Potensi-potensi manusia dalam pengembangannya sangat bergantung pada apa yang disebut sebagai kecerdasan manusia. Kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan yang masih baru di Indonesia, yaitu Spiritual Quotient (SQ).
Kecerdasan pertama, yaitu IQ. Untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya semaksimal mungkin, sering kali orang tua sangat mementingkan perkembangan IQ atau perkembangan secara intelektual. Oleh karena itu, sedini mungkin orang tua akan memberi makanan dengan gizi yang besar agar anak-anaknya mempunyai otak yang cerdas. Produk-produk susu dan makanan dewasa ini berlomba-lomba menawarkan komposisi yang dapat membuat anak cerdas.
Dengan otak yang cerdas, seorang anak diharapkan akan mampu menyerap segala pengetahuan yang ditawarkan padanya dengan sangat baik. Kemudian setelah anak bertumbuh, sedini mungkin anak akan diajarkan bermacam-macam pengetahuan. Belajar membaca, menghitung, bahkan komputer diajarkan pada anak sedini mungkin. Orang tua pun akan bangga jika anaknya dipuji meski masih kecil sudah lancar membaca dan menghitung, bahkan dapat mengoperasikan komputer. Dewasa ini dapat dilihat bagaimana anak-anak mulai kehilangan waktu bermain, bersosial, dan bermasyarakat. Jadwal mereka sangat padat dengan kursus-kursus yang diikuti, yang semuanya diharapkan orang tua agar anak mereka kelak menjadi anak yang produktif karena dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Tentulah kecerdasan intelektual harus dipersiapkan dengan saksama, namun ini bukan yang terpenting. Banyak orang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang luar biasa, tetapi ternyata tidak dapat membuat dunia ini semakin baik. Bahkan tidak sedikit di antaranya yang merusak lingkungan sosial dan kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, manusia membutuhkan kecerdasan yang kedua.
Kecerdasan kedua, yaitu EQ. Di Indonesia, kecerdasan ini dikenal karena buku karangan Daniel Goleman yang berjudul "Kecerdasan Emosional: Mengapa EQ Lebih Penting daripada IQ". Dunia tidak hanya butuh orang yang pintar secara intelektual, tetapi juga orang yang cerdas secara emosi. Kecerdasan emosional itu mengembangkan sikap bagaimana seseorang harus menempatkan diri di tengah-tengah lingkungan sosial dan masyarakat. Orang yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya adalah orang yang dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Orang dengan emosi yang baik dan terkontrol akan lebih mampu menguasai keadaan dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, bagi masyarakat modern, lebih baik bergaul dengan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik ketimbang orang dengan intelektual yang baik, namun tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.
Sekolah-sekolah kepribadian dan pelatihan-pelatihan mental pun marak bertumbuh. Tentulah jauh lebih baik jika orang dengan IQ yang baik juga memiliki EQ yang baik. Namun, EQ yang baik juga belum dapat membuat orang itu merefleksikan dirinya dengan baik di tengah dunia. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional tidak mampu menjawab persoalan seperti bagaimana nasib seseorang setelah mengalami kematian? Atau apakah arti hidup ini yang dapat membawa seseorang memiliki rasa frustasi tersendiri di dalam hidupnya? Rasa frustasi ini akan menggiring seseorang dalam ketidaktenangan hidup yang pada akhirnya, tentu saja, membuat orang tersebut tidak mampu memiliki emosi yang seimbang kendatipun ia telah dilatih di sekolah-sekolah kepribadian atau pembinaan mental dan sebagainya. Karena itu, ada kecerdasan ketiga, yakni kecerdasan spiritual.
Kenyataannya, dunia tidak semakin baik dengan IQ dan EQ. Ternyata dunia dengan dua macam kecerdasan tersebut tidak mampu membuat dunia semakin baik dan aman, malah sebaliknya yang terjadi, dunia semakin jahat, korup, dan mesum. Secara esensial, dua hal tersebut sangat kurang. Berkesimpulan bahwa IQ dan EQ sudah cukup, sama saja dengan berkesimpulan bahwa struktur manusia terdiri dari "mind" yang menjadi dasar IQ, dan "body" yang menjadi dasar EQ. Padahal, para ilmuwan hampir sepakat bahwa faktor kunci bagi peradaban manusia adalah spiritual/rohani. Inilah yang saya kira menjadi alasan penting psikolog terkemuka Carl Jung menulis "Modern Man in Search of a Soul". Manusia perlu kecerdasan jenis ketiga yakni, "Spiritual Quotient". Paul Edwards, dalam bukunya "Spiritual Intelligence" (1999), menandaskan bahwa spiritual adalah dasar bagi kecerdasan IQ dan EQ sehingga dapat mengembangkan dunia menuju keberadaban dan kedamaian.
SQ berfungsi agar perkembangan IQ dan EQ berkembang secara benar. SQ yang baik dapat menolong seseorang untuk memiliki arti hidup, ketenangan, dan kedamaian yang tidak dapat diberikan oleh IQ dan EQ. Bahkan dengan SQ yang baik, seseorang dapat memiliki hikmat atau kearifan di dalam menyikapi tantangan dan godaan yang sedang ada di sekitarnya. Kecerdasan spiritual akan menolong seseorang agar mampu bersikap jujur, adil, toleransi, terbuka, penuh kasih sayang terhadap sesama. Seseorang yang dekat dengan Tuhan yang Mahasuci, Mahatahu, dan Bijaksana, tentu akan juga memiliki refleksi diri yang lebih mantap. Pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan akan mantap, tenang, jernih, dan bersih. Hal-hal ini akan menyingkirkan segala yang kotor, najis, jahat, dendam, iri hati, egoisme yang merusak sesama dan lingkungan, serta segala energi negatif yang tampak pada manusia yang tidak mempunyai hubungan dengan Tuhan. Bukankah hal-hal ini yang jauh lebih penting dalam kehidupan manusia? Jika demikian, tentu saja seharusnya potensi-potensi manusia dalam pengembangannya lebih baik dilandasi dengan kecerdasan spiritual.
SQ sangat dibutuhkan dan harus dikerjakan secara serius karena sains modern akhirnya gagap, bahkan gagal ketika menjelaskan hakikat manusia sejati. Makna hidup bagi manusia modern, arti hidup di dunia fana ini, bagaimana menjalani hidup secara benar, misteri kematian, dan seterusnya, menjadi kegalauan dan pertanyaan besar bagi manusia yang tidak mengembangkan aspek spiritualnya. SQ akan menolong manusia untuk tahan godaan, berhati luas, berpikiran sehat, mengalami kedamaian, dan kebahagiaan serta kearifan dalam menghadapi setiap persoalan, serta terus berusaha menciptakan keharmonisan. Bukankah hal ini sangat bermanfaat dalam membangun dunia yang aman, tenteram, damai, serta sehat dan bahagia? Profesor Khalil Khavari dalam bukunya, "Spiritual Intelligence", mengatakan, "Intan yang tidak terasah yang dimiliki oleh setiap insan ialah hal rohani. Kita harus mengenalinya dan mengembangkannya untuk memperoleh kebahagiaan personal/pribadi." Zohar dan Marshall berpendapat bahwa menciptakan manusia yang unggul dan yang mampu membangun dunia semakin baik dan damai adalah manusia yang dipersiapkan sebaik mungkin akan IQ, EQ, terutama SQ. Dengan SQ yang baik, yang mendasari IQ dan EQ, seseorang akan dapat mengembangkan segala potensinya dengan maksimal sehingga berguna bagi perkembangan dunia yang semakin beradab, damai sejahtera dan tenteram.
Untuk memiliki kecerdasan spiritual, seorang harus dekat dengan Tuhan. Oleh karena itu, hubungan pribadi dengan Tuhan mutlak perlu diusahakan dan dipelihara sehingga dalam menghadapi setiap kemajuan manusia tidak bertambah egois, tetapi selalu memikirkan semuanya dalam perspektif iman yang benar. Hubungan yang dekat dengan Tuhan akan menolong seseorang untuk tidak gampang stres dan depresi dalam menghadapi tantangan yang ada karena kekuatan Tuhan selalu menyertainya. Hubungan pribadi biasanya tampak dalam kesukaan dan kedisiplinan dalam berdoa dan membaca Kitab Suci. Sebagai orang Kristen kedua hal ini adalah hal mendasar bagi berkembangnya kecerdasan spiritual seseorang. IQ dan EQ akan berkembang pada jalurnya untuk membangun dunia semakin baik ketika seseorang memiliki hubungan dengan penciptanya.
YOU ARE READING
Manusia Abadi [SELESAI]
Non-FictionMembaca cerita ini, kamu akan memahami manusia lebih mendalam, agar dalam bertingkah laku dan berbudaya, dalam hidup di tengah-tengah masyarakat dan dunia ini, kamu akan diperlengkapi untuk menjalankan arti hidupnya di hadapan Tuhan dan sesama secar...