Chapter 29

844 109 12
                                    

"Todoroki-kun, sudah lama aku ingin menanyakannya, apakah terjadi sesuatu lagi antara kau dan Victorique-san?"

Shouto tersedak minumannya sendiri, tak sengaja memiringkan gelasnya saat merasa terkejut hingga seluruh cairan dalam gelas sukses membasahi seragam sekolahnya. Spontan, Izuku mendesah panjang. Ia tak lagi memerlukan jawaban. Selagi lelaki yang disebut-sebut tertampan di kelas itu berusaha membersihkan noda di pakaiannya menggunakan serbet, Tenya yang duduk di sebelah Izuku menambahkan. "Oh, benar juga. Kalian sama sekali tak terlihat saling bicara setelah kepulangan kita dari rumah sakit. Jika memang ada sesuatu, beritahukan kepada kami sebelum kejadian waktu itu terulang lagi," ia membenarkan kacamatanya seraya menguarkan aura menuntut yang kental. Tenya sangat serius mengenai ucapannya barusan.

"Itu.." Shouto menggantungkan ucapan dan mengambil kesempatan untuk melirik ekspresi lawan-lawannya. Bukan berarti ia ingin membeberkan hal yang telah terjadi, namun ia tidak yakin teman-temannya akan berhenti menanyakan ini jika ia menghindar. Ditambah, ia bukanlah seorang pembohong handal. "Sesuatu yang memalukan," Shouto mengalihkan pandang ketika semburat merah tipis muncul di sepasang pipinya. Tenya sama sekali tak mampu menangkap maksud jawaban Shouto -jelas itu bukan sesuatu yang diharapkannya. Sementara Izuku memakan waktu sekitar sepuluh detik sebelum berkata penuh prasangka.

"Y-yang benar, Todoroki-kun?! Jangan-jangan.."

"Aku tidak akan mengatakannya, Midoriya."

Namun, seluruh bagian kulit wajah Izuku telah berubah merah bahkan sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya sendiri. Tubuhnya menegang seperti patung, dan ia menunduk malu seolah ia merupakan orang yang mengalaminya. B-bicara dengan gadis melalui telepon saja aku kesulitan. Jika seperti Todoroki-kun aku tidak akan sanggup! Begitulah yang dipikirkan si lelaki berambut hijau lumut. Masakan kelas satu yang baru saja memuaskannya kini tidak terasa sama sekali, dan ia bahkan tidak sadar akan hal itu. Sementara satu-satunya orang yang tak mengerti situasi kembali memertanyakan hal tersebut, tanpa sadar menggandakan kadar rona dua temannya. "A-anu.. Iida-kun, l-lebih baik.. k-kalau kita tidak.. menanyakannya," kata Izuku dengan volume suara yang semakin pelan di akhir kalimat, tak mampu menatap Tenya dengan pandangannya yang terasa berputar sekaligus panas. Dengan ini, Tenya menegang.

"T-todoroki-kun, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya lelaki mata empat itu lebih serius selagi kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan yang mengarah pada masalah mental Victorique; apakah depresi gadis itu semakin parah atau hal lain yang sejenis. "B-bukan begitu, Iida," gumam Izuku, mengepalkan tangan sampai bergetar. "Berhenti membuatku kesal, kau sampah berkacamata! Mereka itu berciuman. Begitu saja kau tidak mengerti!" suara Katsuki datang dari balik punggung Tenya sehingga mereka bertiga spontan menoleh ke arahnya. Benar juga. Jarak tempat duduk mereka pastinya memungkinkan Katsuki untuk menyimak pembicaraan mereka -terlebih ini mengenai Victorique yang merupakan target amukan lelaki itu. Sementara Eijiro yang duduk di hadapan Katsuki langsung memasang wajah tertarik.

"K-kacchan!" tegur Izuku ketika melihat Tenya kehilangan ekspresinya. Sungguh, hal itu benar-benar terjadi sebelum sang ketua kelas melancarkan omelan mengenai betapa tidak pantasnya tindakan tersebut, layaknya pejuang keadilan yang sedang memarahi oknum-oknum penyimpangan. Karena itulah Shouto tidak ingin menjawabnya sedari awal. Izuku merasa bagai orang bisu ketika menghadapi situasi ini, namun dalam hati ia justru bertanya-tanya.

Victorique-san memang tak pernah mengatakan apapun, tapi.. Mungkinkah, alasannya menunda 'kepergian' itu adalah karena Todoroki-kun?

"Kalian salah paham." ucapan itu ditujukan kepada Tenya, Izuku, Katsuki, dan Eijiro.

Tak!

Victorique meletakkan nampan makanannya di atas meja, lalu mengambil tempat kosong tepat di sebelah Shouto -yang langsung menahan napas- tanpa melakukan gerak-gerik tak penting. "Shouto pernah tak sengaja memasuki kamar mandi ketika aku di dalamnya, karena dia anak baik dan polos," Victorique melirik Shouto yang berwajah kaku sebelum melanjutkan dengan menatap langsung mata Tenya. "Dia merasa tidak enak bicara denganku sejak kejadian itu." katanya, selancar kereta api ekspress. "Padahal aku sudah lama memaafkannya," lanjut gadis itu sambil memakan suapan pertamanya penuh ketenangan. Dalam matanya yang sewarna hijau permata, kini terpantul lah wajah Eijiro yang melunturkan ekspresi ingin tahu berbahaya itu.

Behind Her Dark Soul ( Todoroki Shouto x OC )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang