Bab 10. Srigala Berbulu Domba

30 1 0
                                    

Setelah kurang lebih seminggu simbok di rumah Prapti, mbok Darmi pun pamit ingin pulang ke kampung. Dia gagal membujuk dan mengajak anaknya. Namun mbok Darmi agak tenang meninggalkan Sri, karena ada Bram yang bersedia menjaga Sri. Tidak seperti ketika putri semata wayanhnya berangkat ke kota bersama Prapti.

"Sri sekali lagi simbok mau ngomong, ayo kamu pulang aja, hidup dan kerja di desa," ajak mbok Darmi.

"Maaf Mbok! Aku mau di sini dulu, aku masih ingin kerja," jawab Sri.

"Tapi Sri, simbok khawatir sama kamu!" katanya.

"Mbok, Simbok nggak usah khawatir, aku bisa jaga diri kok. Apalagi sekarang ada mas Bram," jawab Sri menerangkan. "Bukannya kata Mbok, mas Bram orang baik?"

"Iya, _Nduk_! Menurutku dia lelaki baik," ucap simbok. "Ya sudah mbok percaya padamu juga Bram. Ingat pesanku, jangan tinggalkan salat dan ngaji!"

"Baik mbok," kata Sri.

"Kalau gitu besok kan hari sabtu simbok mau pulang, kamu jaga diri ya dan hati-hati," pesan simbok.

Simbok kemudian merapikan baju-bajunya dan memasukannya ke dalam tas, Sri membantu mbok Darmi berkemas. Sebelum mereka berdua beranjak keperaduaan.

***
Keesokan paginya seperti biasa selesai salat Sri sudah di dapur menyiapkan kopi dan sarapan. Prapti pun sudah bangun dan membantu Sri.

"Sudah siap semua Sri?" tanya Prapti.

"Iya, Mbak. Sudah tinggal bikin kopi buat simbok dan kang Paimo," jawabnya.

"Oh ... kalau gitu biar aku aja yang bikin kopinya," kata Prapti.

Prapti kemudian membuatkan kopi untuk suaminya dan mbok Darmi, bersamaan dengan itu, simbok keluar kamar, menuju dapur. Prapti yang melihat mbok Darmi sudah rapi lengkap dengan krudungnya, kemudian menyapa.

"Mbok, jam segini sudah rapi mau kemana?" tanya Prapti.

"Ini Ti, aku mau pulang ke kampung," jawab mbok Darmi.

"Lho kok buru-buru, Mbok?" kata Prapti basa-basi.

"Iya, Ti. Simbok kelamaan di sini, badanku malah sakit semua, karena kurang gerak. Kalau di kampung kan simbok biasa kerja di sawah," jelas orang yang rambutnya sudah memutih semua.

"Ya sudah, Mbok kalau begitu. Rencana mau pulang jam berapa?" tanya Prapti.

"Nanti bareng Sri berangkat kerja aja, biar sampai kampung masih agak siang," jawab mbok Darmi.

Waktu di jam dinding menunjuk 'kan pukul 07.30 wib. Prapti bergegas ke kamar untuk mandi dan siap-siap kerja. Paimo masih di dalam kamar, dia telah selesai mandi dan sudah rapi.

"Kang, mbok Darmi hari ini mau pulang," kata Prapti.

"Bagus dong!" jawab Paimo. "Jadi nggak ada penghalang lagi."

"Bener juga ya, Kang?" ucap Prapti. "Kalau gitu nanti malam kita ketemu sama pak Bandi ya, Kang!"

"Iya ... nanti pulang kerja kita langsung ke pak Bandi," sahut Prapti.

"Ya, sudah buruan kamu mandi," perintah Paimo.

Tepat jam 08.00 wib mereka sudah siap untuk berangkat kerja. Sri hari ini tidak diantar Bram, karena Bram mendapat jadwal masuk pagi. Sehingga Sri bisa bareng simbok.

"Mbok, maaf aku dan kang Paimo nggak bisa ngantar, ini ada sedikit rejeki buat tambah ongkos simbok naik travel," kata Prapti sambil memberikan amplop putih panjang.

"Iya nggak apa-apa, lagian kamu nggak perlu repot ngasih ongkos simbok, Ti. Karena Sri juga udah ngasih buat ongkos," ucap mbok Darmi.

"Nggak apa-apa, Mbok! Ini sudah jadi rejeki Simbok," terang Prapti.

"Ya sudah, aku terima ya, Ti. Semoga rejekimu lancar," ucap wanita yang sudah mulai renta.

"Aamiin," jawab mereka berbarengan.

Mereka kemudian berangkat kerja, setelah mengunci pintu dan pamit pada mbok Darmi. Sri bersama simboknya bergegas untuk berangkat, takut kalau nggak bisa ikut travel yang pagi.

***
Sri mengantar simbok terlebih dulu ke agen travel dan memastikan mbok Darmi mendapat tiket. Baru kemudian dia pamit pada simboknya untuk berangkat kerja.

"Mbok, aku berangkat kerja dulu ya," pamitnya.

"Iya, _Nduk_ hati-hati di jalan, jaga dirimu dan jangan tinggalkan salat dan ngajimu," jawab simbok, seraya berpesan.

***
Hari berlalu dan sore sudah berganti petang. Prapti yang sudah dijemput Paimo, untuk pulang menuju tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu pak Bandi.

Motor Paimo melaju ke arah barat kota Semarang, tepatnya di restoran kampung laut, tempat mereka bertemu.

Di restoran tersebut mereka kemudian menuju meja yang sudah di pesan pak Bandi, setelah sebelumnya memarkirkan motornya.

Pak Bandi sudah standby di sana, ketika mereka tiba di meja tersebut.

"Selamat sore, Pak Bandi," sapa Paimo.

"Hai ... selamat sore, ayo ... ayo silahkan," sambut laki-laki ganteng bertubuh tinggi tegap tersebut. "Mau pesan apa? Ayo pilih saja."

"Baik Pak!" jawab mereka serempak.

Setelah memesan makanan dan minuman mereka pun terlibat obrolan yang cukup serius. Hingga tak terasa waktu sudah beranjak malam.

"Maaf Pak Bandi, sepertinya hari sudah malam, sesuai kesepakatan kita, sambil menunggu waktu yang pas, saya dan istri pamit pulang dulu," ucap Paimo.

"Baik ... saya tunggu kabar baiknya ya! Kalau bisa jangan lama-lama," sahut pak Bandi, sambil menyodorkan amplop. "Ini sebagai tanda jadi!"

Mereka pun bersalam dan kemudian sepasang suami istri itu berlalu dengan senyum sumringah, serta penuh kemenangan.

***
Di tempat kerja Sri, Bram sudah menunggu Sri di pelataran parkir. Tak lama kemudian gadis cantik dengan rambut digerai muncul di hadapan Bram.

"Sudah lama, Mas?" sapa Sri.

"Belum baru juga lima menitan, Sri!" jawab Bram.

"Ayo kita pulang!" ajak Sri.

"Tapi kita jalan-jalan dulu ya, Sri?" pinta Bram.

"Memang mau jalan-jalan ke mana, Mas?" tanya Sri.

"Kita keliling kota Semarang aja," sahutnya.

Sesaat kemudian mereka sudah menyusuri kota Semaraang, mereka memasuk kawasan kampung laut, ketika Bram hendak melajukan motornya, dia melihat Paimo dan istrinya berboncengan keluar dari kampung laut, sambil tertawa senang, seperti baru mendapatkan undian.

Bram seketika curiga dengan Paimo dan istrinya. Bram berniat ingin mencari tahu apa yang sedanh mereka rencanakan untuk Sri.


SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang