BAB XV

64.8K 3.2K 27
                                    

Warning, part ini banyak banget dramanya.

Pagi yang tenang dengan sinar mentari yang menyusup samar melalui celah jendela kamar Azka dan Maureen. Azka menggeliat sesaat setelah menerima sengatan ringan cahaya di pelupuk matanya.

Tangan Azka menjangkau ke sisi tempat tidur di sebelahnya, sisi Maureen, untuk menarik istri tercintanya ke pelukannya yang hangat. Ia menggapai-gapai tapi tak menemukan apapun.

"Sunshine?" Ia membuka matanya cepat menyadari kealpaan istrinya. Cepat, ia bangkit dari posisi tidurnya dan menelusuri seluruh penjuru penthouse mereka, namun ia tidak menemukan apapun. Kosong. Tak ada tanda-tanda keberadaan Maureen biarpun semua benda-benda miliknya masih berada di posisi semula.

Panik, Azka menggerakkan jarinya yang panjang dan kokoh mengacak rambutnya asal.

Kemana mataharinya pergi?

Ia buru-buru kembali ke kamarnya untuk menggapai ponselnya di nakas.

Dengan cepat, menyentuh angka satu di papan panggilan ponselnya. Speed dial Maureen.

Dengan tidak sabaran, Azka menunggu seseorang menjawab panggilannya. Tidak ada jawaban. Hanya suara operator seluler yang mengatakan bahwa nomor yang dia tuju sedang sibuk. Puluhan kali mencoba, hasilnya tetap sama.

Azka mencoba menghubungi semua kenalan dan sanak saudara yang ia kenal untuk mencari keberadaan Maureen. Tetapi jawaban yang ia terima tetap sama. Tak ada seorangpun yang mengetahui keberadaan Maureen.

Kemana Maureen?

Azka berteriak geram dan melemparkan ponselnya kasar ke ranjang tempat tidur. Tentu saja dia tidak akan melemparkannya ke lantai atau ke dinding. Siapa tau kalau saat dia melakukannya tiba-tiba Maureen malah meneleponnya.

Kemana istrinya? Yang paling ia khawatirkan adalah kondisi istrinya yang sedang amnesia dan membawa anak mereka di dalam kandungannya.

Bagaimana kalau istrinya kenapa-kenapa? Bagaimana kalau ada orang yang memanfaatkan keadaan istrinya yang amnesia untuk berbuat jahat padanya?

Kalau saja dia tidak tertidur begitu lama, mungkin dia sudah menyadari ketika istrinya pergi.

Tapi, apa yang menyebabkan Maureen pergi?

Seingat Azka, dia tidak pernah melakukan apapun yang ia pikir dapat menyakiti Maureen. Ia bahkan selalu memprioritaskan Maureen di atas segalanya.

Azka menggeram sekali lagi. Kalut karena tidak dapat menemukan Maureen. Bingung, ia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih dan menghantamkan kepalan tangan kanannya pada cermin di meja rias kamar mereka. Cermin itu pecah. Tentu saja, mengingat tinju Azka yang sangat keras di permukaannya. Darah segar mengaliri kepalan tangan Azka yang masih mengerat. Azka sama sekali tidak mempedulikannya. Seakan luka di tangannya hanya gigitan serangga.

Yang ada di pikirannya sekarang hanya Maureen. Mataharinya.

Tanpa kehadirannya, ia kacau dan hancur.

***

Maureen terkejut dan kelopak matanya membuka sempurna. Ia baru saja melihat sebuah mimpi. Mimpi tentang Azka kalau Maureen benar-benar meninggalkannya. Ia menarik diri untuk duduk bersandar pada header ranjang. Kedua telapak tangannya mengusap wajahnya.

Apa itu yang akan terjadi jika ia benar-benar meninggalkan Azka?

Hatinya sekarang diliputi keraguan.

Ia memang menyayangi Viona. Sangat. Tapi ia juga sangat mencintai Azka sekarang. Semua perlakuan pria itu benar-benar membuatnya luluh. Dan dia tidak bisa membuat orang yang dia sayangi dan juga cintai terluka.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang