"Apa kamu yakin tidak apa-apa meninggalkan Hak dan Senri sendirian seperti itu?" Seth bertanya khawatir. Setelah beberapa hari menemani Senri, akhirnya Lei memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua sendiri. Dia sudah melakukan segala yang dia bisa, dan segalanya sudah bergantung di tangan Senri dan Hak.
Lei menatap laki-laki di sebelahnya seraya tersenyum samar, "Aku yakin mereka akan baik-baik saja. Lagipula, kita memiliki tujuan lain. Kita akan kembali ke sana jika segalanya sudah berakhir."
Seth menghela nafas, "Kamu benar."
Hutan kematian. Sesuai namanya, hutan itu benar-benar mempersembahkan kematian. Hutan itu seakan bagian yang terpisah dari dunia, karena bahkan matahari seakan tidak sudi untuk berbagi sinarnya disana. Hutan itu begitu gelap, pohon-pohonnya kering kerontang dan semua tanaman yang ada disana berwarna hitam dan layu. Tidak ada suara binatang apapun, seakan hutan itu benar-benar mati. Tempat yang sempurna bagi Sangkarra untuk bersembunyi.
Ketika Lei dan Seth tiba di depan hutan kematian, Lei mengernyit kala gelombang kegelapan yang begitu kuat menerpanya bagai aroma busuk kematian. Pantas saja Dewi Zephyra dan Adara tidak berhasil menjangkau Sangkarra di dalam sana. Jika diberi pilihan, Lei bahkan tidak mau menginjakkan kaki disana. Kegelapan di hadapannya begitu pekat hingga membuat perut Lei bergolak mual.
"Hati-hati, hutan ini dipenuhi ilusi," ujar Seth dengan waspada. "Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam sana."
Lei menggertakkan gigi, berusaha menguatkan mentalnya demi misi yang harus dijalankannya. "Kamu benar. Hutan ini benar-benar membuat bulu kuduk seseorang meremang. Firasatku buruk." Lei selalu mempercayai instingnya, dan kini, alarm tanda bahaya seolah-olah berbunyi nyaring di atas kepalanya.
"Kamu baik-baik saja?"
Lei menatap Seth dengan sabar. Laki-laki ini...seharusnya Lei yang bertanya begitu. Seth hanya seorang manusia. Jika Lei saja sudah merasa akan muntah, bagaimana dengan Seth? Bagaimana bisa lelaki itu mencemaskannya terlebih dahulu?
Mendapatkan perhatian tulus itu sedikit banyak membuat ketakutan Lei berkurang. Ia tersenyum menyakinkan dan mengangguk, "Bagaimana denganmu?"
"Aku baik," Seth menjawab mantap meski Lei dapat melihat wajahnya yang memucat. Seth benar-benar tidak punya bakat untuk berbohong.
"Dengar, Seth. Apapun yang terjadi di dalam sana, tetaplah percaya pada dirimu sendiri. Jangan termakan oleh jebakan Erebus. Percayalah bahwa aku tidak akan melukaimu, sebagaimana kamu tidak akan melukaiku."
Seth mengangguk pelan. Lei masih menatapnya khawatir.
Perempuan itu memberi tanda pada Seth untuk menunduk, dan ketika Seth menurut dengan patuh, Lei menangkup kedua pipi Seth dan mendekatkannya ke wajahnya sendiri. Seth membelalak kaget, dan sebelum dia dapat berkata, Lei sudah mendaratkan sebuah kecupan di keningnya. Seth terkesiap kala bibir Lei yang hangat dan lembut menempel di keningnya. Tidak sampai disana, Lei bergerak mengecup kedua mata Seth secara bergantian.
Seth memejamkan mata, menerima kehangatan yang menyebar dari tempat dimana bibir Lei berada, hangat yang menyebar ke seluruh tubuhnya dan menetap di hatinya. "Lei..." bisik Seth tak mengerti kala Lei menjauh sedikit untuk menatap lurus pada matanya.
Entah untuk keberapa kalinya, Seth merasa dirinya tersesat dalam mata kelam yang seakan menariknya untuk jatuh lebih dalam lagi, dan Seth dengan senang hati membiarkan dirinya terjatuh. "Aku memberimu perlindungan."
Akibat terlalu fokus pada mata Lei, Seth bahkan tidak menyadari bahwa ada cahaya biru yang melingkupi sekujur tubuhnya dan kemudian menghilang dengan perlahan seakan-akan terserap oleh kulitnya. "Dengan begini, kamu akan baik-baik saja."
![](https://img.wattpad.com/cover/151307985-288-k292251.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rêveuse ✔
Fantasy[Completed] \Rêveuse\ Dreamer. Hanya karena satu doa pada Dewi Zephyra, Lei terbangun 398 tahun kemudian di Kapital, jantung negara yang Lei kira tidak akan bisa ia datangi sampai kapanpun. Di sampingnya, berdiri Seth, pemilik mata coklat paling mem...