Bab 1. Ke Kota

75 3 0
                                    

Sri adalah anak gadis dari pasangan Karto dan Darmi. Sri yang sudah sejak umur 3 tahun di tinggal bapaknya menghadap Gusti Allah, hidup bersama simboknya yang berkerja sebagai buruh tani di desanya.

Sri tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan hidung mancung dan mata lentiknya, membuat siapa saja yang melihat terpesona oleh kecantikannya. Sri bersama simboknya hidup dalam kekurangan, tapi simboknya orang yang rajin dan ringan tangan.

Simbok setiap harinya bekerja mengarap sawah orang, sepulang dari sawah, simbok akan membantu tetangganya yang berjualan, sebagai buruh cuci piring dan gelas kotor. Dan jika petang menjelang simbok berusaha untuk berada di rumah untuk memberikan waktunya memperhatikan dan menemani Sri.

Sri yang beranjak remaja memang sangat butuh perhatian lebih dari simboknya, terlebih kini Sri tumbuh menjadi gadis cantik yang selalu dilirik oleh laki-laki di desanya. Simboknya sangat mengkhawatirkan Sri, setiap kali Sri keluar rumah, entah itu untuk sekolah ataupun bermain di rumah temannya.

Meskipun Sri kini sudah lulus SMP, tapi simbok tetap was-was pada pergaulan Sri. Ya ... Sri yang cantik dan supel, punya banyak teman, baik teman wanita ataupun pria. Dan simbok tak bosan untuk menasehati Sri yang mulai sering keluar rumah untuk sekedar main ke rumah temanya.

Seperti sore itu, simbok pulang dari bekerja mencuci piring dan gelas kotor. Simbok tidak mendapati Sri di rumah, semua sudut rumah sudah diperiksa, tapi Sri tak di jumpainya, "Kemana kamu Sri?" tanya simbok dalam hati.

Hingga tepat selepas Isya, Sri pulang dan mendapati simboknya yang sedang salat di kamarnya.

"Dari mana saja kamu, Sri?" tanya simbok sambil melipat mukenanya.

"Dari rumah Mbak Prapti, Mbok," jawabnya.

"Prapti yang kerja di kota itu, yang rumahnya di ujung desa?" cecar simbok.

"Iya, Mbok. Memang kenapa?" tanya Sri.

"Kamu harus hati-hati Sri, berteman dengan Prapti. Kamu kan ndak tau, apa pekerjaan Prapti di kota." nasehat simbok pada anak semata wayangnya. "Karena yang simbok dengar, katanya Prapti jadi mucikari di kota. Makanya simbok ingin kamu jangan terlalu dekat dengan dia."

"Mbok, Mbak Prapti itu kerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan, yang Simbok dengar itu nggak benar." jelas Sri sambil memijiti kaki simboknya.

"Kamu tahu dari mana? Kalau Prapti kerja di rumah makan? Apa kamu sudah membuktikan?" tanya simbok hati-hati.

"Mbok, percaya sama Sri. Sri tahu kok, Mbok. Simbok mengkhawatirkan Sri. Tapi percaya lah sama Sri. Mbok. Sri sudah mendengar ceritanya dari kang Paimo, suaminya." ujar Sri menjelaskan.

"Tapi kamu juga harus hati-hati, Sri. Kamu baru mendengar, belum tahu secara langsung, apa kerjaan Prati di kota." nasehat simbok sambil membetulkan letak bantalnya.

"Makanya, Mbok. Ijinkan Sri ikut ke kota ya? Bareng Mbak Prapti lusa nanti," rayu Sri pada simboknya.

"Sri ingin merubah hidup, Mbok. sri juga ingin membahagiakan Simbok," lanjutnya.

"Sejujurnya simbok berat hati mengijinkanmu, Sri. Tapi Mbok juga nggak ingin menghalangi niatmu untuk bekti pada simbokmu ini. Mbok cuma pesan satu hal, jangan tinggalkan salat dan ngajimu." pesan simbok seraya mengambil mukena baru dan Al-qur'an di lemari.

"Ini mukena baru, untuk kamu. Simbok, berharap kamu selalu ingat nasihat ini," lanjut simbok.

"Baik, Mbok. Terima kasih, Sri akan ingat nasihat Simbok." jawab Sri seraya memeluk simbok.

"Sri janji, Sri akan sering-sering pulang untuk menengok Simbok. Terutama disaat Sri libur," janji Sri pada simboknya.

Malam semakin larut, tak terasa ternyata obrolan simbok dan Sri sudah cukup lama. Dan simbok juga sudah mengantuk karena lelah kerja seharian. Sementara Sri masih menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke kota esok lusa.

***
Hari yang dinantikan Sri tiba juga. Pagi itu sengaja simbok ijin untuk tidak bekerja. Karena ingin mengantarkan anak gadisnya yang hendak ke kota, walaupun simbok hanya mengantar sampai rumah Prapti.

"Sri," panggil simbok. "Ke sini sebentar Sri, simbok mau bicara."

'Ya, Mbok." jawab Sri.

"Sri, simbok nggak bisa kasih kamu bekal berlebih, hanya ini yang bisa simbok berikan untuk bekal kamu di kota nanti." kata simbok seraya menyerahkan amplop coklat berisi uang, sebagai bekal Sri di kota nanti.

Sri membuka amplop, Sri nyaris tak percaya melihat isi amplop tersebut.

"Mbok, apa ini nggak terlalu banyak? Ini kan uang simpanan Simbok untuk tabungan naik haji, Mbok?" kata Sri sambil memasukan uang dalam amplop itu lagi.

"Ndak, Sri. Simbok masih bisa nabung lagi dari hasil kerja simbok. Simbok hanya nggak ingin nanti di kota kamu susah karena nggak punya duit. Apalagi kamu baru mau bekerja," jelas simbok.

"Ya sudah Mbok, Sri terima. Sri janji suatu saat, kalau Sri sudah bekerja, uang Simbok akan Sri ganti," jawab Sri.

"Sudah siang, ayo kita jalan Sri, nanti Prapti nunggu kelamaan." ajak simbok seraya melilitkan kerudung ke lehernya.

"Ya, Mbok." ucap Sri sambil memasukan amplop berisi uang pemberian simboknya.

"Ingat pesan simbok ya Sri!" simbok mengulang nasihatnya.

"Baik, Mbok. Mbok nggak usah cemas, Sri pasti ingat pesan Simbok," jawab Sri meyakinkan simboknya.

Merekapun bergegas untuk ke rumah Prapti. Setelah mengunci pintu, simbok dan Sri berjalan beriringan menuju rumah Prapti.

Sesampai di rumah Prapti, nampak Prapti dan Kang Paimo sedang menunggu kedatangan Sri. Ketika mereka melihat Sri yang diantar simboknya, buru-buru mereka memanggil Sri dan menyuruh Sri untuk segera mempercepat jalannya.

"Maaf Mbak Prapti. Jadi menunggu," pinta Sri pada Prapti.

"Nggak apa-apa. Cuma kami takut kita kemalaman sampai kota," jelas Prapti.

"Nak Prapti titip Sri ya?" kata simbok. "Ini kali pertama Sri pergi ke kota sendirian."

"Iya, Mbok. Simbok nggak usah khawatir, Prapti akan menjaga Sri." terang Prapti menenangkan hati simbok.

"Ya sudah, simbok percaya. Kalian hati-hati di jalan. Simbok hanya bisa mengantar Sri sampai sini." ucap simbok sambil menahan isak, karena nggak tega melepas Sri ke kota sendiri.

"Kami berangkat, Mbok." pamit Kang Paimo sambil menyalami simbok.

"Sri pamit, Mbok. Doakan Sri selalu y Mbok!" pinta Sri sambil mencium punggung tangan simbok lalu memeluknya.

"Iya, Sri. Simbok pasti mendoakanmu." bisik simbok seraya melepaskan pelukan anak gadisnya.

Sri, Prapti dan Kang Paimo bergegas masuk mobil yang hendak mengantarnya ke kota. Kang Paimo sengaja menyewa mobil tersebut agar lebih cepat sampai ke kota.

Mobil pun melaju, Sri tak hentinya melambaikan tangan pada simbojnya sambil sesekali mengusap bulir bening di sudut matanya.

Bersambung ...





SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang