Bab 4. Terjebak

45 1 1
                                    

Sejak mengetahui Sri kerja dan pulang jam 20.00 wib, sudah menjadi rutinitas Bram tiap malam menunggu Sri pulang, di ujung gang. Namun belum sekalipun Bram berhasil ngobrol atau sekedar kenalan. Namun itu tak menyurutkan niat Bram untuk mendapatkan hati Sri.

Bram yang gigih berjuang untuk dapat merebut hati Sri, berbuah manis. Karena hari itu secara tak sengaja Bram off alias libur kerja, kebetulan pagi itu dia ada keperluan hendak ke pasar, dan saat itu waktunya bertepatan dengan Sri berangkat kerja.

Bram yang mengendarai motornya, melihat Sri sedang berjalan ke ujung gang, untuk menunggu angkot. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh Bram. Bram melajukan motornya dan menghampiri Sri, dan menyapanya.

"Mbak ... Mbak yang kemarin malam sama suaminya yang hampir menabrak saya, ya?" sapa Bram.

Sri yang ketakutan, karena takut kalau Bram akan meminta ganti rugi, mempercepat langkahnya. Bram yang tahu Sri ketakutan, berusaha memberi penjelasan.

"Mbak, nggak usah takut. O iya nama saya Bram," ucap Bram sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

Sri yang masih ketakutan, hanya mematung di pinggir jalan, sambil berusaha meyakinkan, bahwa laki-laki yang bernama Bram tersebut adalah orang baik.

"Maaf, Mas. Kalau saya sudah salah sangka. Dan maaf atas kejadian malam itu," jawab Sri tenang.

"Nggak apa-apa, Mbak." tukas Bram seraya melepas helmnya.

"O ... iya kenalkan saya, Sri. Baru seminggu ini, saya tinggal di kota ini." jelas Sri sambil mengatupkan tangannya.

"Owh ... pantas aja aku baru melihat Sri, rupanya dia baru tinggal di sini," gumam Bram.

"Tinggal di mana, Mbak?" tanya Bram penuh selidik.

"Itu, di situ Mas. Dekat pertigaan, yang rumahnya di ujung," jelas Sri.

"O iya Mas, maaf saya buru-buru udah siang," pamit Sri seraya menyetop angkutan.

Sejak pertemuan itu Bram semakin rajin, mengejar cinta Sri. Sri yang masih lugu dan polos, belum menunjukan sinyal cintanya pada Bram. Bagi Sri saat ini yang terpenting adalah bekerja untuk menabung dan memberangkatkan umroh simbok.

Paimo yang saben hari menjemput Sri, mendengar desas-desus, bahwa Sri ditaksir Bram, anak kampung sebelah. Paimo yang sudah lama suka dengan Sri, meskipun dia sudah menikahi Prapti, tapi rasa itu sudah ada sejak Paimo tak sengaja melihat Sri kecil sedang mandi di sungai, di kampungnya.

Sri yang saat itu duduk di bangku SD, memang terlihat paling cantik dan bongsor, di antara teman-teman sebayanya. Paimo yang sedang mengisi waktunya dengan memancing di sungai, terpesona dengan lekuk tubuh Sri yang putih dan mulus.

Sejak saat itu Paimo memendam hasrat pada Sri. Namun untuk mendekati Sri remaja sangat sulit dilakukan Paimo, karena simboknya selalu menemani Sri ke manapun dia pergi. Sehingga sulit bagi Paimo untuk mendekati Sri.

Hingga Sri lulus SMP dan meminta tolong Prapti untuk mencarikan pekerjaan, barulah Paimo bisa leluasa memandangi Sri sepuas hatinya, meskipun sekarang ada Prapti yang sudah menjadi istrinya.

Sore itu Paimo sudah rapi dan bersiap untuk menjemput Sri di tempat kerjanya, Paimo sengaja jemput agak awal, dia berniat ingin mengajak jalan-jalan Sri dan meminta ijin bu Susi untuk memperbolehkan Sri pulang duluan.

Paimo sudah berada di kedai bu Susi tepat jam 19.00 wib, satu jam lebih awal sebelum Sri pulang kerja, dan Paimo bergegas untuk menemui bu Susi. Sri yang melihat Paimi datang, kemudian mendekati Paimi.

"Lho, Kang Paimo udah jemput?" tanya Sri.

"Iya Sri, tapi aku ada perlu sama bu Susi," Jawab Paimo.

"Oh ... ya sudah kalau mau ketemu bu Susi dulu," tukas Sri, sambil berlalu dari hadapan Paimo.

Paimo buru-buru menemui bu Susi, dia tidak ingin membuang waktu. Setelah mengutarakan maksud kedatangannya, Paimo lalu keluar dari ruangan bu Susi dan bu Susi pun memanggil Sri. Sri yang dipanggil pu bertanya-tanya dalam hati. Ketika bu Susi menyampaikan pesan Paimo, bu Susi pun segera menyuruh Sri pulang.

Sri pun menuruti apa yang dikatakan bu Susi, dan segera bersiap pulang, karena sudah ditunggu Paimo di parkiran. Sesampainya di tempat Paimo menunggu Sri, Sri pun duduk di boncengan, kemudian Paimo melajukan motornya.

Paimo ingin mengajak Sri jalan-jalan, menghabiskan malam, yang kebetulan saja hari itu hari Sabtu malam Minggu. Sri yang merasa ada asing dengan jalan yang dilalui saat itu, menanyakan pada Paimo.

"Maaf, Kang. Inikan bukan jalan yang biasa kita lalu untuk pulang?" tanya Sri hati-hati.

"Iya, Sri. Aku mau ajak kamu jalan-jalan dulu sebentar. Mumpung malam minggu," ucap Paimo.

"Memang kita mau ke mana, Kang? Kenapa mbak Prapti nggak diajak?" tanya Sri.

"Prapti nggak mau, capek katanya," jelas Paimo.

"Oh ... gitu ya, Kang?" jawab Sri.

Paimo terus melajukan motornya ke sebuah tempat yang asing bagi Sri, yaitu sebuah cafe yang di lengkapi life house music. Sri yang lugu dan polos, binggung harus ngapain, sementara dia tidak tahu tempat apa ini.

***

Sementara itu simbok yang malam itu selesai salat isya dan hendak makan, mengambil piring di dapur, tapi saat simbok mengambil piring, tiba-tiba benda itu jatuh, sontak membuat simbok kaget, seraya bertanya-tanya ada apa ini.

"Astghfirullah," teriak simbok.

"Ada apa ini? kenapa ini?" tanya simbok dalam hati.

Simbok kemudian teringat akan Sri, ada apa dengan Sri? Apa dia baik-baik saja? Simbok khawatir dengan keadaan Sri di kota. Hingga malam itu simbok sulit untuk memejamkan mata.

***
Sri yang malam.itu diajak jalan-jalan di cafe, ternyata dijebak olah Paimo. Ya ... Paimo yang menginginkan tubuh mulus Sri, mencoba memberikan minuman yang sudah dicampur dengan obat tidur.

Saat Sri meminum, minuman tersebut, tak lama kemudian Sri merasakan pusing dan mengantuk, hingga akhirnya Sri tidak sadarkan diri. Paimo yang sudah tidak sabar, langsung mengendong Sri keluar dari cafe menuju motel yang bersebelahan dengan cafe itu.

Namun naas bagi Paimo, ketika hendak keluar dari cafe, dia berpapasan dengan Bram yang saat itu sedang hangout bareng teman pabriknya.

"Mas, Mas ini kan yang tempo hari boncengin Sri dan hampir menabrak say?" Bram menerka-nerka.

"Ada apa dengan Sri, Mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bram sambil menawarkan diti untuk membantu.

"I ... iya, Mas. Ini nggak tahu kenapa tiba-tiba Sri pingsan, mungkin masuk angin dan kecapaikan." jelas Paimo gugup.

"Kalau begitu biar saya bantu ya, Mas? Kebetulan saya dan teman-teman bawa mobil," Bram menawarkan diri.

"Baiklah, tolong antar kami pulang," pinta Paimi. " Dan tolong titip motor saya ke pos satpam, biar besok saya ambil.

"Nggak usah Mas, biar motor nanti saya bawa pulang," tukas Bram.

"Tolong antar mas ini pulang, nanti biar aku pulang naik motornya," Bram meminta tolong pada temannya.

Sri yang pingsan sudah dimasukkan ke dalam mobil, mobilpun melaju, mengantar Sri dan Paimo pulang. Bram yang mengendarai motor Paimo, mengikuti dari belakang.

Bersambung



SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang