[SS]; BoBoiBoy + 3 Elemental x Yaya

1.1K 75 6
                                    

Jika berkenan silakan dibaca sambil dinikmati ^^
[Short Stories]

.

.

<Balcony> --- BoBoiBoy x Yaya

Malam yang tenang bertaburan bintang. BoBoiBoy melenggang keluar kamar untuk melihatnya. Alih-alih melihat bintang, pandangannya malah tertuju pada rumah di sebelahnya---lebih tepatnya kamar seorang gadis, Yaya.

Beberapa lama ini pada setiap ia di balkon, maka tak berselang lama gadis itu pun juga keluar dari kamarnya. Itu membuat BoBoiBoy terkekeh pelan.

"Lihat langit malam lagi, he?" Suara dari seberang membuyarkan lamunan BoBoiBoy.

"Seperti biasa, benar 'kan Yaya?" goda BoBoiBoy.

"Entah mengapa ini menjadi kebiasaanku. Rasanya melihat bintang di atas sana sangat menenangkan," terang Yaya, matanya tertuju pada ratusan bintang.

"Ya, kau benar. Dan sepertinya aku akan sering di balkon daripada di dalam kamar yang penuh tugas itu." BoBoiBoy menarik bibirnya sedikit, hanya senyuman tipis. "Karena aku bisa melihat wajahmu yang tersenyum manis itu ketika bintang-bintang  cantik di angkasa sana." Lagi ia tersenyum bahkan lebih lebar dari yang tadi.

"A-apa kau bilang?!" Poof! Wajah Yaya telah kemerahan akibat perkataan BoBoiBoy barusan. Berterima kasihlah atas kurangnya pencahayaan saat ini. Setidaknya BoBoiBoy tak melihat jelas dirinya.

Meski samar BoBoiBoy bisa lihat bagaimana Yaya salting karenanya. "Hehehe... Imut."

.

.

<Tiptoe> --- Halilintar B. x Yaya

Ps: Pernah di post dalam versi 'x Reader'

Menjadi mahasiswa itu tidaklah bisa dikatakan mudah. Sebut saja Yaya ini, mencari referensi buku untuk skripsinya. Dan beruntung Kampus memiliki perpustakaan super lengkap. Tak ayal jika perpustakaan selalu ramai setiap harinya.

Di lain sisi, Halilintar berdecak sebal atas tugas dari dosen 'kesayangan', tak dikira banyaknya. Sejujurnya ia malas jika harus ke perputakaan, apalagi kalau sampai bertemu dengan Yaya.

"Hem.. Sekiranya di mana buku itu?" gumam Yaya pelan seraya mata meneliti pada deretan buku di setiap rak. Akhirnya mata terfokus di baris paling atas.

Bersusah payah menggapainya, tapi apa daya dengan tinggi badan tak bisa dikatakan tinggi *uhuk*. Walau dengan berjinjit sekalipun.

'Dasar pendek,' batin Halilintar dari ujung rak memperhatikan Yaya berjinjit.

Karena KASIHAN Halilintar mengambil buku dimaksud Yaya sangat mudah. Menyadari seseorang telah mengambil buku tersebut, Yaya berbalik melihat siapakah itu.

"Eh? Wah ternyata Hali! Terima kasih sudah membantu!" Diterimanya uluran buku yang diberikan Halilintar--yang tidak berkata apapun.

Alhasil senyum manis terpatri di wajah Yaya. Halilintar sempat tertegun melihatnya, inilah salah satu mengapa ia tak ingin bertemu si gadis penyuka pink ini.

'Ck, sial. Kenapa harus pakai senyum sih?' batin Halilintar seraya menjauh.

.

.

<Calumny> --- Taufan B. x Yaya

Kicauan para siswi hampir memenuhi koridor--gosipan para gadis. Desas desus terdengar.

"Kalian tau gak murid baru itu?

"Oh, Taufan?"

"Iya, katanya dia suka sama Yaya. Terus karena Yaya gak mau, Taufan ditampar!"

"Eh, masa?!"

"..."

"..."

"..."

Sedangkan bagaimana si objek yang dibicarakan? Yaya selaku pemimpin kedisiplinan sebenarnya cukup geram dengan kabar angin itu. Apalagi hubungannya itu Taufan, murid pindahan yang terkenal jahil.

'Pagi-pagi sudah berisik. Mereka pikir ini pasar apa?'

Dari kejauhan nampak Taufan berlari ke arah Yaya. "Yaya!" serunya. "Kenapa berita tentang kita menyebar?!"

"Mana kutahu." Acuh Yaya melewati Taufan di hadapannya.

Merasa diabaikan Taufan tersenyum miring lalu berbisik pada Yaya pelan. "Bagaimana kalau itu menjadi kejadian? Kau ingin melawan Sweetheart, hm?"

'BUK!'

Dengan cekatan Yaya membanting Taufan, jangan remehkan ia karena Yaya berulang kali menjuarai olimpiade karate.

"Jangan harap!" Baru saja akan melangkah Yaya tersadar apa barusan diperbuat olehnya. "..eh maaf Taufan, refleks."

.

.

<Quail> --- Gempa B. x Yaya

Belakangan ini hujan terus turun di kota, sehingga banyak genangan air tercipta. Untuk itu terkadang polisi melakukan patroli di wilayah tertentu. Seperti sekarang ini, Gempa mendapat bagiannya.

"Hiks.. Hiks.." Dari gang sempit dan gelap Gempa mendengar isakan tangis anak kecil. Ragu, apakah iya ada anak kecil berkeluyuran malam-malam? Untuk memastikan Gempa mengeceknya.

"Ternyata benar," gumam pelan Gempa.

Gadis kecil meringkuk kedinginan, badanny bergemetar entah karena takut atau kedinginan. Orang sekitar juga tak terlihat, mungkin sudah tidur.

"Dek, kok bisa ada di sini? Orangtuanya kemana? Mau kakak anterin?" Gempa berusaha agar tidak menakutinya.

"Aku tak tau." Suaranya pelan hampir teredam suara hujan.

"Eng.. Siapa namamu?"

"Aku tak ingat ... semuanya."

Bingung sebenarnya, mau diapakan ia. Ke kantor polisi pun ini terlalu malam untuk melapor. 'Apakah aku harus bawa anak ini dulu ke rumah?' Dengan hati-hati Gempa menggendongnya.

"Nah, bagaimana kalau kamu ikut kakak? Nanti kita cari orangtuamu besok. Sementara kupanggil Yaya, boleh kan?" Tak merasakan repons, Gempa menoleh ke belakang dan mendapati 'Yaya' tertidur di punggungnya.

"Selamat tidur, Yaya."

Mixed StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang