Bab 7. Kekecewaan Simbok

32 1 0
                                    


Simbok tiba di rumah Prapti, setelah memastikan alamat yang dituju adalah benar, simbok mendorong pintu gerbang yang terbuat dari besi, dibantu sopir travel. Kemudian, simbok berjalan memasuki halaman rumah Prapti dan menuju teras yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Setelah memasuki teras rumah Prapti, simbok mengetuk pintu sambil mengucap salam.

"_Assalamu'alaikum_," ucap simbok.

"_Waalaikumsalam_," jawab seseorang dari dalam rumah Prapti.

Lalu seseorang membuka pintu, ketika pintu terbuka, Prapti kaget melihat siapa yang datang. Simbok yang berdiri tepat di depan pintu, menyapa Prapti dan memberondong pertanyaan tentang Sri.

"Simbok? Sama siapa, Mbok?" seru Prapti kaget.

"Sendiri, Ti. Sri mana? Dia sehat 'kan, Ti?" jawab simbok seraya mencecar pertanyaan pada Prapti.

"Ayo masuk dulu, Mbok!" ajak Prapti.

Prapti pun membantu simbok, membawakan barang bawaaan simbok. Simbok mengikuti Prapti dari belakang sambil menatap heran rumah Prapti, yang mewah.

"Silahkan duduk, Mbok!" Prapti mempersilahkan simbok duduk, setelah mereka berada di ruang tengah.

"Terima kasih. O iya mana Sri?" tanya simbok.

"Ada di kamar, Mbok. Sebentar Prapti panggilkan" jawab Prapti seraya berlalu untuk memanggil Sri.

***
"Sri ... Sri ada Sinbok nih!" panggil Prapti.

Antara percaya dan tidak, Sri yang ada di dalam kamar, seakan bermimpi, kalau simbok datang dan menenggoknya, Sri mencoba mencubit lengannya, untuk meyakinkan, bahwa dia tidak sedang bermimpi.

"Auuu ... sakit, ternyata aku nggak sedang bermimpi," ucapnya lirih.

Sri pun menuju meja rias dan mematut diri dan memoleskan sedikit bedak. Lalu Sri keluar dan menemui Simboknya.

"Mbok ... benarkah ini Simbok?" teriaknya tak percaya.

"Sri ..., iya ini simbok, simbok kangen kamu, Nduk!" jawab simbok seraya memeluk anak semata wayangnya.

"Aku juga kangen, Mbok. Mbok sehat kan, Mbok baik-baik saja kan?" Sri membrondong dengan pertanyaan.

"Iya Sri, simbok baik-baik saja, simbok sehat, buktinya bisa nengkokin kamu," jawab simbok.

Ketika Sri dan simbok sedang asik kangen-kangenan, Prapti datang dengan senampan minuman dan camilan. Mereka pun kemudian membaur dalam cerita dan canda tawa. Hingga simbok mengutarakan maksud kedatangannya.

"Prapti, maafkan simbok. Maksud kedatanganku ke sini, mau mengajak Sri pulang ke kampung," kata simbok menjelaskan.

"Lho ... memang ada masalah apa, Mbok? Kok Sri mau diajak pulang?" tanya Prapti.

Simbok pun menceritakan kejadian yang dialaminya malam itu, Prapti pun mendengarkan, begitupun dengan Sri. Hingga tepat pukul 19.00 wib, Paimo pulang dan dia kaget melihat simbok datang ke rumahnya. Setelah mengucap salam dan bersalaman dengan simbok, Paimo pamit untuk membersihkan diri.

Paimo kemudian masuk ke dalam kamar untuk mandi, sementara Prapti ke dapur guna menyiapkan makan malam dan kopi untuk suaminya. Sri mengajak simbok beristirahat di kamarnya.

"Mbok, nanti simbok tidur di kamar Sri aja," kata Prapti seraya menuju dapur.

"Iya, Ti. Terima kasih," jawab simbok.

"Ayo mbok, kita ke kamar biar simbok bisa istirahat," ajak Sri sambil mengandeng simboknya.

"Iya, Sri. Mbok capek banget, nggak pernah jalan jauh dan duduk berjam-jam di kendaraan," jawab simbok.

"Ya sudah Mbok istirahat dulu di kamar, sambil nunggu makan malam, aku mau bantu mbak Prapti dulu di dapur," ucap Sri.

Sri bergegas membantu Prapti di dapur, menyiapkan piring, sendok dan gelas. Sementara Prapti sedang membuat dadar telur dan sambal serta lalapan.

Paimo yang sudah selesai mandi, lalu keluar dari kamar dan mengambil kopi yang sudah disiapkan istrinya. Kopi di bawanya ke depan tv, kemudian di sesapnya kopi hangat itu sedikit demi sedikit.

Prapti dan Sri sudah selesai nenyiapkan makan malam, kemudian Prapti menyuruh Sri untuk memanggil dan mengajak simbok untuk makan.

"Sri, panggil simbok ajak makan malam," perintah Prapti.

"Iya, Mbak. Sebentar saya panggil simbok," jawab Sri.

Sementara itu Prapti memanggil suaminya dan mengajaknya makan malam. Paimo yang sedang nonton tv, kemudian beranjak dari sofa dan menuju meja makan.

Simbok dan Sri sudah berada di meja makan, Prapti yang sudah sejak tadi berada di ruangan tersebut, sedang menuangkan air ke gelas-gelas yang kosong dan menyuruh simbok untuk segera makan.

"Mbok, ayo silahkan makan, maaf kalau makannya seadanya," ucap Prapti mempersilahkan simbok.

"Sri, ambilkan simbok nasi dan lauknya," perintah Prapti.

"Ya Mbak," jawab Sri.

Kemudian mereka pun makan bersama tanpa banyak ngobrol, hanya obrolan ringan yang terdengar di meja makan.

Selesai makan simbok kembali masuk ke kamar Sri, untuk istirahat. Sri kemudian menyusul simbok untuk istirahat. Di dalam kamar Sri terlibat obrolan dengan simbok.

"Sri!" panggil simbok.

"Ya, Mbok. Ada apa?" jawab Sri.

"Besok kamu ikut pulang simbok ya!" pinta simbok.

"Tapi Mbok, Sri masih pinggin kerja untuk memberangkatkan simbok umroh," tukas Sri.

"Simbok nggak butuh itu Sri, memang simbok pingin umroh, tapi kalau belum rejekinya simbok ikhlas, _Nduk_," jelas simbok seraya mengelus rambut anak gadisnya.

"Mbok, aku masih pingin kerja, kalau aku ikut Simbok pulang, di kampung aku mau kerja apa?" Sri mencoba menjelaskan pada simbok.

"Kamu bisa kerja di toko, _Nduk_!" simbok memberi pengertian pada Sri.

"Di kampung gajinya kecil, Mbok!" kata Sri.

"Biar gaji  kecil, setidaknya kita bisa ngumpul, _Nduk_!" jawab simbok.

"Mbok, sekali lagi aku nggak mau ikut pulang!" tegas Sri.

Simbok kecewa dengan sikap Sri yang menolak ajakannya, untuk ikut pulang ke kampung. Dia juga nggak habis pikir dengan sikap Sri yang keras kepala.

Namun simbok nggak kehabisan akal, dia akan tetap di rumah Prapti sampai anak gadisnya berubah pikiran. Karena hanya cara itulah yang bisa dilakukannya, agar anaknya luluh dan mau diajak pulang.

"Baik _Nduk_, kalau kamu nggak mau ikut pulang, simbok yang akan menemanimu di sini," kata simbok.

"Nggak bisa gitu dong, Mbok. Malu sama Mbak Prapti dan Kang Paimo!" tukas Sri.

"Kalau itu masalahnya, kita bisa kok nyari kontrakan, biar nggak ngrepoti Prapti," suara simbok mulai meninggi.

"Tapi di sini kontrakan mahal, Mbok! Gajiku nggak akan cukup untuk biaya hidup," jelas Sri.

"Nanti simbok bantu, dengan jadi buruh cuci gosok di sini," jawab simbok nggak kalah sengit.

Perdebatan antara simbok dan anaknya, berlangsung hingga larut malam. Sehingga tidak menemukan titik terang, karena mereka dikuasa oleh ego masing-masing.











SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang