10 - Pekanbaru

4.9K 468 25
                                    


Aku melirik tidak nyaman ke kanan dan ke kiri. Ada khawatir menyelusup.

"Kenapa Mai?"

"Eh, nggak." Aku menatap Da Andy yang duduk di hadapan.

"Dimakan dong satenya."

Aku mengangguk kecil. Ternyata dia memintaku untuk menemaninya makan. Permintaan yang langsung aku iyakan. Berisiko memang. Bagaimana kalau ada teman kampus yang melihatku di sini berdua dengan Da Andy? Lebih buruk lagi kalau ada akhwat atau ikhwan yang aku kenal, bisa-bisa aku langsung dipanggil untuk diberi tausiah.

"Sori, ya, lama nggak ngasih kabar," ujarnya. "Proyek lagi kejar deadline, aku juga harus bolak-balik ke Pekanbaru. Ada kerjaan di sana."

Aku tersenyum kecil. "Nggak apa-apa."

"Kamu sudah mulai kerja praktik?"

"Belum, baru semester depan."

Dia menyibukkanku dengan berbagai pertanyaan seputar kerja praktik, membuatku sedikit rileks dan melupakan kekhawatiranku. Dia menawarkan untuk kerja praktik di kantornya, aku mengatakan akan memikirkannya.

"Tugas akhir bagaimana?" lanjutnya.

"Kerja praktik aja belum, sudah mikirin TA," sergahku.

"Aku bisa membantu mencarikan perusahaan yang bagus, kalau kamu mau. Aku juga bisa bantu kamu membuat proposal TA."

Aku tersenyum kecil, nanti saja memikirkan skripsi, fokus dulu ke kerja praktik.

"Aku sudah berpengalaman memeriksa puluhan proposal, loh, Mai. Termasuk tesis," terangnya meyakinkanku. "Yang belum itu proposal nikah aja."

"Kelihatan, sih. Siapa juga yang mau sama orang yang suka memaksakan kehendak,"selorohku

Dia terkekeh. "Siapa? Aku? Aku suka memaksakan kehendak?"

Aku mencebik. "Siapa lagi?"

Dia tertawa kecil, tapi tidak berusaha membela diri. Kami makan santai sambil mengobrol ringan. Tanpa terasa makanan dan minuman yang kami pesan sudah tandas. Sudah waktunya pulang.

"Mai," panggilnya ketika aku menyampirkan ransel di pundak.

"Ya?" Aku yang hendak berdiri mengurungkan niat dan menatapnya.

"Aku mau ke Jepang." Wajahnya tanpa emosi ketika mengucapkan hal itu.

Dahiku mengernyit. "Ke Jepang?"

" Ada pelatihan dari perusahaan. Kemungkinan awal tahun aku berangkat. Pelatihannya sekitar enam bulan."

Jepang? Enam bulan? Aku tertegun selama beberapa saat. Kenapa tiba-tiba aku merasa kehilangan, ya? Padahal dia pergi saja belum.

***

Aku menunduk malu mendengar tausiah . Memang dia tidak menyebut siapa, tapi aku merasa tertohok sangat dalam.

"Memakai hijab adalah kewajiban, sepertinya halnya salat dan puasa pada bulan Ramadan. Namun tidak serta merta menjadikan kita salihah, " jelas Ni Maya pada mentoring kali ini.

Deg!

"Melihat fenomena saat ini, semakin menjamur akhwat dan ikhwan bersahabat terlalu dekat dan menjalin hubungan spesial. Padahal mereka sudah paham ilmunya. Tahu adab dengan lawan jenis. Tapi merasa diri mampu menjaga diri dari penyakit hati dan tidak mendekat zina.

Dearest Mai (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang