"Lei!"
Seorang gadis dengan rambut legam sebahu menoleh ketika merasakan dirinya dipanggil. Wajahnya yang datar semakin datar menatap kedatangan Dall--sahabatnya yang tomboi dan berambut pendek--yang sedang berlarian turun tangga.
Dall berdiri tepat di samping Lei dengan nafas terengah. Ia membungkuk, menumpukan kedua telapaknya di lutut dan mengusap wajahnya yang penuh keringat. Dall nyengir lebar. "Kali ini aku tepat waktu."
Lei mendengus. Sudah kebiasaan bagi Dall untuk datang terlambat, Lei sudah terbiasa dengan sifat sahabatnya yang satu itu. Tepat waktu baginya adalah sepuluh menit setelah waktu janjian, sementara Lei, bertolak belakang dengan si tomboi itu, ia bahkan sudah sampai di stasiun dua puluh menit sebelumnya.
Seperti biasa, suasana di stasiun kereta api di pagi hari itu ramai. Semua orang memilih transportasi lewat jalur ini, termasuk mereka berdua. Bagi orang-orang yang bersekolah, berangkat kerja, kereta api merupakan transportasi yang paling nyaman.
Cepat, efektif dan efisien.
Meskipun terkadang mereka harus bersempit-sempitan dengan penumpang lain, tetap saja kereta api lebih baik daripada transportasi darat lainnya.
Lei berjalan pergi tanpa kata, bersiap berbaris di belakang garis kuning, menunggu kereta api yang akan tiba sebentar lagi.
Dall mengejarnya tanpa sulit. Gadis itu memang jago olahraga sejak dulu, tubuhnya juga sangat lentur dan fleksibel. "Lei, teganya kamu meninggalkanku disana!" gerutunya.
Lei diam, merasa tidak perlu menjawab omelan Dall yang panjang lebar namun tidak bermutu.
Lihatlah, bincangannya sudah melenceng ke arah tambatan hati yang barusan ditemuinya akhir-akhir ini. "Lei, aku serius, kali ini aku merasa seperti sudah bertemu dengan jodohku."
Lei tidak mendengar lagi ocehan Dall. Gadis itu lebih memilih menatap hiruk pikuk keramaian yang tidak pernah berubah. Merasakan panas udara hasil ribuan manusia yang berkumpul di satu tempat, padahal cuaca sudah memasuki awal musim dingin.
"Lei!" Dall menepuk lengannya dengan keras.
Apa? Lei mengangkat sebelah alis.
Dall mengerucutkan bibir. "Kamu sih tidak pernah mendengarkan curhatanku!"
Lei menghela nafas, terlalu lelah untuk menjelaskan bahwa ia sudah mendengar kalimat yang sama keluar dari mulut Dall ribuan kali. Jodoh-lah, pertemuan yang ditakdirkan-lah, semua tetek bengek tentang cinta, lalu beberapa hari kemudian Dall akan datang lagi, bercerita bahwa dia sudah menemukan jodoh baru yang lain.
Jadi kemana perginya jodoh yang pertama ia ceritakan?
Jangan salah, meskipun penampilan Dall tomboi, lebih suka memakai celana daripada rok, dan berambut pendek, gadis itu selalu tergila-gila dengan hal yang berbau cinta dan jodoh.
Tak pelak lagi entah sudah berapa kali ia berpacaran, kemudian putus beberapa hari kemudian.
Aku hanya mencari cinta sejati, bela Dall.
"Memangnya kamu tidak pernah ingin jatuh cinta, setidaknya sekalii saja?" tanyanya dengan jari telunjuk yang berjarak dekat sekali dengan jempol. Rupanya Dall masih belum mau melepaskan topik ini.
Lei menggeleng.
Ya, Lei tidak peduli. Ia tidak pernah berurusan dengan yang namanya cinta. Menurutnya masih banyak hal di dunia ini yang patut dipikirkan, dan cinta tidak termasuk di dalamnya.
Tut! Tut!
Kereta api berwarna hitam dengan cerobong besar yang menguarkan asap hitam itu memasuki pandangan. Angin yang ditimbulkan mesin itu menerbangkan helaian rambutnya dan mengibarkan rok panjangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/151307985-288-k292251.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêveuse ✔
Fantasy[Completed] \Rêveuse\ Dreamer. Hanya karena satu doa pada Dewi Zephyra, Lei terbangun 398 tahun kemudian di Kapital, jantung negara yang Lei kira tidak akan bisa ia datangi sampai kapanpun. Di sampingnya, berdiri Seth, pemilik mata coklat paling mem...