(15) Benang Merah

117 22 3
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak ya ^^

“Aku tidak pernah mengenalmu sebelumnya, dan aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya.
Aku hanya mengikuti ke mana benang merah membawaku, kemudian aku bertemu denganmu.
Kita berdua ditakdirkan untuk saling mengenal.”

****

Aku nyaris saja tidak berangkat ke sekolah karena badanku sedikit lemas. Mungkin karena aku tidak makan dengan rutin beberapa hari ini, ditambah lagi musim panas kali ini justru lebih sering turun hujan dan suhu malamnya sangat dingin. Aku yang tidak tahan terhadap cuaca dingin pasti langsung mendapatkan efeknya.

Tubuhku rasanya sedikit lemas dan agak tidak bertenaga. Mungkin aku akan izin ke UKS jika aku merasa semakin tidak bertenaga.

Dengan langkah gontai aku berjalan memasuki kelas, kepalaku tertunduk karena rasanya sedikit berat. Aku melepas tas ranselku lalu meletakkannya di atas meja hingga aku sadar bahwa meja di samping mejaku penuh dengan noda kapur, spidol dan susu basi.

Kedua kakiku nyaris saja jatuh, bahkan kedua mataku juga terlihat nyaris tertutup. Apa-apaan ini? Mereka mengotori meja Jeno?

Sekilas aku melihat meja itu seakan aku melihat mejaku, dulu. Teringat akan mejaku yang dipenuhi oleh tanah, makanan basi, sampah dan kertas-kertas.

“Kalian ngapain sih!” tanpa kusadari aku mengatakan kalimat itu dengan keras hingga membuat mereka yang berada di dalam kelas menoleh seketika.

Hyunjin juga melihatku, dia menatapku dengan gayanya yang sombong, seperti biasa. Dan aku membencinya, membenci sikapnya yang sudah kelewat batas. Awalnya aku masih memberikan toleransi, tetapi kali ini aku benar-benar tidak bisa diam.

“Sikap kalian kaya anak kecil!” napasku menderu, membuat dadaku rasanya menjadi sedikit sesak dan rasanya sedikit sakit.

Hyunjin masih menatapku kemudian tersenyum tipis, “Kenapa kamu yang marah? Bukannya harusnya kamu senang? Dia kan, sudah pernah ngebully kamu.”

Aku menyentuh pinggiran mejaku dengan erat, aku tidak tau jika tanganku sudah bergetar karena rasa lemas dan emosi. Tetapi aku tidak mampu untuk menunjukkan emosiku lebih lanjut. Aku tidak bisa.

Kutatap meja Jeno. Perasaanku sedih sekali saat melihat meja itu. Rasanya sangat menakutkan dan begitu menyesakkan.

Aku bermaksud untuk membersihkannya, mencari-cari sesuatu yang dapat kugunakan. Tetapi aku tidak dapat menemukan media yang pas untuk membersihkan meja itu. Alhasil aku mengulurkan tanganku, menghapus noda kapur dan spidol di atas meja Jeno dengan tanganku sendiri.

Namun tiba-tiba seseorang menyentuh pergelangan tanganku, berusaha menghentikan tanganku untuk menghapus bekas kapur dan spidol yang bercampur dengan susu basi.

Aku mendongak, melihat siapapun yang sudah melakukannya.

Dan dia adalah orang itu. Si pemilik bangku ini. Dia menatapku dengan tatapannya yang seperti biasa, hanya saja terasa sedikit lain, meskipun dia tersenyum dengan sangat yakin tetapi tatapannya terlihat khawatir dan ... sedih.

Aku hanya mematung saat melihat dia merogoh saku almamaternya untuk mengeluarkan selembar sapu tangan berwarna merah hati.

“Lain kali jangan begini. Lihat? Tanganmu jadi kotor.”

Dia membalik tanganku dan hendak menghapus kotoran yang memenuhi telapak tanganku, namun aku menarik tanganku kembali. Aku menatapnya dengan marah, membalas senyumannya itu dengan tidak menyenangkan.

“Kenapa kamu diam saja?” ucapku.

“Lawan mereka.”

Dengan tangan kiriku yang bersih, aku mendorong lengannya, “Lawan mereka ... jangan biarin mereka ngelakuin ini. Lawan Jeno!”

R136a1 Beautiful Of You're [NCT × TXT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang