Bab 11. Jalan-jalan

26 1 0
                                    

Bram yang melihat Paimo dan Prapti keluar dari pelataran parkir kampung laut, terus membuntuti. Karena dia merasakan ada yang tidak beres pada kedua orang tersebut, setelah tadi siang dia, mendapat info dari temannya yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka dengan pak Bandi.

"Berarti benar apa yang tadi dibilang Mamad, bahwa mereka benar berada di kampung laut," gumamnya sambil manggut-manggut.

Bram ingat benar kata-kata Mamad di ponsel tadi, sebelum menjemput Sri.

"Bram, kamu harus selidiki Prapti dan Paimo! Karena aku melihat mereka berada di kampung laut bersama bapak-bapak. Aku juga tak sengaja menguping obrolannya, mereka menyinggung nama Sri,' kata Mamad menerangkan.

Untuk itu, pada saat Bram menjemput Sri, sengaja dia mengajaknya jalan-jalan, karena Bram ingin membuktikan semua ucapan Mamad.

Ternyata semua yang diucapkan Mamad di telepon, semuanya benar, Bram pun mulai mencari tahu siapa Prapti dan Paimo sebenarnya, kenapa dia begitu ingin mencelakai Sri?

Bram terus membuntuti Prapti dan Paimo, hingga tak terasa mereka sudah tiba di depan rumah Prapti. Sri yang dari tadi hanya diam dan menikmati pemandangan kota Semarang di malam hari, kemudian turun dari motor dan menyapa Prapti.

"Tumben, Mbak Prapti dan Kang Paimo baru pulang," seru Sri seraya masuk ke halaman rumah.

Prapti dan Paimo kaget, karena mereka berpikir kalau Sri sudah pulang dari tadi. Mereka terlihat gugup dan binggung ketika tahu Bram juga ada di situ.

"Malam, Mbak ... Kang. Baru pulang ya?" sapa Bram, seraya bertanya.

"E ... iya Bram, dari mana aja kalian?" tanya Prapti.

"Maaf, Mbak. Tadi saya ajak Sri jalan-jalan, makanya pulangnya jadi malam," ucap Bram.

"Nggak apa-apa Bram, aku dan kang Paimo juga baru pulang," jawab Prapti

Setelah basa-basi sebentar, Bram kemudian pamit, karena hari sudah larut malam. Bram pun berlalu dan Sri bergegas masuk rumah, lalu menuju kamarnya.

***
Prapti kemudian mengunci pintu, setelah suaminya memasukkan motornya.

"Aku ke kamar dulu, ya Kang!" ucapnya.

"Ya, aku mau bikin kopi dulu," jawabnya.

***
Mbok Darmi terus kepikiran anak gadisnya, meskipun dia baru saja pulang dari menjenguknya. Namun kali ini simbok tidak begitu khawatir, karena Bram berjanji menjaga Sri. Simbok percaya dengan lelaki yang sedang dekat dengan Sri.

Waktu sudah menunjukan pukul 12.00 malam, tapi simbok masih belum bisa tidur, hanya butiran tasbih temannya kini, sambil sesekali merapalkan doa untuk Sri.

"Ya Allah, lindungilah anakku Sri dari malapetaka dan marabahaya, yang sewaktu-waktu datang padanya," doa simbok untuk anak gadisnya.

***
Sementara di sebuah sudut rumah, Bram dan Mamad terlibat perbincangan serius, entah apa yang mereka bicarakan, satu yang pasti ini tentang keselamatan Sri. Ya ... Sri gadis yang akhir-akhir ini menempati ruang hatinya.

"Kita harus waspada, Bram! Sepertinya suami istri itu punya niat nggak baik ada Sri!" ucap Mamad.

"Aku nggak habis pikir, Mad! Kok mbak Prapti dan suaminya tega ya berbuat begitu? Kasihan Sri," tanya Bram.

"Ya namanya manusia, Bram. Apalagi menyangkut masalah duit, sudah pasti lah mereka kalap," kata Mamad.

"Kamu bantuin aku ya, menyelidiki mereka berdua!" pinta Bram.

"Beres, aku pasti akan bantu kamu, semampuku," jawabnya.

Malam semakin larut, Bram dan Mamad masih terlibat obrolan, hingga tak terasa waktu sudah menunjuk angka dua. Mamad pun beranjak untuk pulang ke kostannya di seberang jalan.

"Aku balik dulu, Bram. Dah nggak kuat nih mata," katanya.

"Iya deh, aku juga dah ngantuk berat," ucap Bram.

***
Keesokan paginya Bram berniat untuk main ke rumah Prapti, karena dia tahu setiap hari minggu Sri libur. Begitupun dengan Prapti dan suaminya.

Di rumah Prapti, Sri baru selesai sarapan dan mencuci piring-piring kotor, kemudian dia bergegas untuk membantu Prapti mengurus tanamannya.

Sementara Paimo masuk kamar lagi, setelah sarapan. Sri dan Prapti merapikan tanaman-tanaman yang ada di teras.

"Sri, bagaimana hubunganmu dengan Bram?" tanya Prapti menyelidik.

"Hmm ... baik, Mbak," jawab Sri.

"Kamu udah jadian ya, sama Bram?" selidiknya.

"Belum, Mbak. Kemarin waktu ada simbok, mas Bram sempat nyatakan cintanya, tapi aku belum kasih jawaban," terang Sri.

"Baguslah! Kamu harus pikir-pikir lagi, karena kamu kenal Bram kan belum lama," timpal Prapti. "Kamu harus selidiki dulu siapa Bram sebenarnya."

"Iya, Mbak!" jawab Sri.

Pada saat mereka sedang membicarakan Bram. Tiba-tiba Bram datang. Dia ingin mengajak Sri jalan-jalan di hari minggu ini. Prapti yang sebenarnya enggak suka dengan kedekatan Sri dengan Bram, kemudian memberikan ijin pada Sri.

"Assalamu'alaikum," Bram mengucapkan salm.

"Waalaikumsalam," jawab mereka berbarengan.

"Maaf, Mbak. Boleh saya ajak Sri jalan-jalan?" Bram meminta ijin pada Prapti.

"Hmm ... boleh, tapi jangan sore-sore ya Bram!" jawab Prapti.

"Iya, Mbak!" ucap Bram.

Prapti kemudian menyuruh Sri untuk bersiap, Sri lalu masuk kamar untuk ganti baju dan sedikit memoleskan bedak.

Beberapa menit kemudian Sri keluar kamar dan menemui Prapti dan Bram yang menunggunya di teras.

"Sudah siap, Sri?" tanya Bram ketika Sri sudah ada di teras.

"Iya, Mas. Aku dah siap," jawabnya malu-malu.

Setelah berpamitan pada Prapti, Bram kemudian melajukan motornya. Prapti masih mengurusi tanaman-tanamannya.

***
Bram melajukan motornya ke arah simpang lima dan menghentikan laju motornya setelah memasuki pelataran parkir sebuah mall besar di kota Semarang.

Sri yang baru pertama kali menginjakan kaki ke dalam mall tersebut, terlihat senang. Terlebih yang membawanya ke mall adalah laki-laki yang mencintainya.

Bram senang, melihat Sri terlihat bahagia. Kemudian Bram mengajak masuk ke sebuah gedung yang sedang memutar film 'Ayat-ayat Cinta'. Sri yang baru pertama masuk gedung bioskop, begitu bahagia.

"Mas, kok Mas Bram tau sih kalau aku pingin nonton film ini, tapi aku nggak berani kalau harus nonton ke bioskop sendiri," kata Sri jujur.

"Iya, Sri. Aku tahu setiap jemput kamu, kamu selalu berbinar saat lihat iklan film tersebut," terang Bram.

Bram kemudian menuju loket dan membeli tiket untuk mereka berdua. Tak lupa dia juga membeli makanan dan air mineral.

Pintu masuk cinema satu sudah dibuka, mereka kemudian masuk dan menunjukan tiket, lalu nomer petugas tersebut menunjukan letak bangku yang tertera di tiket tersebut. Mereka menuju tempat duduk yang sudah ditunjukkan petugas. Tak berapa lama film pun diputar.



SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang