Bab 5

1.3K 83 0
                                    

"Dah, sana masuk."

"Fahmi ngusir?"

"Hm."

"Ish!"

"Nanti Kiki ke rumah, Kiki mau mandi dulu." Kiki berlari masuk gerbang rumahnya.

Fahmi tersenyum kecil. Fahmi pasti merindukan gadis mungil itu. Gadis yang tidak pernah lelah, gadis mungil hiperaktif, si tukang merajuk. Fahmi pasti akan sangat merindukannya.

Menatap punggung kecil Kiki yang menghilang karena masuk ke rumah, Fahmi berpikir, apakah Kiki akan tetap seperti itu? Masuk ke rumahnya dengan wajah berseri dan senyum tiada henti. Fahmi sudah berjanji akan selalu menjaga Kiki, setelah ini, apakah Fahmi masih bisa menepati janjinya?

Fahmi masuk ke rumahnya setelah memarkirkan motor trailnya di depan garasi.

Bukannya istirahat di kamar, Fahmi justru rebahan di sofa depan televisi.

"Sudah pulang, Mi?"

"Hm."

"Assalamu'alaikum!" Suara melengking itu terdengar sangat jelas.

Fahmi langsung memejamkan matanya.

"Mam-, Fahmi?" Kiki berjalan mendekat ke sofa.

"Fahmi? Fahmi tidur?"

"Fahmi?" Kiki menyentuh dahi Fahmi.

Fahmi justru menariknya dan membawa Kiki ke dekapannya.

"Ih, bohong, ya?!"

Fahmi tergelak dan menyuruh Kiki bangun, juga dirinya.

"Ki, ambilkan amplop putih di atas meja belajarku."

"Kenapa nggak Fahmi sendiri yang ambil?"

"Jangan membangkang sama suami."

"Emang Fahmi suami Kiki?"

"OTW. Cepat, ambilkan."

"Nggak minta tolong, sih." Kiki membuang muka.

"Keeyara, tolong ambilkan amplop putih di meja belajar, ya?" Fahmi memperlembut suaranya.

Kiki terkekeh dan beranjak.

"Amplop apa, sih?" Tanya Kiki saat kembali.

"Buka."

Kiki menurutinya, membuka amplop misterius itu.

Dear Mr. Muhammad Fahmi Musfiq Amrulloh,

Congratulations, you have been accepted as a student at Leiden University. For re-registration, will be informed immediately.

Kiki langsung cepat-cepat menutup surat itu.

Dia memandang Fahmi lekat, jauhmasuk ke retinanya. Apakah ini sungguh-sungguh? Apakah Muhammad Fahmi Musfiq Amrulloh yang disurat ini, sama dengan Muhammad Fahmi yang sudah satu tahun menjadi kekasih Kiki? Apakah ada Muhammad Fahmi yang lain di dunia ini? Jika memang ini tidak benar, kenapa surat itu ada di kamar Fahmi?

"I-Ini, beneran?" Kiki terbata.

"Ini beneran? Fahmi bohong, kan?"

Fahmi diam, menatap Kiki tenang.

Hal pertama yang Kiki pikirkan adalah, hidup tanpa Fahmi. Mungkinkah? Mampukah?

"Fahmi nggak pernah bohong sama Kiki, tapi, ini beneran?" Kiki memastikan.

"Ki-"

"Kok Fahmi diam? Jadi ini benar?"

"Fahmi mau pergi?"

"Jadi, kita nggak bakal satu kampus nanti?"

"Jadi Kiki sendiri?"

"Jadi, ja-jadi Fahmi.."

Kiki meremas surat itu menjadi bola kertas, lalu melemparnya jauh ke lantai. Kiki berlari pulang. Dia tidak ingin berada di depan Fahmi terlalu lama. Apakah setelah ini Kiki akan membenci Fahmi? Ah, mana mungkin Kiki bisa melakukannya.

KEEYARA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang