"Kalau kita tinggal di rumah sendiri, kamu setuju kan Ki?" Tanya Fahmi.
Kiki dan Fahmi sedang berada di dalam kamar. Fahmi sedang sibuk dengan laptopnya. Dia membaca email-email yang masuk. Kemarin Fahmi mengirim sebuah email ke salah satu kantor advokat terbesar di negeri ini. Lituhayu & Partners Law Firm. Kantor advokat itu bahkan sudah terdaftar di Kedubes Amerika Serikat.
"Kiki sih setuju aja, tapi kan rumah nggak murah Mi. Kita belum punya cukup tabungan buat beli rumah."
"Yang penting kamu setuju, aku bakal usahain. Kalau kita belum mampu beli rumah, kita ngontrak dulu aja. Sambil nunggu email konfirmasi dari kantor advokat yang jadi incaranku, aku bisa jadi advokat freelance dulu, sementara." Fahmi menatap Kiki, meyakinkannya.
Fahmi sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa Kiki harus bahagia. Dia harus tetap menjadi Fahmi yang selalu menjaga Kiki bagaimanapun keadaannya nanti.
Kiki tersenyum, "Iya. Fahmi nahkodanya di sini."
"Good girl."
"Tapi tetap harus dibicarakan sama Papa sama Mama," Ucap Kiki.
"Iya, habis ini ke rumah Papa sama Mama."
Fahmi sudah duduk di sofa depan televisi. Di dalam rumah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Kiki baru saja dari dapur membawa empat cangkir teh untuk dinikmati bersama Fahmi dan kedua mertuanya.
"Fahmi mau tinggal berdua sama Kiki. Nggak sama Ayah Bunda, nggak juga sama Papa Mama." Ucap Fahmi to the point.
"Baguslah." Respon Somad sebelum meneguk teh.
"Teh buatan menantuku enak, manisnya pas." Ucap Somad setelah meneguknya.
Kiki hanya terkekeh.
"Lalu? Apa rencana kamu, Mi?" Tanya Niken.
"Fahmi mau ngontrak dulu Ma sambil nabung. Fahmi udah ngirim lamaran lewat email ke salah satu kantor advokat, tapi belum ada respon. Sambil nunggu respon kayaknya Fahmi mau jadi advokat freelance dulu."
"Ngontrak? Ngontrak di mana? Kamu ingin rumah yang seperti apa, sih?" Tanya Somad.
"Ya nggak tahu. Yang ada kontrakan murah di mana."
"Murah layak enggak? Menantu Papa tinggal di sana nyaman enggak. Kamu itu harus mikirin banyak hal, Mi. Kebahagiaan Kiki, keselamatan Kiki itu tanggungjawab kamu." Somad menasehati.
"Udah Fahmi pikir. Makanya Fahmi mutusin buat ngontrak. Emang kalau Fahmi nggak mikir, bakalan kepikiran gitu buat ngontrak?" Fahmi tetaplah Fahmi yang tidak bisa dibantah.
"Iya, tapikan harus cari kontrakan yang layak dan nyaman juga. Kasihan Kiki nanti."
"Ya kan cari kontrakan bisa sambil jalan, Pa. Fahmi juga nggak langsung ngontrak besok. Bisa bulan depan, bisa 2 bulan lagi. Sedapetnya. Yang penting kan niat dulu sambil usaha."
"Sudah, sudah. Kenapa jadi berdebat, sih?" Niken menengahi.
Kiki sendiri hanya diam melihat ayah dan anak ini berdebat. Kiki jadi bingung ingin membela dan mendukung siapa. Kiki tidak masalah tinggal di manapun, keadaan seperti apapun, Kiki bisa menerima semuanya.
"Terus kalau kamu jadi advokat freelance, iya kalau ada job, kalau enggak? Mau kamu kasih makan apa istri kamu? Papa sudah bilang dari dulu, ambil managemen biar bisa nerusin bisnis Papa. Kalau kayak gitu kan nggak susah, sudah pasti."
"Fahmi nggak khawatir Kiki nanti makan apa karena Fahmi nggak bakal biarin Kiki kelaparan. Fahmi nggak mau jadi pebisnis kaya Papa. Fahmi ingin jadi diri Fahmi sendiri, Fahmi lebih suka ambil hukum. Dan itu udah keputusan Fahmi, Pa."
"Tapi tetap, Papa belum bisa melepas kalian sepenuhnya."
"Pa, Fahmi sudah besar. Fahmi pernah hidup di negeri orang sendirian, bertahun-tahun. Dan Fahmi masih bisa makan. Begitu juga Kiki, dia pernah hidup sendiri di kota orang, dan dia masih hidup sampai sekarang."
"Tapi selama ini kalian kan mendapat kiriman uang dari orang tua." Somad tetap tidak mau mengalah.
"Begini saja, kamu katakan ingin rumah yang seperti apa. Atau ingin rumah di komplek ini juga? Biar dekat sama kami? Nanti Papa carikan."
"Nggak. Fahmi cari sendiri."
"Fahmi, Papa cuma ingin yang terbaik buat kalian."
"Pa, biar Fahmi yang menentukan mana yang terbaik untuk mereka. Biar Fahmi belajar tanggungjawab dari hal-hal kecil." Ucap Niken lembut.
"Tapi Ma-"
"Pa, biar kami berusaha dulu semampunya. Misalkan nanti kami mengalami kendala, pasti kami bilang sama Papa kok." Ucap Kiki dengan sangat hati-hati.
Somad menghela nafas panjang.
"Baiklah. Papa kalah kalau kedua bidadari ini sudah berbicara dan meminta."
Fahmi tersenyum simpul karena memenangkan perdebatan panjang ini.
Somad memikirkan banyak hal. Dia hanya tidak ingin Fahmi dan Kiki mengalami kesulitan. Terlebih dia sangat menyayangi Kiki. Tentu Somad tidak akan membiarkan Kiki hidup susah.
Yang harus Fahmi pikirkan saat ini adalah ke mana dia harus mencari kontrakan yang harganya terjangkau dan layak dihuni. Bagaimanapun Fahmi juga tidak ingin Kiki susah, Fahmi selalu ingin memberikan yang terbaik untuk Kiki.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEEYARA 2
Teen FictionSquel K E E Y A R A, jadi anggap saja ini K E E Y A R A dua, ya. Yang selama ini nunggu-nunggu, terimakasih. Ini kisah Kiki dan Fahmi dewasa, yang lebih mengerti apa arti hidup dan cinta. Tentu saja lebih pelik, dengan segala keputusan-keputusan yan...