BAB II

80.5K 4.1K 66
                                    

"Steve, bisa kamu jelasin, kenapa kamu bisa-bisanya mau menikah dengan Dira? Bukankah kamu itu pacarku dan Dira sahabatku? Kenapa kalian tega mengkhianatiku?" tanyaku tanpa putus.

Steve menyesap kopi dari cangkir di hadapannya. Menarik napas panjang dan memulai kisahnya.

"Kita sudah putus dari tujuh tahun yang lalu. Kamu ingat ketika kejadian kamu terlempar bola basket itu?" Aku mengangguk kecil.

"Dua minggu setelahnya kita putus dan seminggu setelahnya kamu pacaran dengan Azka. Setelah itu kamu mencomblangi aku dengan Dira karena katamu Dira udah lama menyukaiku. Dan semuanya berjalan seperti sekarang," lanjutnya.

"La--Lalu, kenapa kita bisa putus?" suaraku mulai bergetar dan aku merasa tenggorokanku tercekat.

"Kamu yang memutuskan. Kamu bilang kalau ternyata kita udah nggak cocok lagi dan ada orang lain yang kamu sukai, yaitu Azka. Karena aku juga udah nggak nyaman dengan hubungan ini, yah aku setuju aja buat break up." Steve menyandarkan punggungnya menatapku.

"Ka--Kamu pasti bohong," aku berucap terbata-bata dan suaraku bergetar. Aku nggak percaya kenapa bisa aku memutuskan Steve untuk Azka.

Akuilah, Azka memang lebih segalanya ketimbang Steve, bahkan waktu kalian pacaran pun, kamu selalu curi pandang pada Azka, kan, sambil berpikir, "Seandainya dia nggak nyebelin dan jahilin aku terus, aku pasti udah jatuh cinta sama dia."

Tidak! Itu bohong! Diam! Aku mencuri pandang ke Azka karena aku penasaran dia selalu ngeliatin aku dengan tatapan yang nggak bisa diartikan kalau aku lagi jalan sama Steve. Memang Azka lebih tampan dari Steve, dengan rambut coklat hazel, mata almond hitamnya yang bersinar jenaka, sepasang alis yang tebal dan tegas, hidung yang mancung khas keturunan Kaukasian juga bibir tipis yang selalu menyeringai usil dan rahang yang kuat dan tegas yang menonjolkan ke-macho-annya. Tetapi untung urusan sikap dan kelakuan, dia itu nol besar! Jadi nggak mungkin aku jatuh cinta sama Azka dan mutusin Steve.

"Percayalah. Aku berkata jujur. Jangan lupa datang ke pesta pernikahanku bulan depan yah. Kamu dan Azka undangan special." Steve bangkit berdiri dan tersenyum ramah. "Aku pergi dulu. Aku masih ada urusan dengan Dira."

Aku terdiam duduk di kursi, berusaha mencerna informasi yang kudapat sekali lagi. Tak lama, akupun memutuskan untuk berjalan gontai keluar dari café tersebut.

Ini pasti nggak mungkin, Dira pasti merebut Steve dariku, tapi... Aku sudah kenal Dira dari SMA, Dira sepertinya nggak mungkin berbuat begitu. Aku tau siapa Dira. Tapi Steve... Hmm... Kalau begitu aku harus menggagalkan pernikahan mereka! Ya, harus!

Ketika melewati sebuah gang kecil, aku melihat segerombolan pemuda di dalam kegelapan.

Hey! Sepertinya mereka sedang menghajar seseorang! Insting pahlawan kesiangan dalam diriku berkobar.

"Hey, berhenti! Polisi! Kemari! Disana ada yang sedang dianiaya!" teriakku keras berakting seolah-olah memanggil polisi.

"Sial! Ayo cabut!" perintah salah seorang dari geng tersebut yang kuyakini adalah ketuanya. Mereka pun dengan cepat berlari membubarkan diri dari gang tersebut ke ujung lain gang dari tempat aku berdiri.

Setelah memastikan keadaan aman, akupun berjalan perlahan memasuki gang tersebut menghampiri sesosok lelaki yang babak belur dan terduduk lemah dengan punggung menumpu pada dinding gang. Dia menyentuh wajahnya pelan dan meringis kesakitan.

"Hey! Apa kamu baik-baik saja?" tanyaku khawatir sambil berusaha menatap wajahnya. Kulihat wajahnya yang babak belur namun tak mampu menutupi gurat ketampanan di wajahnya. Wajah oriental dengan mata yang agak sipit dan kulit putih serta rambut hitam bermodel spike. Tapi ketampanannya tidak mampu mengalahkan Azka.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang