Bab 23

1.3K 83 14
                                    

Kiki menuruni tangga dengan Fahmi di depannya. Kiki terus memerhatikan tubuh tegap Fahmi yang dibalut dengan kemeja panjang. Tumben sekali lelaki jangkung ini memakai kemeja ke rumah Kiki. Di bawah, sudah ada Somad, Niken, orang tua Kiki juga Ken. Salsa sudah Ken antarkan pulang.

"Mama?!" Kiki hampir berlari menuruni sisa tangga karena terlalu bersemangat, namun tangannya dicekal oleh Fahmi.

"Nanti jatuh."

Setelah benar-benar turun, Kiki memeluk Niken dengan erat.

"Kiki kangeeeeen banget sama Mama."

"Mama apa lagi. Mama kangen anak gadis Mama satu-satunya. Gimana? Kiki sehat?"

Kiki mengangguk kuat, "Kiki sehat, Ma."

"Kangen sama Mama aja, nih?" Cibir Somad.

Kiki terkekeh, kemudian mencium tangan Somad. "Kiki kangen Abah juga."

Semua terkekeh, begitu juga  Fahmi. Fahmi sampai heran sendiri, kenapa Kiki masih memanggil Papanya dengan sebutan Abah.

"Adek, sini. Duduk dekat Bunda." Amira menepuk sofa di sampingnya yang kosong. Kikipun duduk diantara Amira dan Ken, Keenan duduk di sebelah Ken. Sedang Niken, Somad dan Fahmi duduk di seberang.

"Kiki, Papa sama Mama ke sini yang pertama mau silaturahmi. Yang kedua, Papa mau melamar Kiki untuk Fahmi. Papa sudah bilang sama Ayah kamu. Tapi semua keputusan tetap berada di tangan Kiki." Ucapan Somad benar-benar seperti petir yang siap menyambar.

Kiki sangat terkejut, bahkan dia sampai ling-lung. Kiki menatap semua orang yang di sana secara bergantian dengan Keenan sebagai orang terakhir yang dia tatap. Keenan tersenyum dengan penuh wibawa.

"Gimana?" Tanya Amira.

Kiki tidak menjawab, dia justru mengalihkan pandangannya ke Fahmi. Fahmi diam, dia menatap Kiki begitu dalam. Ekspresi Fahmi sulit diartikan. Tatapan matanya tajam, sepertinya Fahmi benar-benar berada dalam keseriusan. Kiki terus terdiam, menyadari sebuah kotak yang terus dia genggam. Dia menatap kotak itu dan Fahmi secara bergantian. Dan dibalas anggukan oleh Fahmi sebagai tanda bahwa Kiki boleh membukanya.

Kiki membuka kotak berawarna merah hati itu, yang ternyata masih ada kotak warna putih di dalamnya, dan sebuah surat dalam kertas kecil.

Happy Birthday, Keeyara!

There is no time for Fahmi and Kiki anymore. Their time is up, now and so on is ours. Keep us intact.

Your man:

Muhammad Fahmi :)

Kiki  mengambil kotak putih di dalamnya. Terlihat sebuah benda berbentuk lingkaran dengan permata kecil menempel di permukaannya. Sebuah cincin yang sangat indah! Kiki seperti pernah melihat permata yang sama, dia meraih kalung yang melingkar di lehernya. Benar, permata di cincin dan kalungnya berpasangan. Dia kembali menatap Fahmi dengan mata yang berkaca-kaca. Fahmi, sampai kapan kamu akan terus penuh kejutan? Tuhan, terimakasih sudah mengirim lelaki seperti Fahmi ke bumi di mana Kiki berpijak.

"Now is the time, Ki." Fahmi bersuara.

"Aku pernah bilang bahwa suatu saat kau bukan gadisku lagi. Ada waktu di mana kamu menjadi wanitaku. Keeyara, will you be that woman?"

Kiki diam dengan matanya yang mulai berair. Dia menutup kotak cincin berwarna putih itu, dan meletakkannya di meja. Dia menatap Fahmi lekat, tidak peduli seberapa tajam tatapan Fahmi. Kiki bahkah siap tertusuk sampai buta karena tatapan itu.

"Bukan ini waktu yang kamu maksud, Fahmi." Kiki menggeleng lemah dengan tetap menangis.

Seluruh yang di sana dibuat kaget oleh suara yang keluar dari bibir kecil Kiki. Apa maksud Kiki? Bukankah seharusnya ini yang dia mau? Setelah bertahun-tahun dia menahan rindu untuk Fahmi, bukankah ini yang dia tunggu? Lalu mengapa sekarang Kiki berkata seolah dia tidak menginginkan ini semua? Sebenarnya apa yang gadis mungil itu inginkan? Menyia-nyiakan lelaki sebaik Fahmi, apakah dia sudah kehilangan warasnya?

"Adek.." Amira mengelus punggung Kiki pelan.

"Dek, lo sehat?" Ken juga ikut heran dengan apa yang Kiki lakukan.

"Ki?" Fahmi memanggil Kiki pelan, memastikan apakah yang dia lihat adalah sebuah kebenaran.

Kiki justru menunduk, tidak membalas tatapan Fahmi.

Fahmi duduk tegap, dia menggeleng pelan dan menyunggingkan sebelah bibirnya.

"Aku nggak tahu berapa lama lagi waktu yang kamu maksudkan itu, Ki. Aku kira perjalanan panjang ini akan berakhir dengan waktu yang sama sebagai tujuan kita. Ternyata kamu masih ingin berlama-lama dengan ketidakjelasan ini." Fahmi tersenyum sangat sinis.

"Kita pulang, Ma, Pa." Fahmi beranjak, bahkan tidak menghiraukan Keenan dan Amira di sana. Untuk pertama kalinya Fahmi tidak sopan dengan Keenan dan Amira.

Mata jerih Niken berkaca-kaca, seperti merasakan sakit yang dirasakan oleh putra tunggalnya. Dua puluh tahun lebih Niken merawat Fahmi, dia hanya ingin Fahmi bersama dengan seseorang yang dicintainya. Dan belasan tahun Fahmi berjalan bersama seseorang yang begitu dia cinta, namun ternyata berjalan bersama bukan berarti berhenti bersama pula.

"Mungkin Kiki masih belum siap, atau mungkin ini terlalu cepat. Mama sama Papa nggak maksa untuk secepat itu. Mama harap Kiki memikirkannya lagi, ya. Mama sangat berharap Kiki menjadi bagian dari kami." Niken tersenyum tulus.

Somad tersenyum, kemudian berpamitan dengan keluarga Keenan.

Malam ini adalah malam yang Fahmi tunggu. Di mana Fahmi bisa melamar Kiki. Meminta Kiki dari Ayahnya, menjadikan Kiki satu-satunya wanita yang akan Fahmi lihat ketika bangun dipagi hari. Menjadikan Kiki wanita kedua setelah Mamanya yang harus dia bahagiakan, karena setelah menikah, lelaki tetap wajib berbakti kepada ibunya. Berbeda dengan wanita, setelah menikah bakti wanita sepenuhnya berpindah kepada suaminya.

Rupanya semesta memiliki rencana yang berbeda. Fahmi boleh saja menyusun rencana seapik mungkin, tapi Allah dengan segala kuasa-Nya memiliki hak untuk menentukannya. Fahmi tidak habis pikir kenapa gadisnya melakukan itu. Bukankah tujuan sepasang kekasih memang tersenyum bersama di pelaminan? Jika memang tujuan Kiki bukan itu, untuk apa dia rela menjalaninya selama ini? Menunggu kepulangan Fahmi bertahun-tahun lamanya? Fahmi masih tidak bisa mengerti dengan jalan pikiran gadisnya.

Kiki sendiri masih menangis di dalam pelukan Amira. Dia tidak tahu harus bagaimana.

"Udah, jangan nangis. Bunda sama Ayah menghargai apapun keputusan Adek. Tapi kami harap Adek memikirkannya lagi, ya." Amira mencium puncak kepala Kiki.

Ken memilih diam karena dia juga bingung dengan kelakuan adik satu-satunya itu. Setelah dulu memberikan celana dalamnya kepada Ucrit, kali ini dia menolak lamaran Fahmi. Lelaki yang sudah jelas menyayanginya, menjadikannya prioritas dari segala kepentinggan yang Fahmi punya. Bahkan cita-cita terbesar Fahmi adalah bersama Kiki. Yang ketika ingin mencapainya, Fahmi harus susah payah mewujudkan jutaan cita-cita kecil dalam hidupnya. Salah satunya adalah memutuskan untuk menempuh pendidikan di negeri orang, meninggalkan Kiki dan kehilangan waktu berharga antara mereka.

"Dek, nggak ada yang bisa Ayah percaya di dunia ini untuk menjagamu selain Ayah, Abang, dan Fahmi." Keenan mengelus rambut halus Kiki sebelum akhirnya beranjak.

Keenan tahu Kiki sedang tidak baik-baik saja. Meminta Kiki untuk menjelaskannya juga rasanya sia-sia. Keenan akan mencoba berbicara dengan Kiki nanti, saat keadaannya sudah membaik.

_____

Selamat yang tebakannya benarrrrrrr wkwkwkkw

Tapi sayang, lamaran Fahmi ditolak.

Fahmi udah bukan tipe Kiki kayaknya wkwkkwkw

tim Fahmi dan Kiki, gimana nih? Fahmi kalian di tolak sama Kiki masa :v

Kalau Kiki nggak mau sama Fahmi, sama author aja deh Fahminya..

Auto diterima sama author mah wkwkk.

KEEYARA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang