RAZITA :Aroma masakan menguar di area dapur, Razita menyendok sedikit kuah sayur, lantas mencicipinya setelah sedikit penyedap rasa ia tambahkan. Senyum simpulnya terbit, merasa puas hasil masakannya pagi ini.
"Assalamualaikum," seru salam terdengar di belakangnya.
Razita berbenah diri, mematikan kompor lantas mencuci tangannya sebelum berlari kecil mendatangi Yasfi yang baru saja pulang.
"Walaikumussalam," ujarnya. Dia menyalami, lantas mengiring Yasfi untuk duduk di meja makan untuk sarapan bersama.
"Kok, tumben pulangnya telat?"
"Tadi ada kajian dulu habis subuh dulu, sebulan sekali memang sekarang masjid rutin mengadakan, Zit."
Razita menatap antusias, "kajian apa? Yang ngisi Ustaz siapa?" dia mengikuti Yasfi duduk, sembari telaten menyiapkan peralatan makan untuk mereka.
"Ustaz Halim, beliau kasih tau kajian tentang Nafkah dalam keluarga."
Yasfi membantu Razita dengan menuangkan air di teko ke dalam dua gelas, sedangkan istrinya sibuk menyiapkan sayur ke dalam mangkok.
"Oh ya? Cerita dong, hasil kajian tadi," jawab Razita, matanya membagi pandangan antara suaminya dan makanan.
Yasfi tersenyum, menyeruput air minum sedikit sebelum melanjutkan. "Secara prinsip, fitrah kewajiban memberikan nafkah merupakan tanggung jawab suami sehingga wajib bekerja dengan usaha yang halal, dan istri yang bertanggung jawab mengelola keuangan keluarga.
Tugas suami adalah mencari harta yang halal, yang sesuai dengan kemampuannya. Kamu tau Islam sendiri memiliki prinsip terkait pengelolaan harta ini."
Gadis itu mengangguk, menaruh dua tangannya di atas meja, "aku tau, sebaik-baiknya harta yang saleh (baik) adalah dikelola oleh orang yang berkepribadian shalih (amanah dan profesional," jelasnya.
"Yap," Yasfi mengusap halus di puncak kepalanya, "jadi, sharing keuangan keluarga suami-istri itu adalah aspek penting. Saling membantu dalam mengelola aset keuangan keluarga, dan saling mengingatkan untuk mendapatkan harta dengan cara yang baik dan halal."
Kini jemari besar Yasfi merangkum wajahnya, "itu alasan aku untuk berhenti manggung lagi."
Razita membeku, "maksud kamu?"
Dia tidak menduga jika penyataan Yasfi semalam adalah hal serius. Pasalnya, ia menerima segala aktivitas Yasfi tersebut, entah ia yang sering telah pulang ataupun ditinggal beberapa hari, karena ia tahu Yasfi sendiri senang melakukan hal demikian, yang paling terpenting adalah pekerjaannya adalah halal.
Razita sudah tau seluk beluknya,bahkan rincian keuangan yang Yasfi sampaikan secara terbuka.
"Jadi, kamu serius, Fi? Kenapa?" Ia hanya takut Yasfi berhenti karena dirinya.
"Udah lama ingin berhenti, tapi akhirnya baru bisa bener-bener ambil keputusan, Zit, bukan engga nyaman, kamu taulah di sana adalah duniaku, apa lagi sistem kelolanya baik di bawah managemen Kahfi, pendapatan manggung juga lumayan besar, dan bekerja sebagai musisi juga halal,"
laki-laki itu melepas rangkuman di wajahnya, kini ia menarik Razita agar duduk berhadapan, "tapi sebagai suami, aku ingin bekerja atas usahaku sendiri, Zit. Setelah lulus nanti, aku ingin bekerja di kantor ataupun paruh waktu, terserah, yang penting halal dan atas usahaku. Kegiatan tour band juga menghasilkan, usaha kami dengan kegiatan yang positif, tapi, aku ingin bekerja sendiri tanpa popularitas dari orang-orang."
Dia melihat Yasfi menghela napas pelan, "ini memang berat, tapi, kamu terima kan kalau aku memutuskan untuk berhenti? Mungkin, nanti hasil yang aku dapat juga engga akan sebesar kegiatan manggung, tapi InsyaAllah cukup untuk kita,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Rasa [SELESAI]
Spiritual⚠️BEBERAPA PART DIHAPUS⚠️ "Cintailah orang yang kau cintai sekadarnya saja; siapa tahu-pada suatu hari kelak ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekadarnya saja; siapa tahu pada suatu hari kelak ia ak...