Tidak ada yang tau bagaimana rapuhnya jiwa (namakamu) saat ini. Mungkin fisiknya terlihat baik-baik saja. Tapi jujur mentalnya sangat down. Perlakuan orang tuanya, dan juga teman-teman sekolahnya tidak bisa diterima lagi. (namakamu) sudah cukup lelah selama ini.
Sampai di apartment, (namakamu) tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada supir yang mengantarnya. Bahkan dalam kondisi tersulit sekalipun cewek itu masih berbuat baik dan bisa mengendalikan perasaannya di depan orang lain.
(namakamu) masuk ke dalam unitnya dengan perasaan hampa. Untuk kali ini, ia merasa hidupnya benar-benar kosong. Tidak ada lagi Nasya, Arindra, Iqbaal, Bi Rina, Irzan, atau siapapun itu. Bahkan setelah kejadian semalam, (namakamu) merasa orang tuanya tidak lagi bisa memaafkannya.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang ketika lelah dan tidak ada yang bisa dijadikan sandaran, justru malah menjadi tempat yang paling menyakitkan bagi (namakamu).
Sebuah pigura dengan foto Raffy yang selalu terpajang di nakas, sekarang sudah berada dalam genggaman (namakamu).
"Fy, kamu selalu bilang sama aku kalo aku kuat. Aku bisa ngadepin semuanya dengan sabar sampe aku bahagia besoknya. Tapi besok itu nggak akan ada buat aku Fy, aku nggak pernah bisa ngerasain itu disini"
"Kalo aku minta izin sama kamu untuk nyerah, nggak papa kan?"
~•~
Sejak kemarin pagi sampai malam ini, tidak ada tanda-tanda (namakamu) akan pulang ke rumah. Arif sudah mencoba menghubungi adiknya itu tapi tetap tidak ada jawaban. Ia mencoba berpikir positif dengan harapan kalau adiknya itu ada bersama Nasya.
Namun sepertinya pikiran-pikiran positif itu harus musnah. Baru saja Iqbaal datang ke rumah untuk mencari (namakamu) karna Nasya pun tidak mengetahui keberadaan cewek itu.
"Semalem lo bilang di telfon katanya lagi di Bandung. Kenapa sekarang ada di sini?"
Iya. Semalam Arif menelfon Iqbaal untuk menanyakan apa yang sedang terjadi dengan adiknya itu.
"Habis lo telfon kemaren gue langsung balik ke Jakarta. Gue dateng ke rumah Nasya tapi ternyata (namakamu) nggak ada. Dia bilang kalo dia salah paham dan ikutan musuhin (namakamu) kemarin. Terus katanya adek lo juga nggak masuk sekolah tanpa keterangan dua hari ini"
"Bukannya kemaren (namakamu) pergi ke sekolah sama Irzan?"
Iqbaal mengangguk. "Iya. Nasya juga bilang dia terakhir liat (namakamu) lagi sama Irzan di UKS. Terus habis itu (namakamu) nggak ada lagi di sekolah. Tadi gue udah coba hubungin Irzan tapi nggak aktif"
"Coba lo telfon lagi sekarang" kata Arif yang langsung di angguki oleh Iqbaal. Cowok itu segera menelfon Irzan dan untung saja di angkat.
Setelah berbicara beberapa menit, Iqbaal kembali menghampiri Arif. Ia menggeleng menandakan kalau Irzan juga tidak tau.
"Irzan bilang terakhir dia bareng sama (namakamu) di sekolahan. Pagi itu juga dia bilang pengen pulang tapi dia nggak mau dianter sama Irzan. Malah milih naik taksi online" papar Iqbaal membuat Arif mengacak rambutnya frustasi.
"Kalo Arindra?"
Lagi-lagi Iqbaal menggeleng. "Arindra lagi nggak di Jakarta bang. Dia juga lagi keluar kota"
"Terus (namakamu) kemana? Udah dua hari ini juga dia nggak pulang ke rumah"
Perkataan Arif membuat Iqbaal terdiam. Lantas, kemana perginya gadis itu? Kemudian Arif bergegas mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja.
"Lo mau kemana bang?"
"Apartment. Kalo lo mau ikut, cepet masuk"
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt
FanfictionApakah kamu tau, definisi tersakiti yang sesungguhnya? Kalau tidak, biar aku yang menjelaskan bagaimana definisi-nya. 1st published January 2, 2020.