Pagi ini (namakamu) berangkat sekolah di antar oleh Arif. Pagi-pagi sekali cowok itu sudah bangun dan menunggu adik bungsunya bersiap-siap. Padahal semalam Irzan berpesan kalau sebaiknya cewek itu tidak usah masuk ke sekolah dulu. Tapi (namakamu) tetap bersikeras untuk sekolah seperti biasa.
"Oh iya bang, besok papa ulang tahun kan?"
Mendengar ucapan (namakamu), Arif kembali mengingat-ingat tanggal. "Iya (nam). Hampir lupa kalo kamu nggak ingetin"
"Abang mau bantuin aku nggak?"
"Bantuin apa?"
"Kayanya sekali-kali aku pengen bikin kejutan buat papa. Siapa tau dengan cara ini papa mau maafin aku"
Arif menoleh ke arah samping kirinya, ia juga ikut tersenyum saat melihat (namakamu) tersenyum. "Jadi rencana kamu apa?"
"Aku pengen bikinin kue buat papa. Abang mau bantu kan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh cowok itu.
"Nanti pulang sekolah abang jemput kamu. Kita sekalian belanja buat bahan-bahannya. Gimana?"
(namakamu) mengangguk setuju. Tak lama kemudian mobil yang dikendarai Arif sampai di sekolah. Sebelum turun, tidak lupa (namakamu) mencium pipi abangnya itu.
Mungkin mereka memang sudah dewasa. Tapi bagi Arif, (namakamu) akan tetap menjadi adik kecilnya. Dan akan selalu seperti itu.
Kembali dengan (namakamu) yang baru saja sampai di koridor. Masih sama seperti kemarin, bahkan mungkin hari ini bertambah parah. Bahkan saat ia masuk ke dalam kelas dan mengucap salam, tidak satu orang pun di sana yang membalas salamnya. Bahkan menengok pun enggan.
Mencoba mengabaikan hal itu, (namakamu) segera berjalan menuju bangkunya. Ia melihat Nasya yang sedang membaca buku pelajaran. Cewek itu pun mencoba mengajaknya berbicara.
"Ca"
"Dengerin gue dulu ya? Gue mau jelasin. Jadi foto yang lo liat itu emang bener foto gue sama kak Irzan. Tapi waktu itu--"
brak
Nasya menghempaskan buku yang sedang di bacanya ke atas meja sampai membuat semua orang terkejut. "Gue nggak butuh penjelasan dari mulut busuk lo! Lo itu ratu drama, jago ngarang cerita!"
"Ca, lo kenapa sih? Kita sahabatan udah berapa lama? Nggak sehari dua hari doang Ca. Segitu nggak percaya nya lo sama gue?"
"Oh jadi berapa lama kita udah sahabatan? Dan kenapa selama itu juga lo nggak pernah peka sama perasaan gue?" Nasya balik bertanya membuat (namakamu) bingung.
"Maksud lo?"
Mendengar pertanyaan (namakamu), Nasya tertawa meremehkan. "Bener kan? Selama ini kita sahabatan tapi lo nggak tau apa-apa. Gue suka sama Irzan juga lo nggak tau kan?"
(namakamu) terdiam. Jadi selama ini Nasya menyukai Irzan?
"Maaf banget gue nggak tau soal itu Ca. Lo nggak pernah cerita ke gue"
"Harus gue yang cerita duluan ke lo? Nggak bisa gitu lo peka sama gue yang katanya sahabat lo ini?" sarkasnya membuat (namakamu) menghela napas.
"Gimana gue bisa tau kalo selama ini aja lo nggak pernah nunjukin ke gue dan Arindra sih Ca? Bahkan setiap ada kak Irzan pun sikap lo biasa aja. Gue bukan dukun yang bisa tau tanpa lo ngomong ke gue" jawab (namakamu) frustasi. Jujur akal pikirnya masih tidak mengerti kenapa Nasya bisa semudah itu percaya dengan omongan orang lain.
Mendengar itu, Nasya terdiam. Pikirannya sibuk berkelana memikirkan apakah sikapnya sekarang ini sudah benar? Atau justru malah sebaliknya?
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt
FanfictionApakah kamu tau, definisi tersakiti yang sesungguhnya? Kalau tidak, biar aku yang menjelaskan bagaimana definisi-nya. 1st published January 2, 2020.