[13] : We'll Be There

64 8 1
                                    

Karena dunia adalah tempat yang kejam, kamu membutuhkan teman untuk menghadapinya.

-Bev

#####

Rindu melangkahkan kakinya cepat keluar dari rumah megah itu. Membuat beberapa pelayan menatapnya heran tapi tetap tersenyum sopan.

"Mau saya antar kemana, Non?" Tanya seorang supir saat Rindu sampai diambang pintu.

"Nggak usah, Pak saya pulang sendiri" Sahut Rindu dengan memaksakan senyumnya.

Saat Rindu sampai di gerbang, satpam sontak langsung membuka pagar dengan terburu-buru.

"Tutup gerbangnya!" Seru seseorang dari arah belakang.

Mendengar suara Pandu, satpam itu langsung pontang-panting menutup gerbangnya lagi.

Rindu menatap tajam, "Pak, buka lagi gerbangnya!" Pinta Rindu.

"Maaf, Non" Jawab satpam itu dengan tatapan menyesal.

Rindu melirik Pandu yang tinggal beberapa langkah lagi sampai didekatnya. Lalu menghela nafas dalam untuk menghadapi manusia semacam Pandu.

Rindu membalikkan tubuhnya, menatap Pandu sinis, "Buka gerbangnya!"

Pandu menaikkan alisnya sebelah, "Ikut gue!" Titah Pandu sembari menarik tangan Rindu.

Rindu membelalakkan matanya, tangannya sontak langsung menghempaskan tangan Pandu, tapi nihil. Pandu mencengkramnya kuat.

"Pandu lepasin!" Pinta Rindu memaksa.

Pandu mengabaikan Rindu. Wajahnya masih tetap datar. Dengan tergesa-gesa Pandu menarik Rindu menuju mobilnya.

Rindu tidak punya pilihan lain selain mengikuti Pandu, karena percayalah wajah Pandu saat ini sangat menyeramkan.

Rindu duduk di kursi penumpang dengan jantung yang berdebar tak karuan, tangannya sibuk mengusap bekas cengkraman Pandu yang meninggalkan bekas kemerahan.

Pandu melirik ke arah Rindu sekilas, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Bahkan satpam yang membukakan gerbang untuk Pandu terlonjak kaget karena mobil Pandu yang menderu kencang.

Tubuh Rindu terhuyung mengikuti gerakan mobil, membuat gadis itu sigap berpegangan karena takut membentur dashboard atau hal lainnya yang memungkinkan membuat kepalanya terluka.

Sementara itu Pandu disebelahnya fokus pada jalanan didepannya. Untungnya jalanan sudah tidak terlalu ramai, mengingat jam sibuk sudah berlalu sejak sejam yang lalu.

Tapi sialnya, Pandu semakin menjadi menjejal jalanan lapang. Rindu bahkan sudah tidak bisa menebak berapa kecepatan mobil yang ditumpanginya saat ini.

"Pa--Pandu" Cicit Rindu pelan.

Pandu sebenarnya mendengar cicitan Rindu, tapi memilih abai dan melampiaskan emosinya pada jalanan tak bertuan.

"Pandu pelan-pelan" Kali ini Rindu memberanikan diri membuka suaranya.

Tapi bukannya kelegaan yang didapat, Pandu malah semakin nafsu menginjak pedal gas.

Rindu menutup matanya, sibuk menahan tubuh agar tidak terhuyung. Rasanya Rindu tidak perlu lagi naik rollercoaster atau histeria untuk adrenalin yang sama, didalam mobil bersama Pandu saat ini sudah lebih dari kata cukup.

MILLIONS [PANDU RINDU] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang