[4] : Misteri Pertama

110 15 1
                                    

Sahabat, akan selalu berusaha membuat kita tertawa. Meski terkadang dengan kebohongan-kebohongan kecil yang dianggap orang lain bodoh.

-Sean

########

Rindu memasuki UKS setelah kepergian Siska. Ia masih enggan mengubris ucapan Siska yang mengatakan bahwa Pandu adalah 'monster' yang harus di jauhi. Bagaimana mungkin pria setampan Pandu bisa menjadi monster. Menurut Rindu, bahkan Pandu lebih tampan dibanding Sean yang sangat di elu-elukan atau juga dibanding Tama sang kapten futsal. Malah awalnya Rindu berpikir, bahwa Pandu merupakan salah satu dari jajaran pujangga sekolah yang katanya selalu membuat jantung berdebar hanya dengan melihat mereka melintasi kantin.

Atau jangan-jangan pikiran siswi di sekolah ini sudah lurus? Maksudnya tidak lagi menggilai laki-laki dengan cara berlebihan. Bukannya bagaimana, walaupun Rindu tidak dekat dengan banyak orang, tapi dia punya koneksi kesemua arah, dan dengan koneksi itu telinga Rindu bisa mendengar desas-desus gosip sekolah. Ya, telinga Rindu masih cukup sehat untuk mendengar percakapan siswi dikelasnya perihal seorang perempuan bernama Gia yang mengerjai Lisa habis-habisan hanya karena dia jadian dengan Tama.

Bukankah itu gila? Mereka masih SMA, tapi sudah begitu bergantung pada cinta. Yang entah cinta itu akan menjadi cinta abadi mereka di masa depan, atau hanya menjadi masa lalu yang bahkan teramat malu untuk di ceritakan. Jadi, Rindu lebih baik menyimpan cinta SMA nya sendirian, menunggu saat yang tepat untuk pengungkapan.

Kavin tengah memberi Pandu minum saat Rindu masuk, "Lo nggak bisa kayak gini terus. Lo harus bisa nahan emosi lo, Ndu" Ujar Kavin tegas, tapi dari nada bicaranya ramah sekali kegusaran terdengar.

Pandu hanya diam, lalu meraih gelas yang Kavin ulurkan.

"Ahh... " Pandu meringis, saat menyadari tangannya masih terluka. Bahkan darah segar yang tadi mengotori lantai sudah mengering dengan sendirinya.

Pandu berdecak, lantas menggunakan tangan yang satunya lagi untuk mengambil gelas itu. Kavin menghela nafas, lalu terkejut saat melihat Rindu diambang pintung.

"Oh hai, Rindu! Gue kira lo udah pergi" Sapa Kavin kaku sambil melambaikan tangannya.

Rindu hanya tersenyum, lantas mendekati Pandu. Diambilnya gelas yang isinya tinggal setengah itu, lalu diletakkannya di nakas samping Pandu.

Rindu berjalan menuju lemari penyimpanan obat. Lalu mengambil kotak P3K yang baru karena yang tadi di ambil Siska sudah berantakan.

Pandu melirik Rindu, diam-diam memperhatikan gerakan yang dilakukan gadis itu. Hingga saat Rindu sudah berdiri lagi didekatnya, Pandu menunduk. Enggan menatap wajah Rindu. Rasanya, Pandu terlalu malu memperlihatkan wajahnya pada Rindu setelah apa yang sudah ia lakukan pada Siska. Padahal biasanya, saat emosi Pandu tengah meledak sekalipun, Pandu tak pernah menundukkan kepalanya karena merasa malu, ia pasti akan menatap setiap orang disekitarnya dengan pandangan mematikan. Seperti seorang jagal yang tengah melebarkan kekuasaannya, pandangan Pandu seakan berkata 'Ganggu gue sama dengan mati'.

Rindu mengulurkan tangannya, membuat Pandu meliriknya sekilas. Karena merasa Pandu tak akan menerima uluran tangannya. Rindu memberanikan diri meraih tangan Pandu sendiri.

"Ahh.." Pandu lagi-lagi meringis, saat Rindu menarik tangannya sedikit kasar.

Pandu melirik tajam kearah Rindu, tapi entah mengapa Rindu tak terlalu mempedulikannya. Rindu malah bersikap masa bodoh dan memutar bola matanya jengah.

MILLIONS [PANDU RINDU] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang