Prologue

179K 6.6K 141
                                    

"Dok, bagaimana keadaannya?" samar kudengar suara bass seorang lelaki dari sudut ruang tempat aku terlelap.

Perlahan, aku mencoba membuka mata, menyesuaikan pandangan dengan cahaya dari lampu. Ruangan ini serba putih dan tercium bau obat-obatan yang menyengat. Rumah sakit.

Memangnya siapa yang sedang sakit? Ada apa ini sebenarnya?

"Dapat saya simpulkan bahwa keadaan pasien sudah stabil. Beliau sudah melewati masa kritisnya. Tinggal menunggu beliau sadar saja. Jangan khawatir, anak yang di dalam kandungannya baik-baik saja," ucap seorang pria paruh baya yang kuyakini adalah seorang dokter.

Anak dalam kandungan? Memangnya siapa yang hamil?

"Nghh..." perlahan aku bergumam, memberi petunjuk pada orang yang di dalam ruangan ini bahwa aku telah sadar. Pria bersuara bass di sudut ruangan itupun berbalik mendengar gumamanku.

"Sayang, kamu sudah sadar?" terlihat jelas gurat kelegaan dan bahagia di wajah kelelahan pria itu begitu melihat aku yang terbangun.

Azka?! Azkanio Geovanni?! Apa ini mimpi? Ada apa makhluk tengil itu berada di ruangan ini? Kepalaku mulai pusing mengingat si makhluk tengil yang satu itu. Dan apa katanya tadi? Sayang? Sejak kapan aku jadi seintim itu dengan the most annoying guy in the world versiku itu!

Perlahan aku menggerakkan tanganku untuk memijat pelipisku yang pusing.

Apa ini? Perban? Aku mendapati kepalaku yang terbalut perban. Lalu ketika mendongak, aku juga menemukan lengan kiriku yang sudah digips dan kaki kananku yang terbalut rapi perban.

"A--Ada...apa ini? Me--mengapa k--kamu di..sini?" aku berusaha berucap dengan terbata-bata dan suara serak. Tenggorokanku kering sekali. Pasti aku sudah tertidur lama.

"Sayang, minum dulu. Nanti kujelaskan." Azka mengangsurkan segelas air putih padaku. Aku meneguknya pelan, menghilangkan dahaga di tenggorokanku.

"Sebenarnya, kamu seminggu lalu kecelakaan. Kamu ditabrak sebuah mobil saat melintasi trotoar sepulang dari supermarket di depan apartemen. Pengemudi mobil yang menabrakmu juga sudah bertanggungjawab dan menyerahkan dirinya ke polisi sesudah mengantarmu kemari. Nanti aku akan menuntutnya karena mengakibatkan kamu celaka. Tapi tenang saja, anak kita tidak apa-apa. Dia kan anak yang kuat," Azka menjelaskan dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.

Sejak kapan makhluk satu ini bisa bersikap manis. Dunia pasti sudah mau kiamat.

"Kenapa kamu disini? Mana keluargaku?" Azka menatapku heran sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Lho? Aku kan suami kamu. Jadi sudah seharusnya aku disini. Papa Mama kamu dan Viona sebentar lagi tiba. Mereka baru berangkat dari Bogor ke Jakarta begitu mendengar kamu kecelakaan."

"Apa? Suami? Sejak kapan aku menikah dengan makhluk menyebalkan sepertimu?! Nggak usah membual, deh. Nggak lucu, tau nggak?" tepat setelah perkataanku usai, pintu ruang rawatku terbuka dan menampakkan Papa, Mama, dan Viona dengan ekspresi khawatir yang tercetak jelas di raut wajah ketiganya.

"Maureen, kamu kenapa, Nak? Nggak papa, kan? Ada yang sakit?" Mama langsung duduk di kursi di sebelah ranjangku sambil menggenggam tangan kananku yang tidak digips.

"Maureen nggak papa, Ma. Tapi, kenapa makhluk menyebalkan ini disini? Kenapa bukan Mama, Papa, atau Viona yang menemani Maureen?" tanyaku dengan nada heran.

Semua orang di ruangan itu memandangku dengan ekspresi terkejut dan heran, seakan-akan aku adalah alien yang turun ke Bumi dan bergabung dengan peradaban manusia. Oh, ayolah! Aku butuh penjelasan sekarang. Bukan tatapan seolah aku adalah makhluk aneh.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang