3 | Bukan Pernikahan Impian

160K 8.9K 115
                                    

Pernikahan yang hanya dilaksanakan di salah satu masjid dekat rumah dengan nuansa putih, dilaksanakan secara intim, hanya dipenuhi keluarga terdekat, sudah cukup bagi gadis 21 tahun tersebut. Senyum bahagia terpancar dari para kedua keluarga, juga kedua mempelai karena sudah sah terikat.

"Saya terima nikah dan kawinnya Adeeva Razita Maharani binti Muhammad Rosyid dengan mas kawin tersebut.. dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi? SAH?"

"Sah."

"Alhamdulillah..."

Gemuruh riuh terdengar... lantunan syukur dan Hamdallah mengudara di dalam masjid. Razita mengucap syukur berkali kali, dia mengusap kedua telapak tangannya pada wajah.

"Silakan, Razita," suara Bunda mengintrupsi, mengiring langkah Razita menuju Yasfi yang duduk di depan sana.

Razita memang duduk di belakang bersama Bunda Yasfi dan keluarganya yang lain sebelum proses ijab kabul dilaksanakan, dan Yasfi duduk di depan dengan Penghulu, Saksi, Ayah Razita, dan Paman Yamin serta para keluarganya yang lain.

Sarah mendudukan Razita di samping Yasfi. Pak penghulu mengintrupsi untuk Razita dan Yasfi saling bersalaman.

Keduanya saling pandang. Untuk pertama kalinya, dengan ragu Razita menerima uluran tangan suaminya itu, untuk pertama kalinya setelah Ayahnya dia bersentuh tangan dengan laki-laki lain.

Degub jantungnya berdetak cepat, saat keningnya menyentuh permukaan kulit tangan Yasfi, dirinya memohon dalam hati semoga ini pernikahan terbaik untuk keduanya. Namun, ada perasaan beda saat Razita melihat Yasfi tidak memandang memuja seperti dirinya, alih-alih berharap Yasfi mengusap kepalanya dengan membacakan doa untuk Razita, Yasfi bahkan tidak mengecup keningnya seperti pengantin umumnya.

Tapi, Razita memaklumi, mungkin dia pikir Yasfi juga sama malunya seperti dirinya untuk bertindak demikian.

Sarah menyodorkan dua buah cincin untuk mereka pakai masing-masing, keduanya saling bertukar tanpa pandang. Mungkin hanya Razita yang bergetar saat jari manis kanannya disematkan cincin oleh suaminya itu, karena saat dirinya memasangkan cincin di jari Yasfi, tidak ada gurat kebahagiaan di sana.

Keduanya lantas meminta restu kepada orang tua, lalu mendapat ucapan selamat dari para tamu. Keduanya menampilkan senyum ceria, ucapan syukur tiada henti.

Razita berkali-kali mencuri pandangan pada suaminya itu saat telah duduk di kursi mempelai, namun, setelahnya saat Yasfi menatap balik, Razita hanya menunduk malu.

"Brooo," Razita mengangkat wajah saat mendengar suara nyaring dari laki-laki berpakaian batik dan jeans, dia mengucapkan selamat pada suaminya bahkan beberapa kali menepuk pundak Yasfi.

"Diem lo!" pekik Yasfi tertahan, dia tidak ingin suasana haru menjadi kacau karena kedatangan Kahfi.

"Nikah juga," kikikan geli Kahfi terdengar di telinga Yasfi, dia hanya mendengkus sebal.

"Duh, Razita nanti nyesel engga, ya..." Kahfi sengaja menggoda dengan ucapannya saat di kantin lalu, Yasfi hanya menatapnya jengah.

"Bro, tapi ada masalah lain," Yasfi bertanya dengan menaikkan satu alisnya, "apa?"

"Camelia, dia spam chat terus. Lo izin apa ke dia hari ini?" Yasfi nampak tegang, menyumpal mulut Kahfi dengan tangan. Bisa-bisanya sahabatnya ini membicarakan gadis lain di acara pernikahannya.

Yasfi bukan tidak tahu saat subuh tadi dia melihat salah satu pesan dari gadis itu, tapi dia abaikan bahkan dia matikan ponsel agar tidak ada yang tahu acara pernikahannya hari ini. Hanya Kahfi satu-satunya teman kampus yang dia undang.

Senandung Rasa [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang