Simbok yang kecewa dengan sikap Sri, akhirnya untuk sementara waktu menemani anaknya, di rumah Prapti. Simbok berharap putrinya berubah pikiran.
Namun ternyata Sri keras kepala. Dia tetap menolak ajakan simbok untuk pulang ke kampungnya, Dia ingin sangat berambisi untuk menjadi orang sukses seperti Prapti. Dirinya yakin, bahwa dengan ketekunan dan semangatnya, bisa sukses.
Pagi itu adzan subuh terdengar dari pengeras suara di masjid, simbok beranjak dari peraduannya, menuju kamar mandi. Sri masih terlelap. Simbok mandi dan mengambil air wudhu. Kemudian bersiap untuk salat, setelah salat, dia bangunkan anak gadisnya untuk segera melaksanakan salat subuh.
Sri pun bangun dan bergegas masuk kamar mandi. Dia mengambil air wudhu. Simbok duduk di tempat tidur sambil, melipat selimut dan merapikannya.
Ketika Sri selesai salat, simbok bertanya banyak hal selama tinggal di rumah Prapti. Hingga dia juga menanyakan ada kejadian apa dua hari yang lalu. Sampai simbok mendapat firasat.
Sri kaget dengan pertanyaan simboknya, bagaimana dia akan menceritakan kejadian malam itu, haruskah dia cerita? Sri benar-benar dilema. Di sisi lain dia selalu jujur pada simbok, sedangkan kalau dia jujur, pasti simbok akan mengajaknya pulang.
'Tidak lebih baik aku berbohong,' batin Sri.
"Nggak ada kejadian apa-apa kok, Mbok!" ujar Sri.
"Tapi simbok merasa ada sesuatu yang menimpa dirimu, _Nduk_!" ucap simbok.
"Aku cuma agak kurang enak badan aja, Mbok. Tapi udah mendingan kok, mbak Prapti yang merawatku!" jelasnya meyakinkan.
"O ... mungkin karena kamu sakit Sri, jadi simbok mendapat firasat itu" kata simbok.
"Iya, Mbok. Lagian aku sakit dan jauh dari simbok kan juga baru kali ini," jawab Sri.
Waktu sudah menunjukan pukul 06.00 wib. Prapti sudah berada di dapur. Dia sudah memasak air dan menanak nasi. Sri dan simbok keluar dari kamar, menuju dapur.
"Mbok, gimana tidurnya, nyentak kan?" tanya Prapti, ketika dia melihat simbok berjalan menuju dapur.
"Alhamdulillah, Ti. Aku bisa tidur," jawab mbok Darmi.
"Syukur kalau simbok tidurnya nyenyak," ujar simbok.
"Sri ini kopi untuk simbok, biar ngangetin badan," kata Prapti.
"Iya, Mbak," Sri mengambil kopi itu dan menyodorkannya pada simbok.
"Terima kasih _Nduk_," ucap simbok.
Sri kemudian membantu Prapti untuk membuat sarapan, dia menyiapkan bumbu nasi goreng dan Prapti membuat telur mata sapi.
"Mbak nanti aku masuk kerja aja ya, 'kan badanku udah sehat," kata Sri.
"Benar kamu dah nggak apa-apa?" tanya Prapti. "Ya sudah kalau kamu sudah enakan kamu kerja aja."
"Simbok nanti di rumah aja ya, kalau nanti siang mau makan, ini sekalian aku masak sayur sop dan goreng ayam untuk nanti siang," terang Prapti.
"Iya ... Ti!" jawab simbok.
Sarapan sudah siap, ketika Paimo keluar kamar dan siap untuk berangkat kerja. Sri dan prapti kemudian bersiap mandi, beberapa menit kemudian mereka sudah siap dan menuju meja makan untuk sarapan.
Tepat jam 08.00 mereka pun berangkat ke tempat kerja, masing-masing. Prapti berangkat bersama Paimo dan Sri mengunakan jasa angkutan umum.
"Mbok, kami berangkat kerja dulu ya, Simbok di rumah hati-hati. Jangan lupa kunci pintunya," pamit Prapti seraya berpesan
"Iya, Ti. Hati-hati kalian di jalan," jawab simbok.
Setelah berpamitan mereka pun berangkat, tak lupa Sri mencium punggung tangan simboknya. Kemudian dia bergegas untuk berangkat. Ketika Sri berjalan menuju ujung gang, tiba-tiba Bram menyapanya dari belakang.
"Sri, sudah sehat? Kok sudah mau kerja aja?" tanyanya seraya menghentikan laju motornya
"Iya, Mas. Sudah enakan badannya, daripada di rumah, mending buat kerja aja," jawab Sri.
"Kalau gitu, ayo aku antar," Bram menawarkan diri untuk mengantar Sri kerja.
"Terima kasih, Mas. Nggak usah, takut nanti merepotkan," tukas Sri.
"Nggak ada yang direpotkan kok Sri, lagian aku nanti masuk siang," jawab Bram menjelaskan. "Ayo aku antar saja!"
Akhirnya Sri pun menyetujui ajakan Bram. Kemudian Sri duduk di boncengan dan Bram pun melajukan motornya.
Sejak saat itu, setiap kali Bram masuk siang ataupun malam selalu menyempatkan untuk mengantar Sri ke tempat kerja. Begitu sebaliknya ketika Bram masuk pagi, Bram malamnya akan menjemput Sri. Tentunya atas seijin Prapti.
Hubungan Bram dan Sri semakin akrab, tapi belum sekalipun Bram menyatakan cintanya. Sampai pada suatu malam saat menjemput Sri pulang kerja, kebetulan pada saat itu Bram maduk pagi, Bram memberanikan diri mampir ke rumah Prapti. Bram kemudian dikenalkan pada simbok, yang kebetulan masih ada di rumah Prapti.
"Sri, aku kamu ada waktu? aku pingin ngobrol sama kamu," tanya Bram saat menjemput Sri pulang kerja.
"Iya, Mas. Nanti mampir aja ke rumah, kebetulan ada simbok baru datang dari kampung.
"Baiklah nanti aku mampir sebentar," jawab Bram.
Setiba di depan rumah Prapti, Sri mempersilahkan Bram masuk dan dia beranjak masuk ke dalam rumah untuk memanggil simboknya
"Mbok, ayo ikut aku keluar," kata Sri.
Simbok menurut apa kata Sri, ketika sampai di teras rumah, di situ ada Bram yang sedang duduk.
"Mas Bram, kenalkan ini simbokku," kata Sri.
"Mbok, ini Mas Bram," Sri memoerkenalkan Bram pada simboknya.
"Saya Bram, Mbok. Kapan sampai di sini, Mbok?" tanya Bram basa basi
"Iya Nak Bram, simbok udah beberapa hari di sini," kata simbok.
"Sudah lama kenal Sri?" tanya simbok.
"Belum Mbok, tapi saya sering lihat Sri berangkat dan pulang kerja," terang Bram.
"O ... ya sudah, mbok masuk dulu, jangan malam-malam, Sri! Nggak enak dilihat tetangga," pesan simbok pada Sri.
"Ya Mbok," jawab Sri.
Simbok pun masuk ke dalam rumah, sementara itu Prapti yang baru pulang kerja bersama Paimo, menyapa mereka berdua.
"Sri kenapa Bram nggak diajak masuk, kan enak ngobrol di dalam,' kata Prapti.
"Di sini saja, Mbak. Nggak apa-apa cuma sebentar," jawab Bram.
"O ... baiklah kalau begitu, tapi jangan malam-malam," pesan Prapti.
Kemudian Prapti dan Paimo masuk dan tinggal Sri dan Bram yang masih berada di teras.
"O iya Mas, tadi katanya mau ngomong," kata Sri mengingatkan.
"Hmm ... gini Sri, sebenarnya sudah lama aku memperhatikan kamu, terlebih sejak ketemu waktu motor kang Paimo nyaris menabrak aku, jujur Sri setelah kejadian itu, aku selalu memikirkanmu dan ingin aku bisa melindungimu," terang Bram panjang lebar. "Kalau boleh aku jujur, aku mencintaimu dan berharap kamu mempunyai rasa yang sama."
"Tapi, Mas!" kata Sri.
"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang," terang Bram. "Aku memberikan kebebasan kamu menjawab kapanpun kamu siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
SRI
General FictionNamanya Sri, wanita desa yang mempunyai mimpi ingin sukses. Namun sayang semua mimpinya tidak sesuai harapannya. Sri mencoba untuk mencari kerja di kota bersama Prapti dan suaminya, tapi siapa sangka kedua orang yang dia percaya justru ingin menjer...