Bab 14. Terlambat

31 1 0
                                    

Bram terus memacu kendaraannya menuju kota Semarang atas. Tak dihiraukannya angin malam yang mulai menusuk dan menjalar ke dalam tubuhnya. Hanya Sri yang ada di angannya.

***

Pak Bandi masih menahan Sri yang terus meronta. Dia semakin mengila dan beringas. Sementara Sri sudah kehabisan tenaga untuk meronta, sehingga laki-laki tua itu semakin mudah untuk menakhlukannya.

Sri yang mulai lemas karena kehabisan tenaga, mulutnya komat-kamit merapalkan doa keselamatan untuknya. Dia juga berharap ada seseorang yang menolongnya dari jeratan bandot tua tersebut.

***
Paimo dan Prapti yang khawatir jika Bram berhasil menyelamatkan Sri dan membawanya kembali, bergegas untuk menyelamatkan diri, mereka takut, kalau-kalau Bram menyeretnya ke kantor polisi.

Suami istri yang gila harta dan berambisi untuk menjadi sukses dan tersohor di desanya, segera mengemasi barang-barangnya. Mereka hendak meninggalkan rumahnya dan pindah ke kota lain.

Dalam sekejab pasangan suami istri tersebut telah selesai mengemasi benda berharga miliknya.

"Ayo Kang, kita harus gerak cepat, sebelum Bram berhasil menyelamatkan Sri dan menyeret kita ke kantor polisi," kata Prapti

"Iya Ti, aku juga nggak mau lumutan di dalam penjara," jawab suaminya.

***

Pak Bandi yang melihat kondisi Sri semakin melemah, tak ingin membuang waktu lebih lama, bandot itupun memanfaatkan situasi tersebut untuk segera menuntaskan nafsu syahwatnya, pada gadis yang sudah tak berdaya itu. Sri hanya bisa meratapi kebodohannya, karena begitu percaya mulut manis Prapti dan suaminya.

"Prapti dan Paimo memang pintar, dia tahu seleraku," kata pak Bandi.

"Aku nggak rugi keluar uang puluhan juta, untuk mendapatkan kegadisanmu," ujarnya seraya melempar baju-baju Sri kemuka gadis itu.

Sri yang baru saja menjadi pemuas nafsu laki-laki tua itu, hanya bisa menangis dan merutuku dosa yang baru saja dibuatnya. Dia kemudian lari masuk ke kamar mandi dan menguyur tubuhnya dengan shower sambil sesekali Sri berteriak dan menangis di guyuran air shower tersebut.

Pak Bandi duduk di pinggir tempat tidur dan menghisap rokoknya dalam-dalam, sambil sesekali memainkan sklar lampu yang ada di atas nakas. Dia nampak tersenyum puas, karena malam ini dia benar-benar mendapatkan keperawanan Sri, yang benar-benar masih utuh.

Sri belum beranjak dari kamar mandi, ketika pak Bandi mengetuk pintu kamar mandi.

"Sri, kamu nggak apa-apa kan?" tanya pak Bandi dari luar. "Ayo keluar, nanti kamu kedinginan dan masuk angin."

Sri kemudian keluar dengan mengenakan piayama yang susah tersedia di lemari di dalam kamar mandi.

Pak Bandi lalu mengajaknya duduk untuk membicarakan hubungannya.

"Sudah Sri jangan menangis terus, aku akan bertanggung jawab, bila perlu besok kita nikah," ucap pak Bandi.

Sri masih menitikan airmata yang membanjiri pipinya yang merah. Dia masih menyesali kejadian yang dilakukan oleh laki-laki tambun itu.

"Sri sudah ya, Sayang. Besok kita nikah dan kalau terjadi apa-apa aku akan bertanggung jawab," kata pak Bandi.

"Sa-saya takut, simbok kecewa dengan saya, Pak. Saya meyakinkan simbok untuk diijinkan kerja di kota, tapi apa kenyataannya?" Sri semakin tersedu, pundaknya berguncang. Sri tak mampu melanjutkan ucapannya.

Setelah sedikit tenang, Sri melanjutkan ceritanya. Pak Bandi mendengarkan semua yang di tuturkan Sri. Sri juga memohon pak Bandi mau membebaskannya dan mengijinkannya dia pulang.

Namun sia-sia, lelaki itu tidak mengijinkan Sri keluar dari rumahnya, bahkan Sri diancam, bila dia nekad kabur, maka Bandi nggak akan segan-segan menyakitinya.

Mendengar perkataan dari si tua tersebut, Sri semakin bertekad untuk lari dari rumah tersebut. Dia tak peduli dengan kegadisannya yang sudah direnggut bandot tua tersebut. Di benaknya hanya ingin bebas dan lari dari rumah tersebut.

***
Bram sudah hampir tiba di rumah pak Bandi, dia di sambut petugas keamanan di komplek mewah tersebut.

"Selamat malam, Mas. Ada keperluan apa ya malam-malam masuk komplek ini?" tanya petugas yang diketahui bernama Parjo.

"Malam, Pak. Begini Pak, di komplek ini ada gadis yang membutuhkan pertolongan, karena dia sudah menjadi korban perdagangan manusia, untuk dijadikan simpanan oleh salah satu penghuni komplek ini!" jelas Bram.

"Kalau boleh tahu siapa dan di mana rumahnya?" tanya Parjo menyelidik.

"Ini Pak, alamatnya. Di situ juga sudah tertera namanya," ucap Bram

Setelah dua petugas itu membaca secarik kertas, yang diberikan Bram, mereka saling berpandangan, seakan tidak percaya, dengan nama dan alamat yang ditulis di kertas tersebut.

"Kita harus segera menyelidiki ke rumahnya," kata Parjo kepada teman tugasnya.

"Baik, Pak. Segera laksanakan," jawabnya.

Parjo kemudian membuka portal dan menutupnya kembali, lalu mempersilahkan Bram mengikutinya dari belakang.

"Silahkan Mas, mengikuti kami dari belakang," ucap Parjo, saat membuka portal.

"Terima kasih, Pak. Baiklah saya akan ikut instruksi Bapak," kata Bram.

Mereka kemudian melaju menuju rumah pak Bandi, yang berada di ujung komplek.

Kehadiran mereka diterima oleh satpam pribadi pak Bandi, yang bernama Yanto.

"Maaf, Yan. Kalau kedatangan kami menganggumu," sapa Paijo yang sudah mengenal Yanto.

"Ada apa ini Pak Parjo?" tanya Yanto seraya membuka pintu gerbang.

Setelah Parjo menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya, Yanto kemudian mempersilahkan masuk dan mengantarkan mereka menuju ke dalam rumah mewah tersebut.

Bandi yang mendengar ribut-ribut di luar, segera merapikan pakaiannya dan keluar, untuk melihat apa yang terjadi.

Setelah Yanto menjelaskan dan mengenalkan satu persatu tamu yang dia bawa, Bram kemudian mendekati pak Bandi dan menanyakan keberadaan Sri.

Belum sempat Bandi menjawab pertanyaan Bram, Sri yang hapal betul suara Bram, seketika menyambar tas dan lari keluar. Bram yang melihat Sri, kemudian menarik tangan Sri dan membawanya kabur.

Pak Bandi berusaha mencegah Bram dan menyuruh Yanto mengejar Bram, tapi Bram sudah berhasil kabur, dengan kecepatan tinggi dia melajukan motornya.

Parjo yang masih berada di rumah Bandi, mencegah Bandi untuk mengejar Bram dan Sri, dia memerintahkan temannya untuk menyusul Bram dan membukakan portal masuk komplek.

Bram berhasil membawa Sri keluar dari komplek tersebut, berkat bantuan Parjo dan temannya. Bram lalu membawa Sri menuju ke rumahnya. Hingga keadaan Sri benar-benar stabil.




SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang