Peringatan Sebuah Peluru

116 11 5
                                    

Beberapa Menit Lalu

"Apa maksudmu Kolonel ?"
Tanya Pak Yodha Dengan Nada Agak Kesal

"Bukannya kau dekat dengan pak presiden ? Kenapa enggak tanya dengan dia aja ?"
Jawab Kolonel dengan nada mengejek

"Kamu tau kan, Pak presiden kita itu sibuk, jadi aku sangat jarang bisa bertemu dengannya lagi sekarang"

"Presiden kita kau bilang ?"
Kata Kolonel Dengan Nada Jahat

"Apa maksudmu ?
Kamu tak setuju dia dipilih jadi presiden ?"

"Ohh . . .
Bukan itu maksudku, Pak Yodha"

"Eh, Jadi ?"

"Kamu akan segera tahu, hehehe"

Dari Meja Sebelah Kanan Dan Meja Bagian Kiri, Dua Orang Petugas Militer Menodongkan Pistol Mereka Pada Pak Yodha

"Apa-apaan ini, Kamu Memberontak ?"

"Aku adalah Sang Kolonel, aku ditugaskan disini untuk memerintah benteng ini, dan telah menjadi hakku sebagai pemegang peringkat militer tertinggi disini untuk mengendalikan segala dalam benteng ini, Bahkan orang sepertimu tak bisa menghentikanku"
Si kolonel tertawa dengan nada mengejek

"Kamu sangat yakin tentang itu"
Kata Pak Yodha Dengan Wajah Mengancam

"Eh ?"
Si Kolonel Terkejut

"Cih, tembak dia, cepat !"
Si Kolonel Memerintahkan Anak Buahnya Untuk Menembak

Saat Mendengar Mekanisme Ketukan Pada Pistol Revolver Para Kaki Tangan Si Kolonel Itu, Semuanya Seakan Menjadi Sangat Lambat. . .

Pak Yodha Tersenyum Dan Menendang Salah Satu Petugas Di Bagian, umm. . . . organ vital
(Uh, sakit enggak tuh)

Kemudian Mengambil Pistolnya Petugas Yang Lain Setelah Memukul Urat Nadi Di Leher Si Petugas

Kemudian Mengarahkannya Ke Wajah Si Kolonel

"J-jangan !"

"Oh ?, Bukannya Tadi Elu Berani Bergaya, Sekarang Malah Takut ?"

"Ampuni Aku, Aku Akan Lakukan Apapun !"

Dua Petugas Tadi Terduduk Dengan Kesakitan, Sambil Menyaksikan Hal Ini Berlangsung Dihadapan Mereka

"Dasar,
Kamu adalah manusia yang tidak boleh dibiarkan hidup, dan menyebarkan keburukanmu"
Yodha nampak sangat marah, sambil menodongkan pistolnya ke dahi si kolonel.

"Kuperingatkan kau, seseorang yang lebih buruk dari aku akan muncul, dan kamu akan membutuhkan aku !"

"Cih, Pertama Menghianatiku, kemudian kembali memihakku ?
Kamu tahu kan,
Bahwa. . .
Sekali Penghianat,
Tetap Penghianat

"Hah, Tolong Tunggu Du-"

DOR

* * * * * * *

Kembali ke para murid . . .

"Itu jelas suara senjata api"
Kata Reihan dengan khawatir

"Suaranya dari ruangan pak Yodha, dia dalam bahaya !"
Kata Warrent, sambil melirik teman temannya

"Bray, itu senjata api. Yakin mo masuk ke ruangan itu ?"
Raden mengatakan kepada Warrent

"Baiklah, kalau begitu tidak perlu kedalam, kita hanya perlu menyergap orang yang keluar dari pintu itu"
Warrent menjawab

Para murid berkumpul, dimana mereka memutuskan agar mereka tinggal di ruangan tadi, tempat pak Yodha meninggalkan mereka.

Sementara yang lain berdiam disana, Warrent,Raden,dan Reihan pergi ke ruangan pak Yodha.

Pemerintahan Dunia BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang