Bab 18

1.3K 81 6
                                    

"Kamu nggak macem-macem, kan?" Fahmi menangkup wajah kecil Kiki dengan telapak tangan kekarnya.

Kiki menggeleng, dia masih terus menangis. Kiki terus menangis setiap melihat wajah tampan lelakinya. Kiki kira, setelah kepulangan Fahmi, Fahmi bukan miliknya lagi.

Bodoh sekali rasanya pernah berpikir begitu. Fahmi kan pernah bilang kalau rumahnya adalah Kiki, mana mungkin Fahmi mencari rumah baru? Fahmi tidak sekaya itu.

Dan perihal Fahmi yang tidak pernah ingkar janji, semoga tetap seperti itu.

Fahmi mencium kening Kiki berkali-kali.

Fahmipun begitu. Sangat merindukan gadis mungilnya. Disaat Fahmi bisa terus berkomunikasi dengan Kiki, dan dia memilih untuk menahan diri, ini yang dia inginkan. Rindu itu meledak saat di depan Kiki.

"Udah kali yang nyium adek gue." Suara Ken terdengar.

Kiki, Fahmi, dan Ken sudah kembali ke hotel. Mereka ada di restaurant hotel, begitu juga Amira dan Keenan.

Keenan hanya terkekeh, dia tahu anak sahabatnya ini sangat merindukan anak gadisnya.

"Gimana di Belanda, Mi? Lancar?"

"Alhamdulillah lancar, Om."

"Udah benar-benar lulus kamu, Mi?" Tanya Amira.

"Alhamdulillah Tante. Berkat do'a Tante juga."

Amira tersenyum, "Bangga Bunda punya calon mantu lulusan Belanda."

"Anak Bunda lulusan ITB, juga bukan sembarangan lho, Bun." Rajuk Ken.

Semua tergelak.

"Fahmi lebih bangga punya Kiki." Fahmi menatap Kiki lekat.

Kiki kembali menangis.

"Cengeng banget, dah. Perasaan kemaren-kemaren lo nggak pernah nangis."

"Kiki tuh nahan, tahu nggak!"

Semuanya tergelak.

"Maaf ya. Bikin kamu nahan nangis bertahun-tahun. Sekarang kamu boleh nangis sepuasnya. Kan udah ada pundak aku buat bersandar."

"Kalau dulu, aku larang kamu nangis. Aku nggak mau ada pundak lain yang kamu jadiin sandaran."

Kiki meninju Fahmi.

"Masih ganjen aja." Cibir Kiki.

"Nggak ada yang gangguin kamu, kan?"

Rasanya Fahmi ingin terus bertanya tentang Kiki. Tentang orang-orang terdekat Kiki selama Fahmi jauh darinya.

"Enggak, Fahmi.." Kiki tersenyum.

"Ninggalin kamu bertahun-tahun tu rasanya kaya ninggalin harta karun, tahu. Takut dicuri orang terus."

"Lebay anjir!" Umpat Ken.

"Nyesel gue nggak ajak Salsa ke sini. Sialan emang tu bocah dua." Ken terus mendengus.

Drrttt... drttt..

Ponsel Kiki bergetar.

"Halo?"

"..."

"Kiki di hotel. Ke sini aja."

"Siapa?" Tanya Fahmi.

"Sahabat Kiki. Fahmi harus kenal. Dia baik, banget!"

Fahmi tersenyum, "Iya, gue pasti kenalan sama dia." Fahmi menepuk puncak kepala Kiki.

"Kuliah kamu gimana, selama ini, lancar?"

Kiki mengangguk.

"Perasaan Kiki yang nggak lancar. Kiki jadi tuna asmara."

Fahmi terkekeh, "Aku seneng kamu nggak berubah."

Kiki terdiam. Kiki berubah, siapa bilang Kiki tidak berubah? Kiki bisa kembali seperti dulu saat di depan Fahmi saja. Bahkan tanpa Fahmi, Kiki bukan Keeyara yang suka lemon tea. Tanpa Fahmi, Kiki terlalu pengecut untuk menyecap rasa aneh dalam minuman itu.

Tanpa Fahmi, Kiki hanya puing-puing perasaan yang kehilangan bagiannya. Seperti puzzle yang sukar disusun, rindu-rindu Kiki selalu gagal dihimpun.

KEEYARA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang