6. Luka Hati Bukan Luka Fisik

13.3K 503 12
                                    

'Dapatkah aku bertahan lebih lama ini sedangkan rasanya hatiku sudah tak lagi sanggup menerima semua hinaan yang kau berikan padaku'

~Alyssa Zalfa Ramadhiaswari~

🍂🍂🍂

Senyum tidak pernah luntur dari bibir merah ranumnya yang mungil. Dirinya memang ada di dapur sembari memasak sayur untuk makan siangnya. Namun ingatannya terus memutar ucapan suaminya yang tanpa sengaja terlontar kemarin sore. Meski suaminya mengatakan jika ia hanya salah bicara saja, tetapi itu cukup mampu membuat hatinya berbunga juga jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Semakin lama Zalfa mencoba mengabaikan perasaannya maka rasa itu semakin kuat mengakar dalam hatinya yang paling dalam. Zalfa tahu juga sadar jika tidak seharusnya ia memakai cinta dalam pernikahan di atas kertas ini. Sebab sampai kapan pun ia tidak akan bisa mendapatkan tempat dalam hati suaminya.

Suaminya hanya mencintai istri pertamanya, selamanya dan itu tidak akan pernah berubah. Di sini ia hanya perantara mereka untuk bisa mendapatkan seorang buah hati yang akan semakin mengeratkan hubungan keduanya. Perlahan pandangan Zalfa menunduk, menatap perutnya yang masih rata. Dapatkah ia kehilangan bayi yang bahkan belum hadir dalam rahimnya nanti? Sebagai ibu tentu Zalfa akan merasa sangat berat melepaskannya, tetapi tanggung jawabnya sebagai seorang putri memaksanya untuk melakukan semua ini. Keadaan membuatnya mengambil langkah besar ini.

"Maafkan Bunda, bahkan sebelum kamu hadir dalam rahim Bunda, Bunda telah menggandaikan kamu, Sayang," batin Zalfa mengusap perutnya pelan. Sebisa mungkin ia menahan air matanya, tetapi semuanya sia-sia karena kini ia telah terisak membayangkan saat perpisahannya nanti bersama buah hatinya.

Zalfa segera menyeka kasar air matanya yang tanpa disadarinya menetes tanpa izin menghela napasnya pelan saat mendengar bel pintu rumahnya berbunyi. Segera ia mematikan kompornya membiarkan sayuranya belum matang sempurna lantas beranjak menuju pintu rumahnya setelah mengeringkan tangannya. Dibukanya pintu berwarna putih yang terbuat dari kayu jati tersebut dengan perlahan.

"Mbak Alena," lirih Zalfa segera membuka lebar pintunya mempersilahkan majikannya sekaligus majikannya masuk ke dalam rumah yang sementara ia tempati.

Perempuan cantik berwajah angkuh tersebut segera masuk ke dalam rumah yang sengaja ia beli tanpa sepengatahuan keluarga besarnya. Ia tidak ingin saja keluarga suaminya mengetahui keberadaan Zalfa dalam hidup mereka. Bisa-bisa keluarga suaminya lebih menyayangi Zalfa jika mereka mengetahui Zalfa mengandung nanti. Selama ini keluarga suaminya memang selalu menuntut suaminya untuk menikah lagi karena mereka berpikir jika dirinya tidak bisa memberikan suaminya keturunan meski tanpa mereka ketahui jika yang semua mereka pikirkan adalah benar. Sebab sampai kapan pun ia tidak akan pernah menjadi seorang ibu. Dan jika mereka tahu jika harapan mereka telah menjadi kenyataan bisa-bisa Alena tidak dianggap sebagai menantu lagi.

"Mbak mau minum apa biar saya buatkan?" tawar Zalfa menundukan kepalanya, selain menghormati wanita di depannya ini sebagai majikannya Zalfa juga merasa takut jika ia telah berbuat salah sampai wanita itu datang ke menemui dirinya.

"Jangan sok naif kamu di depan saya! Sedangkan di belakang saya, kamu berani bermain api dengan suami saya, kan?!" sentak Alena tiba-tiba menarik pergelangan Zalfa yang akan beranjak ke dapur dengan kasar. "Apa kamu tidak takut kepada saya? Kamu tahu kan kalau saya bisa melakukan apapun jika ada yang berani melawan saya, hah?!" lanjut Alena berteriak marah.

Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang