Manusia adalah Salah Satu Ciptaan Allah
Manusia hanyalah salah satu ciptaan Allah. Kendati demikian, manusia adalah ciptaan Allah yang tertinggi dibanding dengan ciptaan Allah yang lain. Allah menciptakan manusia berbeda dengan ciptaan yang lain. Manusia diciptakan secara istimewa dan ajaib. Daud berkata, "Aku bersyukur kepada-Mu karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya" (). Hanya manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, terlebih lagi hanya manusia pulalah yang ditugaskan oleh Allah untuk memelihara, melestarikan dan mengelola ciptaan yang lain () Walau manusia memiliki hak istimewa untuk menguasai ciptaan yang lain, tidaklah berarti manusia boleh menggunakan hak tersebut secara semena-mena dan merusak ciptaan yang lain. Manusia mempunyai hak untuk menguasai ciptaan yang lain, semata-mata karena manusia memang diciptakan lebih istimewa dibanding yang lain. Akan tetapi, manusia harus tetap bertanggung jawab kepada Allah, Sang Pencipta.
Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah
Istilah "gambar dan rupa" sebenarnya adalah dua istilah yang memiliki makna yang sama. Memang dalam dituliskan bahwa manusia diciptakan sesuai gambar ("tselem") dan rupa ("demuth") Allah, namun sesungguhnya dalam bahasa Ibrani/asli tidak ada kata penghubung "dan" yang menunjukkan bahwa sebenarnya kedua kata tersebut digunakan hanya untuk memberi penekanan, bukan dua arti yang berbeda. Arti kata "tselem" (gambar) adalah suatu peta yang memiliki bentuk patron. Berarti, peta tersebut bukanlah baru dibentuk, tetapi tinggal mengikuti bentuk patronnya. Umumnya, sebelum seorang menjahit baju, ia terlebih dahulu membuat patronnya. Sedangkan kata "demuth" (rupa) berarti suatu gambar yang modelnya harus sesuai dengan bentuk yang pertama. Dari arti kata "tselem" dan "demuth" dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya keduanya punya arti yang sama. Jadi, apa artinya diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah?
Pertama, Allah adalah patron dasar manusia. Manusia tidak hadir dengan sendirinya, tetapi memiliki sumber, yaitu Allah. Hal ini berarti manusia harus kembali kepada Allah sebagai sumbernya. Dalam konteks penciptaan, manusia harus kembali mempertanggungjawabkan tugas dan pekerjaannya dalam mengolah bumi kepada Allah. Dalam konteks kejatuhan sekarang ini, manusia dalam mengalami masalah dan kesulitan dapat kembali kepada Allah. Dalam Allah sajalah, sebagai patron dasar, manusia dapat melihat bukan hanya masalahnya, melainkan juga kesalahannya. Dengan kata lain, manusia dapat menyelesaikan segala kesulitan, baik yang sifatnya internal, dari dalam diri manusia, maupun eksternal dari luar dirinya, di dalam Allah untuk disesuaikan kembali dengan bentuk patronnya.
Kedua, manusia mencerminkan Allah. Dalam tugasnya sebagai tuan atas bumi, manusia mencerminkan Allah pencipta. Dalam mencerminkan Allah, manusia bukanlah hanya secara pasif bertindak sebagai cermin, tetapi juga harus berusaha secara aktif untuk mencerminkan Allah. Dalam konteks kejatuhan, manusia sama sekali tidak mampu mencerminkan Allah karena rusak secara total oleh dosa. Namun, pembaruan dalam Kristus memungkinkan manusia untuk kembali dan berusaha mencerminkan Allah. Yesus memperbarui agar manusia hidup serupa dengan Allah (). Memang manusia tidaklah dapat mencerminkan Allah secara utuh karena ada perbedaan kualitas. Namun, manusia tetaplah harus terlihat sebagai refleksi tertentu dari Allah.
Ketiga, manusia seperti Allah tetapi bukan Allah. Artinya, manusia memiliki potensi-potensi seperti Allah, tetapi manusia harus tetap mempertanggungjawabkan segala potensinya kepada Allah yang telah memberikan potensi dan tanggung jawab kepada manusia. Dalam bahasa Perjanjian Baru, manusia harus mempertanggungjawabkan segala karunia yang telah Allah berikan untuk memperlengkapi manusia.
Keempat, manusia harus mewakili Allah. Ia menciptakan manusia secara khusus, sesuai dengan gambar dan rupanya haruslah juga dihubungkan dengan penciptaan yang lain. Artinya, manusia sebagai gambar dan rupa Allah punya maksud untuk meneruskan karya Allah di bumi ini, tentunya ini tidak berarti bahwa Allah telah berhenti berkarya, Allah terus berkarya. Dalam hubungan dengan ciptaan yang lain, manusia ditentukan sebagai wakil Allah atas bumi dan segala isinya. Sebagai wakil Allah, manusia mutlak untuk terus berhubungan dengan Allah yang diwakilinya. Selain itu sebagai wakil, manusia harus terus bergantung pada Allah. Kemanusiaan manusia terletak pada relasinya dengan Allah. Semakin manusia mempunyai relasi yang baik dengan Allah, semakin manusia kehilangan kemanusiaannya, bahkan tidak lagi dapat mengenali dirinya dengan baik. Karl Barth pernah mengatakan bahwa manusia tidak dapat mengenal dirinya sendiri jikalau tidak mempunyai hubungan dengan Allah.
YOU ARE READING
Manusia Abadi [SELESAI]
Non-FictionMembaca cerita ini, kamu akan memahami manusia lebih mendalam, agar dalam bertingkah laku dan berbudaya, dalam hidup di tengah-tengah masyarakat dan dunia ini, kamu akan diperlengkapi untuk menjalankan arti hidupnya di hadapan Tuhan dan sesama secar...