BAB XVI

65.5K 3.1K 14
                                    

"Selamat sore. Apa saya dapat berbicara dengan Ibu Maureen Anastasia, istri dari Bapak Azkanio Geovanni?"

"Sore. Ya, saya sendiri. Dengan siapa saya bicara?"

"Saya dari kepolisian lalu lintas. Saya ingin mengabarkan kalau suami ibu, Bapak Azkanio, baru saja mengalami laka lantas siang tadi. Kini kondisinya tengah kristis dan sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat."

"A--apa? Ba--bagaimana bisa...?"

"Mobil yang beliau kendarai menabrak pembatas jalan dan terguling dan terperosok ke jurang. Bapak Azkanio sendiri sempat terlempar keluar dari mobil. Kini, beliau tengah berada dalam penanganan intensif di rumah sakit."

"Bi--bisa tolong kirimkan.. pada saya.. alamat rumah sakitnya..?"

"Akan saya kirim via SMS alamatnya. Tolong untuk segera datang yah, Bu. Karena pihak rumah sakit membutuhkan kehadiran salah seorang anggota keluarga untuk dapat mengambil tindakan."

"Ya. Te--terima kasih..."

***

Maureen terpaku pada posisi berdirinya. Telinganya seperti tuli, tak mampu mendengar suara-suara di sekitarnya. Dunianya seakan berhenti berputar dan runtuh menjadi pecahan kepingan kecil.

Azka... kecelakaan...?

Bagaimana bisa? Bukankah tadi Azka masih sempat menghubunginya untuk mengatakan bahwa dia akan pulang telat?

Bagaimana bisa?

Sungguh, takdir sangat mempermainkannya.

Setelah ia amnesia, hampir merusak hari besar sahabatnya, menimbulkan kesalahpahaman yang telah menyakiti adiknya, dan bahkan sekarang... pria yang ia cintai, suaminya, kecelakaan?

Bahkan ia belum sempat menjelaskan pada Azka kenapa belakangan ini ia bersikap defensif padanya.

Bahkan ia belum sempat mengatakan kalau ia senang dengan keberadaannya yang selalu ada untuknya.

Bahkan ia belum sempat mengatakan kalau ia bersyukur Azka telah menikahinya.

Bahkan ia belum sempat mengatakan... kalau ia... Mencintainya. Mencintai Azkanio Geovanni. Suaminya.

Potongan percakapan dengan seseorang yang mengaku sebagai polisi lalu lintas tadi berkelebatan memenuhi pikirannya. Menulikan telinganya dari rangsang suara lainnya.

...Suami Ibu, Bapak Azkanio, baru saja mengalami laka lantas siang tadi...

...Kini kondisinya tengah kritis...

... Mobil yang beliau kendarai menabrak pembatas jalan dan terguling dan terperosok ke jurang...

...Bapak Azkanio sendiri sempat terlempar keluar...

Maureen menjatuhkan ponselnya ke lantai. Pandangannya kosong menatap kejauhan tanpa objek pandang yang spesifik. Pikirannya kacau, terpenuhi oleh kata tanya mengapa yang terus menari-nari memenuhi seluruh otaknya.

Kenapa Azka harus kecelakaan?

Kenapa ia tidak mengatakan pada Azka dari saat ia sadar bahwa ia mencintainya?

Kenapa ini semua harus terjadi?

Kenapa ia bisa sampai amnesia sehingga melupakan kenangan tujuh tahun kebersamaan mereka?

Kenapa takdir sangat senang bermain-main dengan emosinya?

Raungan pilu lolos dari bibir Maureen. Air mata tak terbendung lagi, menganak sungai mengaliri pipinya. Isakan tangisnya tak urung menghiasi seluruh penjuru ruangan itu.

27 to 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang