2 | Pinangan Calon Istri

187K 10K 285
                                    

Suara Bundanya menggelegar seperti letusan bom. Yasfi sudah menutup telinganya, bahkan hampir memasangkan headset di sana.

Namun, tatapan tajam dari sang Bunda mengancamnya, seolah berkata 'awas kalau berani lakukan itu' mengurungkan niatnya.

Di sinilah Yasfi hanya bisa duduk dengan mendengar omelan Bundanya karena terlambat bangun.

"Fi, Bunda bilang abis subuh engga baik tidur lagi." Yasfi hanya memejamkan mata,  mengangguk dan mendengarkan.

"Gara-gara kamu nih, Bunda jadi telat ketemu calon menantu." Ucapan Bundanya sukses buat Yasfi membelakakan mata yang terpejam, tenggorokkannya tercekat.

Calon menantu? Aduh.

Yasfi bukan tidak ingat hari ini adalah hari pinangannya dengan gadis itu, hanya saja keraguan terselip di hatinya. Bagaimana tidak, Yasfi jangankan tahu wujudnya, namanya saja Bundanya engan memberitahu, dengan alasan kejutan dan perkenalan langsung saja di sana.

Sebenarnya Yasfi bukan tidur kembali setelah sholat subuh, dia hanya pura-pura tidak dengar seruan Bundanya, apalagi sibuk memilihkan baju yang akan dia pakai.

"Ini lagi, baju kemeja masukkin ke dalam celana, Fi!" Yasfi membenarkannya asal, memasukkan bagian depan tanpa peduli bagian belakang yang masih menggantung.

Jeweran di telingan Yasfi terasa, kupingnya panas, "ampun, iya Bunda!"

Sarah memandangnya marah, dia menaruh kedua lengannya di atas pinggang. "Pakai yang rapih!"

Yasfi berdiri menuju kamar mandi, membenarkan setelan bajunya. Dia melihat pantulan dirinya di cermin, baju kemeja biru dengan jas hitam, sudah seperti orang melamar kerja. Tapi, dia tidak ambil pusing tetap memakai pakaian pilihan Bunda.

"Tuhx kalau gini kan ganteng," ujar Bundanya setelah melihat tampilan Yasfi dari kamar mandi.

Yasfi memutar bola matanya, lengannya di tarik menghadap sang Bunda yang masih merapihkan pakaiannya, padahal sudah dia masukkan. Menepuk pundaknya seperti membersihkan, padahal jas ini bersih.

"Bunda, sudah," ujar Yasfi dengan menggerakkan tubuh tidak nyaman.

Namun Sarah tetap membersihkan, meneliti kembali pakaian anaknya, "Pakaian kaya gini Yasfi kaya mau lamar kerja."

"Emang, cuma bedanya kamu lamar anak orang bukan pekerjaan." Yasfi diam mendengar timpalan keluhannya. Biarlah dia akan menjadi anak yang nurut bagi Bundanya agar acara pinangan ini cepat selesai.

"Yasfi afnan..," ucap Sarah.

Mata Yasfi yang semula menatap arah lain kini fokus menatap sang Bunda, jika Bundanya sudah memanggilnya demikian, bertanda Bundanya akan berbicara serius.

"Kamu ini mau lamar anak orang, dia perempuan baik," Yasfi masih mendengarkan dengan diam tanpa menjawab.

"Jadi, Bunda mohon jangan kecewain Bunda dan Almarhum Papa."

Jika sudah demikian mana bisa Yasfi menolak, Bundanya sudah berbicara halus bahkan sebentar lagi Yasfi yakin akan menitikkan air mata.

Yasfi menghembuskan napas pelan, dia tersenyum tipis menandakan setuju atas ucapan sang Bunda. Baginya, Bunda dan Almarhum Papa adalah segalanya baginya

"Iya, Bunda. Kalau terus begini kapan berangkatnya?" tanya Yasfi menghilangkan rasa sedih dengan memeluk sang Bunda.

"Engga sabar ya ketemu calon istri?" goda Sarah dengan mencubit lengan Yasfi.

***

Suara shalawat Qomarun menggema di ruang serba putih, satu bingkai foto bertengger di kepala ranjang, menampakkan keluarga yang harmonis dengan satu anak kecil perempuan berbalut kerudung putih dalam rangkulan Ayah dan Uminya.

Senandung Rasa [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang