BAB 32 "Jungkook yang cemburu"

351 49 12
                                    


Sekitar pukul 02.03 menit dini hari mataku masih saja terjaga, padahal sejak tadi aku terus menangis. Perasaanku begitu lelah, aku tak sanggup lagi. Ternggorokanku terasa begitu kering, namun tak ada air yang tersedia di kamar. Lantas aku beranjak dan memutuskan untuk mengambil beberapa botol air sebagai persediaan.

Langkahku sejenak terhenti saat kudapati lelaki tua yang sudah berbulan-bulan tak pernah ku temui itu tengah merenung di ruang keluarga— ah tidak itu hanya ruang televisi biasa. Tenggorokanku memaksa untuk aku terus melangkah, menganggap jika aku tidak melihatnya, itu akan lebih nyaman untuk kami berdua.

Hening yang menyesakkan.

Setelah meneguk satu gelas air dingin, lalu mengambil satu botol berukuran 1 liter dipangkuan akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri si tua Bangka itu. Hubungan kami memang akan terus saja canggung, akan terus saja seperti ini jika aku tak memperbaikinya. Meski berat hati untuk memaafkan, setidaknya aku tidak ingin melihatnya seperti hantu di kala malam seperti ini. Ia hanya semakin kelihatan menyedihkan dan aku tak suka.

Ia menoleh dan terkejut saat mendapatiku berdiri di sampingnya. Dengan mataku yang bengkak, rambut yang acak-acakan dan penampilan layaknya pengemis. Tapi aku tidak peduli. Seperti apa yang Bibi Kim dan Yeonjoo katakan bahwa dia sengaja menghindariku karena berpikir jika aku akan menjerit saat melihatnya, ia terburu-buru untuk berdiri.

"Kau mau kemana?"

Ia berhenti seperti patung.

Aku menghela napas berat, mengepal tanganku kuat. Ini demi kebaikanku.

"Aku memang tidak menyukaimu, aku memang tidak pernah berpikir jika kau baik.. tapi.. tapi.. itu bukan artinya aku takut padamu." Kataku penuh perjuangan melepaskan semua keegoisanku.

Ia menoleh, menatapku tak mengerti.

"Siapa bilang kau boleh menghindariku? Siapa bilang kau boleh menghilang dari hadapanku? Kau.. kau.. tidak boleh pergi, jikapun ada yang harus melangkah, maka orang itu adalah aku. Kau tidak boleh kemanapun.. kau tidak boleh meninggalkanku seperti perempuan itu!"

Aku kemudian berlari dengan cepat untuk kembali ke kamarku. Kata-kata itu cukup memalukan. Namun, itu tidak berjalan sesuai rencana ketika kakiku tersandung pada salah satu anak tangga. Botol yang kupegang terjatuh hingga menumpahkan isi airnya, serta rasa linu pada lututku yang terbentur lantai.

"Haish... menyebalkan.. huh.."

Layaknya seorang anak kecil kini aku mulai menangis, menangis begitu kerasnya hingga membangunkan Bibi kim dan juga Kookies anjing kecilku.

"Ada apa Nak?" Tanya Bibi Kim panik.

"Bi, tolong ambilkan kain saja dan lap lantainya yang basah."

Bibi Kim nampak terkejut saat mendengar suara tuannya memerintah, ia juga terkejut pastinya karena sekian lama baru bertemu lagi dengannya.

Tangan besar itu mengusap kepalaku, lalu sebuah tiupan lembut terasa pada lututku. Aku tidak tahu lagi bagaimana perasaanku saat ini, semuanya bercampur aduk tak keruan. Entah bahagia, entah kecewa, entah murka, aku tak dapat lagi membedakannya. Tetapi, aku ingin menangis sekencang-kencangnya.

"Aku belum memaafkanmu, kau pikir ini akan mengubah semuanya." Ketusku.

Ia menatapku, kemudian aku hanya memalingkan wajah.

"Asal kau tidak takut padaku saja sudah cukup, sangat cukup." Gumamnya.

Ia kemudian menggendongku di punggungnya, sama persis seperti dulu. Aku tidak tahu jika ini adalah sebuah mimpi atau kenyataan? Jika ini hanya mimpi, maka aku memilih untuk tidak bangun. Aku sangat merindukan punggung hangatnya.

The Day I'm Fall in Love - JJK [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang