

Bukannya mencibir, Aston justru tergelak.

“Kamu nggak pantas pura-pura ngambek begitu.”

Kiki mengernyit.

“Pokoknya nggak pantas. Nggak cocok.”

“Terserah Aston saja.” Kiki malas.

Kiki memang sedikit berubah. Entahlah apakah ini yang disebut dengan sebuah kedewasaan. Rasanya Kiki malas berbasa-basi, dia tidak secerewet dulu lagi. Ini Kiki yang berubah karena mulai dewasa, atau Kiki memang hanya cerewet jika dengan Fahmi saja? Entahlah

KEEYARA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang