Jet Black Heart

123 14 8
                                        

Aku terbangun seperti biasa dan berkegiatan seperti biasa. Tapi tingkah Luke semalam terus berputar di kepalaku, sebaiknya aku kembali bertanya padanya sebelum dia pergi nanti. Lamunanku buyar saat mbah menyuruhku memanggil kedua orang tuaku dan juga Luke untuk sarapan bersama. Waktu yang tepat, kebetulan aku ingin bertanya pada Luke.

Tapi hatiku mencelos saat melihat sebuah taxi di depan rumah dan juga Luke yang sedang membuka pintu mobil, hendak masuk kedalamnya. Kenapa Luke tidak pamit terlebih dahulu padaku?

"Luke? What? You leaving? Why don't you say goodbye to me?" Tanyaku dengan penuh tanda tanya. "Im sorry, but im leaving." Ucapnya sebelum mencium keningku selama beberapa menit dan masuk kedalam taksi dan taksi itu mulai meninggalkan halaman rumah sampai akhirnya taksi itu berbelok ke kanan dan aku sudah tidak bisa melihatnya lagi.

Oh! Aku sangat bodoh! Seharusnya aku berontak saat dia mencium keningku seperti tadi malam dan menanyakan semua yang ada di benakku! Dan yang lebih membuatku kesal lagi adalah kenapa aku baru sadar jika mata Luke terlihat sembab? Seakan-akan dia menangis semalaman.

Aku segera berlari kembali ke rumah mbah untuk mengambil ponselku dan menelphone Luke, tapi sialnya dia tidak mengangkat. Aku mencoba menelphone nya berkali-kali tapi tetap saja dia tidak mau mengangkat telphone dariku. Ada apa dengannya?

Lagi, aku berlari ke rumah mama dan bapa. Bukan, bukan untuk mengajak mereka sarapan bersama. Tapi untuk menanyakan tentang Luke. "Ma, Pa? Tau gak Luke kenapa?" Tanyaku. "Emang dia kenapa?" Bapa bertanya kembali sedangkan mama hanya diam saja dan berlalu ke rumah mbah.

"Luke tingkahnya aneh, gak kaya biasanya dia kaya gitu. Terus matanya dia sembab, semalem bapa denger dia nangis ga?"

"Ngga. Gadenger apa-apa. Eh, kamu anterin gorengan anget gih ke rumahnya si Jefri buat dia sama bapanya sarapan." Aku mendegus pelan, seandainya aku memaki didepan orang tua bukanlah sesuatu yang tidak sopan,, aku pasti akan memaki sekarang juga.

Bapa beranjak kerumah mbah yang sudah pasti aku ikuti, karena jika tidak maka aku akan diberikan sebuah amanat upacara selama tiga jam. Bapa memasukan beberapa gorengan hangat di piring dan kemudian memberikannya padaku. "Nih, anterin ke rumah calon suami kamu." Sumpah, aku sangat ingin memaki sekarang.

"Tapi kan ini masih pagi banget pak, masih gelap." Aku berusaha menolak. "Udah gapapa, paling udah pada banyak orang yang lagi metikin teh."

Mendegus pelan dan mengalah. "Yaudah iya iya." Jawabku pasrah sebelum melenggang keluar rumah. Aku diam sejenak untuk mengamati sekitar dan juga langit yang masih gelap.

Serem juga ya

Aku kembali masuk kedalam rumah dan mengambil earphoneku, menyambungkannya pada ponselku dan mulai memainkan musik dengan volume yang kencang. Entahlah, tapi dengan cara ini aku menjadi lebih tenang dan tidak terlalu takut untuk berjalan di kegelapan.

Sepanjang jalan aku berusaha untuk terus memandang lurus kedepan dan mencoba untuk tidak memikirkan hal yang aneh-aneh. Bapa bilang orang-orang sudah sedang bekerja untuk memetik teh, tapi beliau salah. Ini terlalu pagi dan jujur saja aku takut berjalan sendirian seperti ini. Seandainya Luke masih ada, pasti dia menemaniku sekarang.

Aku mencoba menghilangkan rasa takutku dengan bernyanyi, mengikuti alunan lagu dari earphoneku. Hatiku semakin tegang dan sedikit tenang pada waktu yang sama saat aku memasuki wilayah rumah Jefri. Pertama aku takut Jefri berpikir macam-macam karena aku datang ke rumahnya sepagi ini, dan yang kedua aku merasa lebih aman karena jika ada sesuatu yang terjadi...aku bisa langsung berlari dan meminta tolong kepada ayah Jefri.

Tapi tiba-tiba saja aku mendengar suara seperti langkah kaki dari balik pepohonan. Karena merasa takut,, aku segera mempercepat langkah kakiku menuju rumah Jefri. Tapi aku menjerit seketika saat sepasang tangan memelukku dan menarikku ke balik semak-semak. Aku memberontak sebisaku, memberontak sebrutal yang aku bisa, tapi sialnya aku tidak bisa lolos.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lukman 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang