[6] - Ancaman

111 17 0
                                    

"Apa yang ingin kau bicarakan, Seth? Kenapa wajahmu tertekuk begitu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Seth? Kenapa wajahmu tertekuk begitu?"

Pratyaksa sedang menyiram tanaman bonsainya seperti biasa ketika Seth memohon untuk melakukan pertemuan empat mata dengan beliau.

Seth melangkah semakin maju ke dalam ruangan pribadi milik Sang Presiden itu seraya menghela nafas panjang. Benaknya kembali memutar pada saat Tuan Putri menampakkan sebuah kekuatan yang sangat amat besar.

Kekuatan yang mampu membuat tanah dan bumi bergerak untuk melindunginya.

Melindunginya dari Seth.

Sebuah hela nafas meluncur lagi dari bibirnya. Kalau boleh jujur, sebenarnya Seth tidak mengerti dimana letak kesalahannya.

Oke, mungkin ada sangat banyak kemungkinan. Seperti dia yang diam-diam mengikuti langkah Tuan Putri dan bersembunyi hanya untuk menjaganya, padahal yang bersangkutan sudah menolak untuk ditemani.

Tapi Seth...khawatir. Dia tidak bisa meninggalkan perempuan itu sendirian.

Apa dia sudah bertindak berlebihan? Apa Tuan Putri membencinya sekarang?

"Duduklah, Seth. Kau akan membuat semua tanamanku layu karena menghela nafas terus menerus." Hela Pratyaksa sembari menyeduh teh untuk mereka berdua. "Ada apa? Aku tidak pernah melihatmu sekalut ini sebelumnya. Apa ini berhubungan dengan Tuan Putri-mu itu?" ejeknya.

Seth mendengus masam, namun tidak membantah. Tangannya meraih cangkir teh yang sudah disediakan dan meneguknya perlahan. Rasa panas yang mengepul itu mengaliri tenggorokannya, menyebar dan membuat sekujur tubuhnya menghangat.

Tidak bisa dipungkiri, daun teh Pratyaksa yang ditanamnya sendiri memiliki cita rasa khas yang mampu mengalahkan seluruh daun teh terkenal di dunia sekalipun.

Seth menghembuskan nafas panjang. "Ini sulit sekali, Kek."

Pratyaksa mengangkat alis, gerakan meminum tehnya berhenti di udara. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada penasaran akut.

Seth menggeleng pelan, semua rasa frustrasinya seakan berkumpul menjadi satu, siap untuk meledak kapan saja. "Menghadapinya. Aku—Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya." Ujarnya dengan jujur.

Pratyaksa menyeruput tehnya dengan ekspresi puas. "Tuan Putri-mu?"

Seth memutar bola mata dalam hati—dia tentu tidak berani berlaku tidak sopan kepada orang paling berkuasa di Kapital sekalipun dia sudah mengenal lelaki tua di hadapannya seumur hidupnya—dan mengangguk pelan.

"Dia..." Kemudian meluncurlah cerita tentang kejadian yang baru saja terjadi. Tentang bagaimana Seth yang selalu mengurusi Lei, Seth yang mengikuti Lei diam-diam, dan berakhir pada bagaimana dia terlempar ke luar oleh sebuah gempa besar akibat perpindahan tanah yang bergerak melindungi Lei.

Suasana hening membentang ketika Seth selesai bercerita.

Pratyaksa masih membisu, jelas lelaki itu terlihat kaget. Seth sendiri merasa sedikit lega karena sudah memuntahkan semua hal yang membuatnya frustrasi akhir-akhir ini.

Rêveuse ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang