BAB III

82.5K 3.9K 41
                                    

Disinilah aku, sedang memata-matai dan mengawasi Dira bersama Dika. Kami berada di salah satu kawasan pertokoan di bilangan Jakarta Selatan. Dira sedang berjalan-jalan cantik sambil mengenakan pakaian formal ala wanita kantoran. Aku sudah menyelidikinya dan menanyainya, menurut rencananya dia hari ini akan ke salon untuk perawatan pra nikah dan mengganti style rambutnya.

Aku dan Dika mengendap-endap di belakang Dira yang tengah melenggang santai. Setiap kali dia berbalik, kami akan terburu-buru bersembunyi di tembok, pohon, atau apapun yang bisa kami gapai untuk menutupi diri kami. Dengan coat panjang berwarna khakhi, topi fedora dan kacamata ray-ban, kami pun siap beraksi. Detektif Maureen melapor untuk bertugas! Hihi…

Dira melangkahkan kakinya menuju sebuah salon baru yang mewah. Yang kudengar dari Dika, salon itu adalah salon langganan para artis. Dira pasti ingin mencari perawatan terbaik untuk peristiwa sekali seumur hidupnya itu, yang sayangnya tidak akan pernah terjadi, tidak dengan Steve ‘pacarku’!

Aku dan Dika membuntuti Dira masuk ke salon itu. Sepertinya semua pandangan mata orang yang berada di salon menyorot kepadaku. Apa ada yang aneh dengan diriku yah? Sudahlah, cuek aja.

Setelah mengintai serangkaian perawatan spa yang dilakukan Dira, kulihat Dira mulai didudukkan di kursi meja rias salon tersebut. Aku sengaja memilih duduk tepat di belakangnya.

“Cyiinn… Eike denger yeii mau married yah.. Congrats loh cyiinn… Nih mau dibikin keq gimanose rambut yeii?” tanya seorang laki-laki berjiwa perempuan – atau perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki – kepada Dira lengkap dengan gayanya yang kemayu.

“Aku pengen di dying nih Sha. Bagusnya dikasih warna apa yah?” tanya Dira kepada si Sha itu.

“Kalo menurut eike sih, yeii cocoknya pake warna natural brown gitu. Biar rada-rada keq orang Korea gitchuu, cyinn… Nanti kayak siapa itu, si YoonA SNSD itu yang wajahnya sebelas dua belas sama eikke… Hohoho…” si banci sok eksis bernama Sha itu menyarankan. Aku hampir muntah mendengar ucapan si Sha itu. SNSD? Bukannya girl group yang baru debut itu kan, yah? Ternyata mereka masih bertahan sampai sekarang, yah.

“Gimana bagusnya menurut kamu aja deh, Sha… Aku percaya sama selera kamu.” Dira tersenyum ramah pada Sha dari cermin di meja riasnya.

Ah, aku punya ide brilian, nih. Otakku mulai berputar dengan segudang ide kotor.

Kulihat beberapa saat setelah Dira dikeramas dan diberikan hair cut, Sha meninggalkan Dira untuk membuat campuran dying-nya Dira.

Aku membisikkan sebuah rencana kilat di otakku pada Dika ketika melihat kesempatan itu. Dika mengernyit sedetik sebelum mengacungkan jempol kanannya dan bergerak ke tempat Sha menghilang.

Ermm… Mas…” Dika menepuk pundak Sha yang kini berada di ruangan belakang salon yang berseberangan dengan ruang rias tempat Dira dan aku berada. Aku bergerak perlahan ke ujung ruangan untuk mengintai eksekusi Dika atas rencanaku.

“Hah? Mas yeii bilang!? Emangnya eikke kayak Mas-Mas?! Jangan kira yeii ganteng yahh jadi bisa manggil eikke seenaknya!” kulihat Sha melotot garang pada Dika yang langsung disambut dengan mimik wajah Dika yang menciut ketakutan. Aku nyaris meloloskan tawaku yang kutahan setengah mati melihat Sha itu. Gila aja. Marah sih marah, tapi modusin berondongnya kenceng teruss… Wkwk.. Dika yang malang.

“Hmm… Sorry,” kata Dika pelan. “Jadi aku harus panggil apa nih?” Dika mengernyit bingung.

“Panggil Kak keq… Sess keq…  Mbak keq… Tapi khusus untuk yeii bioleh panggil eikke Sha Yank…” Sha mengedip sawan pada Dika yang langsung dibalas Dika dengan bergidik ngeri.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang