[17] - Kebangkitan Kembali

81 9 0
                                    

Happy reading, semoga cerita ini bisa menemani malam minggu kalian hehe

***

Sakit.

Lei tidak pernah merasakan sakit sebesar ini selama ia hidup. Rasanya seperti seluruh indranya telah berubah menjadi saraf-saraf sensitif yang aktif menguatkan rasa, nyeri namun ia tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikannya. Ujung-ujung jarinya terasa kebas, kepalanya berdenging dan pusat dari seluruh rasa sakit itu tepat berada di jantungnya, pada tombak yang menancap tepat di dadanya tanpa ampun.

Teriakannya menggema di kegelapan malam, mengoyak keheningan yang beku, menjeritkan derita yang dialaminya.

Tidak butuh waktu lama bagi tubuh mungilnya untuk kehilangan seluruh tenaga, dan dalam sekejap ia jatuh ke danau di belakangnya.

Rasa sakit yang panas tadi berubah menjadi dingin, dingin yang mematikan. Lei terbatuk keras, namun ayal, hal itu malah membuat air semakin ganas menyeruak ke dalam saluran pernafasannya.

Apakah akhirnya ia akan mati disini? Dibunuh dengan keji oleh sekelompok orang yang tak ia kenal?

Seth, bagaimana dengan lelaki itu? Apakah dia baik-baik saja? Lei khawatir padanya sebab air muka lelaki itu sangat tidak bagus tadi hingga Lei takut Seth bisa ambruk kapan saja.

Tapi setidaknya Lei berhasil melindunginya. Meski sekarang keadaannya berakhir seperti ini, Lei berhasil melindungi Seth dari manusia-manusia jahat yang hendak membiusnya, dan dia tidak menyesal. Sedikitpun.

Di tengah kesadarannya yang kian menipis, alam bawah sadar Lei memohon sepenuh hati kepada Dewi Zephyra agar Seth dapat lolos dengan selamat.

Agar lelaki itu dapat terus bertahan hidup.

Detik berikutnya, tubuh Lei menyerah pada kegelapan yang sudah menunggunya.

***

Seth berhenti bernafas kala menatap tubuh Lei lunglai dan jatuh ke danau di belakangnya.

Seluruh tubuhnya bergetar hebat. "L—Lei...?" lirihnya tanpa daya.

Ia masih tertelungkup di atas tanah, berusaha untuk bangkit dan mengambil pedangnya meski dia tahu bahwa kondisinya sangat tidak memungkinkan baginya saat ini.

Tapi Seth tidak punya pilihan lain. Dia harus bisa bangun, dia harus bangkit dan pergi menyelamatkan Lei sebelum terlambat. Seth harus percaya bahwa Lei bisa bertahan sampai ia tiba, Seth harus percaya bahwa Sang Reinkarnasi Dewi Zephyra tidak akan mati semudah itu.

Seth harus mempercayai Lei. Karena hanya itulah satu-satunya pegangannya untuk tidak menjadi gila saat ini.

"Apakah dia sudah mati?" ujar salah seorang penyerang.

"Tidak tahu." Ia mendekat ke danau, lalu melongok ke dalam. "Gelap sekali, tidak terlihat apa-apa. Lagipula airnya begitu tenang, tidak terlihat ada perlawanan sama sekali. Sepertinya dia memang sudah mati."

Tidak, tidak. Lei belum mati. Lei tidak boleh mati. Tidak boleh.

Seth menggertakkan gigi. Ia merangkak perlahan dengan susah payah, mengabaikan luka-luka di sekujur tubuhnya yang terus mengucurkan darah. Perlahan, semakin dan semakin dekat pedangnya dalam jangkauan.

"Bagaimana kita bisa memastikan dia belum mati?"

"Hmm, mungkin kita harus meledakkan danau ini supaya tubuhnya hancur. Dengan begitu, dia pasti mati."

"Ide bagus! Keluarkan bom peledak!"

Seth mengetatkan geraham. Ujung pedang sudah berada di dalam genggamannya. Ia bangkit dengan tertatih, menguatkan pijakan kakinya dan menebas kepala orang terdekatnya hingga lepas.

Rêveuse ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang