Kata orang perbedaan memang suatu hal yang indah. Tapi, apakah perbedaan bisa bertahan selamanya?
Apa manusia yang penuh dengan prasangka bisa terus berpikir positif pada perbedaan?
-Bev
#####
Seminggu sejak kejadian 'kecelakaan Pandu' itu terjadi. Dan sejak hari itu juga Rindu belum pernah melihat Pandu lagi disekolah ini. Si Tampan itu seperti hilang ditelan bumi. Beberapa kali Rindu iseng melihat absensi kelas Pandu kala ia melaporkan absensi kelasnya ke bagian piket, tapi seminggu ini Rindu tak pernah melihat nama Pandu bertengger diatas kertas itu dengan alasan izin, sakit, atau alfa.
Rindu sempat berpikir untuk menemui Kavin. Tapi Rindu ingat bahwa ia tak pernah tau kelas Kavin dimana. Sesekali saat Rindu melihat Kavin, ia hendak bertanya. Tapi ia urungkan kala melihat Kavin tengah sibuk dengan teman-temannya. Dan saat Kavin sudah sendirian, ada hal lain lagi yang membuat Rindu membatalkan niatnya. Seperti yang baru - baru ini Rindu ketahui, Kavin ternyata kapten basket yang sangat di gilai kaum hawa seantero sekolah. Jadi, saat Kavin tengah sendirian berjalan di koridor mulai dari tatapan kagum hingga tatapan singa lapar dari para perempuan kontan tertuju pada Kavin, membuat nyali Rindu ciut karena takut disangka perempuan ganjen yang berani mendekati pujaan hati mereka.
Rindu berjalan gontai menuju kantin. 4 jam pelajarannya terasa berat karena harus ulangan matematika dan fisika bergantian. Tak jauh berbeda dari Rindu, Sean yang berada disampingnya pun terus saja mengoceh sejak tadi, mulai dari guru matematika yang tega memberikan ulangan mendadak, hingga guru fisika yang malang karena tertimpa layar proyektor yang jatuh saat ia memberikan soal ulangan melalui layar.
Hal yang membuat Rindu, Sean, dan murid lain tak habis pikir adalah guru tersebut masih melanjutkan ulangan walaupun dia baru saja mendapat kecelakaan.
"Kesal gue njir! Liat aja kalau Bahasa Indonesia nanti ulangan, gantung diri gue di toilet!" Eluh Sean yang tak dihiraukan oleh Rindu.
Saat ini yang Rindu butuhkan hanya makan, dan kini pikirannya tengah dipenuhi bagaimana caranya bisa mendapat makanan dengan cepat di kantin yang sudah pasti sangat ramai. Rindu bukanlah tipe remaja yang suka jajan atau berlama-lama di kantin, ia lebih suka membawa bekal dari rumah yang sudah disiapkan oleh bundanya. 2 tahun berlalu Rindu di sekolah ini, bisa dihitung pakai jari berapa kali ia makan di kantin saat jam istirahat.
Mata Rindu meredup tepat di ambang pintu kantin. Tiba-tiba Rindu merasa sangat menyesal meninggalkan bekalnya dan membuat ia harus berdesak-desakan di kantin. Sebenarnya kantin sekolah ini termasuk luas, hanya saja jumlah murid yang banyak, tak bisa sabar dan enggan mengantri saat memesan makanan membuat keadaan kantin kurang kondusif dan terkesan rusuh.
"Yah, gimana mau makan? Bahkan tempat duduknya aja udah nggak ada" Ujar Rindu sambil memanyunkan bibirnya.
Sean pun merasa kasihan pada Rindu. "Lo pesan minum aja, biar gue yang pesan makannya"
"Nggak apa-apa emang?" Binar mata pun tak bisa disembunyikan dari mata Rindu.
"Ya nggak apa lah, santai, babang Sean disini" Balas Sean dengan nada membanggakan diri khas anak kecil.
Rindu mengabaikan Sean dan langsung berjalan menuju gerai penjual minuman yang untungnya tidak terlalu ramai.
Rindu tersenyum mendekati gerai minuman yang menjual milktea. Menu favorite nya sepanjang masa selain milkshake. Rindu memang penggemar berat segala jenis makanan dan minuman yang berhubungan dengan susu dan rasa manis, sebaliknya, ia kurang menyukai minuman bersoda yang katanya sangat menyengat di lidah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILLIONS [PANDU RINDU]
Teen FictionAku akan selalu punya berjuta alasan untuk bertahan disaat mereka punya satu alasan untuk meninggalkan --------------------------------------------- Berkisah tentang 5 orang remaja dari latar belakang, kehidupan, dan masa lalu yang berbeda. Berjuang...