13 - Rindu

4.8K 480 34
                                    


Aku turun dari mobil dengan jantung berdentum kencang. Telapak tangan basah oleh keringat. Rumah besar di hadapanku bertingkat dua dengan desain minimalis moderen. Taman depan khas Jepang dengan bonsai dan rumput yang tertata rapi. Tapi yang menjadi pusat perhatian adalah pohon sakura berwarna merah muda keputih-putihan di tengahnya. Masya Allah. Mataku tidak bisa berpaling.

"Mai!"

Kepalaku menoleh ke asal suara. Senyum canggung tercetak di wajahku. Seorang perempuan cantik dengan rambut panjang kecoklatan melewati bahu memakai baju kasual berupa kaus oblong dan celan jeans. Itu pasti....

"Hai. Selamat datang." Dia menghampiriku dengan tangan terbuka.

"Hai. Sandri, ya?" tanyaku hati-hati.

Dia mengangguk antusias seraya mengulurkan tangan. Aku menyambutnya dengan hangat.

"Masuk, Mai," ajak Sandri. Aku menoleh ke CRV hitam di depan rumah yang membawaku dari Padang ke Pekanbaru. "Biar Pak Anto yang bawa barang-barang kamu."

Aku menurut, lalu ikut masuk. Wow. Belum pernah aku melihat rumah secantik ini. Satu set sofa empuk berwarna gading dengan meja kayu beralas kaca. Ditambah karpet bulu berwarna senada.

"Ayo, Mai. Mama sudah nunggu di dalam." Tangan Sandri masih menarikku.

Apa? Bertemu dengan mamanya Da Andy? Gugupku bertambah.

Sandri membawaku ke ruang tengah. "Ma, ini Mai sudah datang!" serunya.

Sosok wanita lebih setengah baya keluar dari sebuah kamar. Masih tampak kecantikan di wajahnya yang tersenyum lembut dengan mata bersinar ramah.

"Tante." Aku mengangguk sopan seraya menghampiri lalu mencium tangannya.

"Mai, ya? Cantik sekali," pujinya.

Pipiku merona.

"Ini barangnya taruh di mana, Bu?" Pak Anto, sopir yang mengantarku sudah berada di sana.

"Bawa ke atas saja, Pak," sahut mamanya Da Andy.

Aku tertegun. "Eh, Tante, maaf. Mau di taruh di mana?" Bukannya Da Andy sudah mencarikan penginapan untukku? Mungkin mes dari perusahaan?

"Ke kamar atas. Kamar kamu selama di sini," jelasnya.

Apa? Aku tinggal di sini?!

***

Rasanya tubuhku remuk, setelah menempuh enam jam lebih perjalanan darat. Aku merebahkan diri kasur. Alhamdulillah... nikmatnya.

Mataku menatap lurus ke langit-langit. Mengulang kembali peristiwa selama sepekan ini. Semuanya bagaikan slide film yang bergerak cepat.

Sandri terdengar ramah dan antusias ketika meneleponku kala itu. Dia senang akhirnya bisa bicara denganku dan tidak sabar menanti kedatangan ke Pekanbaru.

"Sampai bertemu, Mai. Nanti ada mobil yang menjemput kamu," ujarnya di telepon.

Benar saja, CRV hitam sudah terparkir manis di depan rumah pada hari yang dijanjikan. Mobil Da Andy. Aku masih mengingatnya dengan baik.

Berbanding terbalik dengan Sandri yang hampir setiap hari menghubungiku, Da Andy malah tidak pernah. Aneh. Namun, aku sudah mengucapkan terima kasih melalui SMS.

Dearest Mai (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang