Empat

1.8K 207 8
                                    

Ketenangan yang baru saja (namakamu) dapatkan sepertinya harus sirna. Sebab Olivia tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar (namakamu) sambil marah-marah tidak jelas.

"Bener-bener ya! Dari dulu gue yakin kalo lo pacaran sama Raffy cuma mau numpang tenar doang kan?" bentak Olivia.

"Maksud kakak apa sih?" tanya (namakamu) yang memang tidak mengerti arah pembicaraan.

"Halah gausah pura-pura deh! Walaupun disekolah gue gak ngakuin lo sebagai adek gue bukan berarti gue gak tau apa-apa. Baru aja Raffy pergi, lo udah deketin Iqbaal lagi. Dasar cabe"

(namakamu) menggeleng pelan. "Astaga kak, aku sama Iqbaal cuma temenan. Kakak pikir setelah Raffy pergi aku baik-baik aja gitu? Aku bener-bener ngerasa kehilangan kak"

Olivia tertawa meremehkan. "Kalo gitu harusnya lo gak deketin cowok lain lagi dong? Ganjen sih jadi cewek. Harusnya kemaren Raffy jadi pacar gue. Bukan pengkhianat kaya lo!"

Detik berikutnya Olivia menarik kuat rambut (namakamu) membuat cewek itu menjerit kesakitan.

"Aww sakit kak"

"Lo rasain nih!" ujar Olivia sambil menarik rambut (namakamu) lebih kuat lagi.

Rasa sakit dibagian kepalanya semakin menjadi. Karna sudah tidak tahan, akhirnya (namakamu) melepaskan tarikan Olivia secara paksa. Karena hilang keseimbangan, kepala Olivia berbenturan dengan dinding lumayan keras hingga menyebabkan bunyi gaduh.

"(NAMAKAMU)! KAMU APAIN KAKAK KAMU HAH?!" bentak Anton saat melihat putri kesayangannya tergeletak di lantai dengan hidung mengeluarkan darah.

Dona menatap (namakamu) dengan tatapan tajam. "Kamu tau kakak kamu punya penyakit. Tapi kenapa kamu jahat sama dia?!" bentaknya.

Merasa dirinya tidak bersalah, (namakamu) mencoba memberikan perlawanan. "Aku nggak ngapa-ngapain ma, pa. Tadi kak Oliv duluan yang jambak aku. Karna ak---"

PLAK

Belum selesai menjelaskan, (namakamu) kembali terdiam saat Anton menampar keras pipi kirinya.

"Pa" ucap (namakamu) tidak percaya sambil memegang pipinya.

"Itu hukuman buat anak gatau diri kaya kamu! Beraninya kamu memutar balikan fakta dan menyalahkan Olivia" gertak Anton dengan suara yang keras.

Kemudian Arif masuk ke dalam kamar (namakamu) dan membantu Anton membawa Olivia ke mobil.

"Tega kamu (nam). Salah apa sih Olivia sama kamu?" tanya Dona setengah membentak. Setelah itu beliau segera menyusul suaminya.

(namakamu) duduk di tepian ranjangnya. Entah sejak kapan airmatanya sudah mengalir deras. Jujur saja, (namakamu) sudah lelah diperlakukan seperti ini. Tapi pada dasarnya ia terlalu baik sehingga tidak berani memberikan perlawanan.

"Harusnya aku yang tanya. Aku punya salah apa sampe kalian benci sama aku?" lirihnya.

Yang (namakamu) butuhkan saat ini hanya ketenangan. Ia ingin beristirahat sejenak dan melupakan semua yang baru saja terjadi.

~•~

Pukul 7 malam (namakamu) baru terbangun dari tidurnya. Bukannya membaik keadaannya malah semakin memburuk. Sekarang kepalanya pusing, sangat pusing. Dengan sisa tenaganya, (namakamu) mencoba keluar dari kamar dan mencari Bi Rina.

Yang pertama kali (namakamu) lihat saat membuka pintu kamar adalah Arif. Kakak laki-lakinya itu baru saja keluar dari kamarnya yang terletak persis di sebrang kamar (namakamu).

"Abang liat Bi Rina nggak?" tanya (namakamu) dengan suaranya yang sudah lemas.

Arif terdiam. Ia terkejut saat mendapati wajah (namakamu) yang pucat pasi.

"(namakamu) pusing banget. Mau minta obat ke Bibi" ujar (namakamu) lagi membuyarkan lamunan Arif.

Tapi tiba-tiba Arif membelalakkan matanya saat melihat tubuh adiknya perlahan jatuh ke lantai. Alih-alih berdiam diri, ia segera mendekat kesana.

"(namakamu)! Sadar (nam)!" ujarnya sambil menepuk-nepuk pipi (namakamu).

Tak lama dari itu Bi Rina datang dengan terburu-buru. "Yaampun den, ini non (namakamu) kenapa?" tanya Bi Rina dengan cemasnya.

"Arif juga nggak tau Bi. Tapi kayanya kita harus bawa (namakamu) ke rumah sakit sekarang"

Bi Rina mengangguk setuju. Ya, bagaimanapun juga Arif masih memiliki rasa peduli terhadap (namakamu). Karna sejujurnya, Arif memang mengakui kalau adik bungsunya itu tidak pantas dibenci.

Lain sisi...

Iqbaal segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit setelah mendapat telfon dari Bi Rina. Pria itu memang meminta kepada Bi Rina agar memberitahunya semua informasi tentang (namakamu).

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit Iqbaal sampai di tempat tujuan. Ia kembali menghubungi Bi Rina untuk menanyakan dimana ruangan (namakamu).

Akhirnya Iqbaal menemukan ruangan (namakamu). Di sana ada Bi Rina, Bang Arif dan tentu saja (namakamu) yang masih setia menutup matanya.

"(namakamu) kenapa?" tanya Iqbaal saat pertama kali masuk.

"Dokter bilang (namakamu) terlalu capek. Makannya juga nggak teratur" jawab Arif.

"Kok bisa sampe pingsan lagi?"

"Bibi juga kurang tau den. Yang jelas waktu bibi naik ke atas non (namakamu) udah begini"

Tetapi kemudian Arif buka suara. "Tadi dia habis berantem sama Olivia"

Merasa penasaran, Iqbaal pun kembali melontarkan pertanyaan. "Berantem gimana?"

Sejenak Arif tampak menghela napasnya. "Sebenernya gue juga ngga tau persis gimana kejadiannya. Tapi yang gue tau, Olivia jambak (namakamu) tadi. Mungkin karna mau ngasih perlawanan (namakamu) ngelepas tangan Olivia secara paksa? Dan alhasil Olivia yang hilang keseimbangan juga ikut jatuh dan kepalanya ngebentur dinding"

"Ya kita disini sama-sama tau kan gimana sikap mama dan papa ke (namakamu)? Papa yang emang waktu itu denger suara ribut-ribut langsung naik ke atas dan ngeliat Olivia jatuh. Tanpa harus gue jelasin lo pasti tau apa yang terjadi selanjutnya" jelas Arif yang kemudian menatap Iqbaal.

"Om dan Tante malah nyalahin (namakamu) atas kejadian ini iya kan?"

Arif mengangguk pelan membuat Iqbaal mengepalkan kedua tangannya. "Kalo lo tau (namakamu) gak salah kenapa lo diem aja?! Pengecut lo!"

Berbanding terbalik dengan Iqbaal yang tampak emosi, Arif justru tetap terlihat tenang. "Lo gak tau gimana rasanya ada di posisi gue. Serba salah Baal"

Iqbaal mendecih tak suka. Ia benar-benar tidak terima (namakamu) selalu disalahkan seperti ini. "Lo tau ngga? Adek lo ini harus keluar rumah malem-malem untuk cari makan cuma karna nggak diperhatiin sama orang tuanya? Dan apa lo tau (namakamu) sampe sakit karna kehujanan? Ditambah lagi dia harus begadang karna ngerjain tugas Olivia apa lo tau?"

Bi Rina hanya diam sambil sesekali mengelus kepala (namakamu). Ia bersyukur karna nona yang sudah dianggapnya sebagai anak itu masih mempunyai Iqbaal yang sangat menyayanginya.

"Gue emang pengecut karna gue terlalu egois. Gue gak mau mengakui kalo sebenernya gue nggak tega liat (namakamu) digituin. Tapi di sisi lain gue juga nggak mau ngecewain Olivia dan bikin penyakitnya semakin parah"

"Bang, gue yakin banget lo udah dewasa. Lo bisa nilai mana yang benar dan mana yang salah. Kenapa lo nggak coba jelasin ke orang tua lo kalo adek lo ini nggak salah? Kenapa (namakamu) harus dibenci dan diperlakukan dengan kasar?" ujar Iqbaal sudah kelewat emosi. Ia benar-benar tidak habis pikir.

Tanpa menjawab pertanyaan Iqbaal, Arif memilih untuk pergi dari sana. Sebelum pergi ia sempat mengecup kening (namakamu) pelan. Melihat itu, Iqbaal dan juga Bi Rina sangat yakin bahwa sebenarnya Arif menyayangi (namakamu).



 






































































si bapak ngegas mulu ga cape apa😂

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang