Sri yang tiba di kota dan numpang tinggal di rumah Prapti yang cukup luas dan mewah, berdecak kagum atas kebarhasilan Prapti dan suaminya. Sri ingin berhasil dan sukses seperti Prapti.
Sri tidak pernah menyangka kalau kehidupan Prapti di kota tergolong mewah dan berada. Rumah minimalisnya, nampak luas dengan taman di sudut halaman dengan kolam kecil, yang di dalamnya diisi ikan koi.
Masuk ke teras rumah Prapti terdapat satu set meja kursi yang diletakan pada bagian sudut, dengan tanaman hias di kiri dan kanannya. Di sudut yang lainnya terdapat rak sepatu. Rumah yang nampak rapi dan bersih ini sangat mewah untuk orang kampung seperti Sri.
"Kapan aku bisa punya rumah seperti ini," gumam Sri takjub. "Kira-kira butuh berapa tahun aku bekerja dan mengumpulkan uang untuk membelinya."
Sri yang masih kagum akan kehidupan Prapti di kota, tiba-tiba dikagetlan oleh suara Kang Paimo, suami Prapti, yang membawa koper dan barang bawaannya dari kampung.
"Duduk, Sri. Anggap aja rumah sendiri." kata Kang Paimo seraya mengangkat koper ke kamarnya.
"Iya, Kang," jawab Sri. "Kang rumahnya megah ya, nggak nyangka mbak Prapti dan kang Paimo sudah punya rumah semewah ini."
"Ah ... kamu sebentar lagi juga bisa punya rumah seperti ini, yang penting kamu giat dan rajin bekerja." tukas kang Paimo sambil duduk di sofa dan menghisap dalam-dalam batang rokoknya.
"Kang kalau boleh tahu apa sih pekerjaan mbak Prapti dan Kang Paimo?" tanya Sri hati-hati.
"Sri hidup di kota itu tidak sama dengan hidup di desa, kalau di desa kita susah mau ngapa-ngapain, jangankan untuk kerja kantoran jadi buruh aja susah," jelas Paimo.
"Iya kang, jangankan buruh pabrik, buruh tani saja sekarang udah jarang, sejak banyak sawah dibeli investor dari kota," jawab Sri.
"Maka dari itu Sri, kenapa kakang dan mbakyumu hijrah ke kota ini? itu semata karena susahnya lapangan pekerjaan," terang Paimo.
Ketika mereka sedang asik bercerita, Prapti datang dengan 3 gelas minuman dan sepiring cemilan. Prapti sudah berganti baju dan terlihat segar karena baru selesai mandi.
"Sri, diminum," perintah Prapti.
"Terima kasih, Mbak." Jawab Sri seraya mengambil gelas minumnya dan mereguk isinya.
"Sri, kalau kamu mau istirahat dan membersihkan diri, di kamar itu ya," jelas Prapti sambil menunjukan letak kamar tamu.
"Baik, Mbak. Aku permisi mau bersih-bersih dulu," pamit Sri sambil membawa tas pakaiannya masuk ke kamar tersebut.
"Iya sana, anggap aja rumah sendiri," ucap Prapti.
Sri bergegas masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Betapa takjub Sri melihat perabotan yang ada di dalam kamarnya, kamar yang cukup luas dengan tempat tidur yang cukup besar, lampu tidur di sisi kiri dan kanan, lemari dengan pintu dua, dan meja rias kecil di sudut kamar.
Sri merebahkan tubuhnya di atas kasur busa yang empuk dengan kain seprai bermotif bunga, sambil masih mengagumi kesuksesan Prapti dan suaminya.
Waktu di jam dinding kamarnya sudah menunjukan pukul 19.00 wib, Sri beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi yang ada di salah satu sudut kamarnya.
Setelah membersihkan diri dan salat isya, Sri merapikan barang-barangnya ke dalam lemari. Ketika selesai membereskan pakaiannya, tiba-tiba pintu diketuk dari luar dan terdengar Prapti memanggil namanya.
"Sri, makan dulu. Ini kang Paimo sudah membelikan makanan," seru Prapti dari balik pintu.
"Ya, Mbak," jawab Sri.
Sri pun segera keluar kamar dengan balutan babidol bermotif kartun, Sri terlihat lebih segar dan cantik.
"Ayo Sri makan dulu," ajak Prapti ketika melihat Sri keluar dari kamar.
Sri kemudian menuju meja makan yang ada di depan kamar Sri, di meja itu telah tersedia nasi lengkap dengan lauk pauk, sayur dan buah-buahan. Kang Paimo dan Prapti yang sudah berada di meja itu, mempersilahkan Sri untuk makan bersamanya.
"Ayo Sri, nggak usah malu-malu. Makan yang banyak, biar tidurmu nanti nyenyak," ucap kang Paimo.
"Iya, Kang. Terima kasih." jawab Sri.
Sri segera mengambil posisi duduk di depan Prapti. Kemudian dia mengisi piringnya dengan nasi, sayur juga lauk. Sesuap demi sesuap Sri memasukan nasi ke mulutnya, hingga nasi di piringnya tandas.
"Nambah Sri, jangan malu-malu," kata Prapti.
"Iya, Mbak. Ini sudah cukup," jawab Sri sopan.
Sri yang sudah menghabiskan makannya, meminta ijin untuk meninggalkan meja makan lebih dulu. Dan membawa tumpukan piring kotor ke dapur untuk di cuci.
"Mbak Prapti, aku ke belakang dulu ya?" pamit Sri, seraya mengemasi piring-piring kotor di atas meja makan.
"Ya, Sri. Piring-piringnya taruh aja di dapur, besok pagi aja nyucinya," jelas Prapti. " Nanti meja makannya biar aku yang bersihin.
Sri segera mengangkat piring-piring itu ke dapur dan mencucinya. Setelah Sri selesai mencuci perlengkapan makan tersebut, lalu bergegas masuk kamar untuk istirahat.
Di meja makan Prapti dan Paimo masih terlibat obrolan, entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti ini tentang Sri.
"Kang, jangan lupa besok ke tempat bu Susi ya, untuk menanyakan apa masih ada pekerjaan di tokonya?" Prapti mengingatkan suaminya.
"Iya, besok kakang ke rumah bu Susi, semoga masih ada pekerjaan untuk Sri di toko bu Susi," tukas Paimo.
"Sudah malam, sebaiknya kita istirahat, biar besok nggak kesiangan ke rumah bu Susi," ajak Prapti.
"Ya, sudah kamu istirahat dulu sana, nanti aku nyusul. Aku mau nonton sepak bola di tv, malam ini final piala dunia," terang Paimo.
Prapti segera membereskan meja makan, kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. Sementara Paimo tiduran di sofa yang ada di ruang tengah, setelah mematikan semua lampu di semua ruangan, untuk menonton acara favoritnya sepak bola.
Sri yang kelelahan karena tidak terbiasa untuk melakukan perjalanan jauh, sudah pulas di kamarnya. Demikian dengan Prapti, dia juga sudah larut ke alam mimpinya.
Bersambung ....

KAMU SEDANG MEMBACA
SRI
Ficción GeneralNamanya Sri, wanita desa yang mempunyai mimpi ingin sukses. Namun sayang semua mimpinya tidak sesuai harapannya. Sri mencoba untuk mencari kerja di kota bersama Prapti dan suaminya, tapi siapa sangka kedua orang yang dia percaya justru ingin menjer...