[23] - Hacleo dan Senri (2)

71 10 0
                                    

Ini dobel update, pastikan baca bagian pertama dulu yaa ;))

***

Lei memandang takjub pada makanan yang tersaji di depannya. Banyak sekali jenis yang tidak ia kenali, ada sepiring mi dengan bumbu tomat yang terlihat gurih menggoda, telur gulung dengan saus kari, ikan yang dipanggang dengan kecap hingga menguarkan harum semerbak, nasi aneh yang berwarna kuning kecoklatan yang anehnya terasa sangat enak. Bahkan ada juga sebentuk roti bulat tipis dengan daging-daging di tengahnya dan keju di pinggirannya. Kejunya lucu sekali, ketika Lei menggigitnya, keju itu melumer dan tertarik begitu panjang.

Mata Lei membulat takjub. Makanan apa ini? Lei tidak pernah mencicipi makanan seenak ini.

Seth tertawa, "Ini makanan yang diimpor dari Barat. Kamu pasti tidak pernah memakannya."

Lei mengangguk, sepenuhnya terpana pada hidangan di depannya.

Hak tidak jauh beda. Anak itu makan dengan sangat lahap seakan belum makan tiga hari. Mulutnya mengecap nikmat, Seth mendelik, "Biasakan makan tanpa suara, bocah. Kamu terlihat seperti tidak pernah makan ini sebelumnya."

Hak mengangkat bahu, "Memang tidak pernah. Kami terlalu miskin untuk makanan mewah seperti ini. Kak Senri bahkan sepertinya tidak memiliki baju baru selama dua tahun."

Perkataan ringan itu membuat suasana hening sejenak. Seth yang memakan steik membeku menatap saus, gerakan menguyah di mulut Lei berhenti. Ia lantas memerhatikan anak itu dengan lebih teliti. Baju Hak memang terlihat lusuh, seakan-akan sudah dicuci berkali-kali meski masih licin disetrika. Begitu juga dengan celananya yang terlihat terlalu besar untuknya. Tidak perlu ditebak bahwa dia pasti memakai celana bekas kakaknya yang sudah tidak bisa dipakai lagi.

Hak juga mengenakan sepatu belel yang sudah lepas moncongnya namun dijahit kembali dengan rapi.

Lei menatapnya sendu. Dia teringat kembali pada Kota Sanchu, kota kelahirannya. Kotanya memang terpencil, hanya bisa makan dari laut dan tidak punya cukup uang untuk mengimpor rempah dari luar kota. Meski mereka terbelakang, namun Lei selalu punya baju baru setiap tahun. Dia juga selalu bisa makan tiga kali sehari dengan kenyang.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidup Hak, di tengah kota yang sebegitu maju, namun dia sendiri hanya bisa memandangnya dari jauh.

Lei merasakan hatinya terenyuh, lalu ia mengelus kepala Hak dengan lembut, "Kamu boleh makan sepuasnya."

Seth berdeham, kali ini tidak menguarkan aura permusuhan, "Benar, jangan segan-segan untuk meminta tambah."

Hak mendongak, menatap mereka penuh harap. Dan untuk pertama kalinya, Lei bisa melihat kerapuhan pada bola matanya, "Kalau begitu, aku boleh bawa pulang untuk Kak Senri?"

"Tentu saja boleh, pesan saja sepuasmu."

Sebuah senyuman lebar tersungging di wajahnya, "Terimakasih!" ucapnya tulus. "Kak Senri pasti akan senang sekali! Kami tidak pernah makan yang seenak ini! Oh, tapi kalian harus mencoba kue buatan Kak Senri, rasanya tidak kalah dengan yang dijual di toko-toko!"

Kali ini Seth mengangguk, "Dengan senang hati."

Hak kembali makan dengan lahap.

Seharian ini, mereka sudah mengelilingi cukup banyak destinasi wisata. Lei tidak pernah menyangka bahwa di tengah kota maju ini, ada sebuah air terjun yang begitu indah dan jernih. Belum lagi banyaknya kuil-kuil Dewi Zephyra, tidak hanya satu seperti di Kapital.

Lei mendorong piring kosongnya ke samping yang langsung diambil oleh Seth. Lei membisikkan terimakasih ketika Seth memberikan minuman kepadanya tanpa kata. Sambil mendesah puas, Lei mengatakan hal yang sudah beberapa jam ini membuatnya penasaran, "Kota Kacwasdu ini unik sekali, semua bangunannya baru dan megah, tapi juga ada banyak kuil tradisional, dan air terjun itu..."

Rêveuse ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang