Special Story (Dika-Vio)

73.1K 2.6K 65
                                    

"Vio, pinjamin diktat kuliah kamu, dong!" Sesosok pria tampan berwajah campuran Timur Tengah menghampiri mejaku sambil menyengir lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang putih, kontras dengan kulitnya yang kecokelatan.

"Nah, Faiz kebiasaan, deh, minjem diktat Vio mulu." Aku mengulurkan diktatku padanya.

"Hihi... Thanks, Vio. Habisnya tulisan Vio indah sih. Seindah orangnya." Faiz berusaha menoel daguku. Ketika tangan Faiz belum mencapai daguku, Faiz tiba-tiba memekik kesakitan.

"Nggak usah modusin cewek gue, dasar onta!" Suara dingin dan sexy itu terdengar dalam dan mengancam dari balik punggung Faiz. Aku menoleh ke balik punggung Faiz dan menemukan oknum pelaku pencekalan itu.

"Dika!" Seruku girang dan berusaha menggapai tubuhnya. Dika berjengit kaget dan refleks melepaskan cekalannya dari Faiz dan berusaha menghindariku. Kesempatan yang langsung diambil Faiz untuk melarikan diri.

"Ja--jangan nga--ngagetin gitu dong,  Vio." Dika berucap terbata-bata. Suaranya bergetar gugup dan wajahnya memerah tiba-tiba. Ah, dia malu. Lucu sekali.

"Hehe... sorry..." aku menyengir lebar menatapnya. Pacarku yang imut...

"A--ayo kita pulang!" Dika berjalan cepat ke arah pintu tanpa menatapku. Tetapi dia menghentikan langkahnya tepat di samping pintu, menungguku. Ketika menghampirinya, aku melihat rona merah samar di daun telinganya. Imut sekali kalau dia malu begitu...

"Let's go home, Dika!" Aku menggandeng tangannya sambil tersenyum lebar ke arahnya. Kulihat ia membelalakkan matanya yang agak sipit dan wajahnya semakin memerah. Tetapi dia sama sekali tidak melepas genggamanku. Dia bahkan mengeratkannya. Rasa hangat dari genggamannya menyentuh sampai ke dasar hatiku. Pacarku yang pemalu.  I love you, Dika...

***

Di sebuah ruang tamu berdesain minimalis, tampak dua orang pria dan wanita saling duduk berhadapan. Si wanita duduk sambil menggendong seorang bayi perempuan yang cantik dan meminumkan susu untuknya. Si pria menggaruk tengkuknya frustrasi. Ia mengangkat kepalanya memandang wanita di hadapannya.

"Kak, aku takut Vio bosan sama aku dan ninggalin aku Kak," ucap si pria, Dika, pada akhirnya.

Si wanita, Maureen, menatapnya dengan kening berkerut.

"Kenapa gitu?"

Dika mengusap wajahnya kasar.

"Iya, soalnya aku kan kaku dan nggak romantis. Terus di luar sama juga ada banyak pria yang ngejar-ngejar Vio, yang pastinya jauh lebih baik dariku."

Sesaat gerakan Maureen terhenti. Kareen merengek pelan karena ibunya berhenti menyusuinya. Maureen tersenyum simpul dan kembali menyusui anaknya.

"Dika, Vio itu uda kenal kamu dari dulu. Kalau emang dia nggak suka kamu yang cuek dan nggak romantis, dia nggak bakal mungkin pilih kamu jadi pacarnya."

Dika menatap Maureen sesaat, tertegun sejenak. Tetapi kemudian, mendung menghias wajah orientalnya lagi.

"Tapi aku tetap cemas, Kak. Hubungan kami nggak seperti pasangan pada umumnya." Dika menatap Kareen kecil yang sudah mulai mengantuk dengan mata terpejam-pejam.

"Kakak punya ide." Maureen tersenyum penuh arti.

***

Sore yang sunyi di kampusku. Kelas sudah kosong dari sepuluh menit yang lalu. Hanya tersisa aku sendiri yang masih berdiam diri menunggu Dika sambil membereskan barang-barangku.

Tiba-tiba, sebuah buket bunga tulip kuning muncul di hadapanku. Aku mengernyit heran lalu menoleh pada si pemberi tulip. Dika!

"Bunga yang indah untuk gadis terindah." Dika tersenyum manis,menampakkan lesung pipi tunggalnya.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang